OCBC NISP (Foto: Shutterstock)
Dream - OCBC NISP Syariah, Unit Usaha syariah (UUS) PT Bank OCBC NISP Tbk masih menunggu aturan terkait pemisahan UUS menjadi Bank Unit Syariah (BUS) atau spin off yang ditargetkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terbit pada Juni 2023.
Kepala Unit Usaha Syariah (UUS) OCBC NISP Syariah, Mahendra Koesumawardhana menekankan, perusahaan akan apapun keputusan dari OJK terkait spin off yang akan diatur dalam beleid tersebut.
“ OCBC NISP akan mengadopsinya atau mematuhi aturan tersebut baik spin off itu menjadi sebuah keharusan atau menjadi sebuah opsi,” kata Mahendra dalam diskusi bersama media di Jakarta, Rabu, 10 Mei 2023.
Sebagai informasi, aturan terkait spin off UUS sebelumnya diatur dalam Pasal 68 ayat 1 UU Perbankan Syariah. Namun dengan adanya Peraturan OJK (POJK) yang baru, kewajiban spin-off UUS hanya berlaku untuk perusahaan yang memenuhi persyaratan.
Mahendra menjelaskan tantangan berat yang harus dihadapi perusahaan ketika melakukan spin-off UUS adalah sumber daya manusia (SDM) di industri keuangan syariah yang masih sangat terbatas.
Tak hanya sektor keuangan, keterbatasan SDM bidang syariah juga dialami di industri non-keuangan." Memang sebagai insani di keuangan syariah ini masih sangat terbatas,” ungkapnya.
Lebih jauh, Mahendra juga memandang pemerintah perlu memberikan dukungan untuk melindungi UUS mengingat sektor keuangan merupakan industri yang sistematik.
Namun dia yakin adanya P2SK menjadi langkah awal dari pemerintah dan pembuat kebijakan untuk mengatur penguatan keuangan syariah.
“ Karena secara umum regulator tersebut mengatur tentang penguatan dari keuangan itu sendiri. Itu adalah step awal untuk melindungi baby (UUS) ini apabila nanti memang dijadikan untuk pemisahan,” ungkapnya.
Meski banyak tantangan dan polemik, Mahendra menyadari, langkah mendorong UUS menjadi BUS atau tetap berstatus UUS merupakan kebijakan positif karena mempunyai spirit yang sama dalam membantu market share perbankan syariah di Indonesia.
Spirit yang dimaksud adalah membantu market leader kita yakni Bank Syariah Indonesia untuk meningkatkan market share syariah di indonesia.
" Karana poinnya adalah fleksibilitas membuat model capital kita untuk membrand potensi market share yang ada,” kata Mahendra.
Dream – Survei bertajuk Insights and Customer Perspective of Halal Industry in Indonesia yang dilakukan perusahaan riset pasar Populix menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Muslim di Indonesia masih menggunakan bank konvensional dibanding bank syariah.
Survei itu dilakukan terhadap 1.014 laki-laki dan perempuan Muslim berusia 17 hingga 55 tahun. Hasil survei menyebut bahwa mayoritas atau sebesar 61 persen masyarakat Muslim masih menggunakan bank konvensional.
Masyarakat Muslim yang menggunakan bank syariah hanya 35 persen, sedangkan masyarakat Muslim yang menggunakan bank digital konvensional sebesar 31 persen, yang menggunakan bank digital syariah sebesar 15 persen, dan BPR sebanyak 8 persen.
Survei itu juga mengungkap alasan masyarakat Muslim Indonesia yang masih memilih bank konvensional dibanding syariah. Sebanyak 40 persen responden menyatakan masih nyaman dengan pelayanan bank konvensional dibanding bank syariah. Smentara, sebanyak 40 persen responden masih belum melihat perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah.
Sebanyak 21 persen responden lebih memilih bank konvensional karena kantor cabang bank syariah tidak ada atau jauh dari rumah mereka. Sebanyak 20 persen responden lebih memilih bank konvensional karena produk keuangan syariah masih belum bervariasi.
Sedagkan, 20 persen responden belum menggunakan bank syariah karena sudah memiliki berbagai rekening di berbagai bank, 14 persen responden masih belum yakin menggunakan bank digital syariah, dan 7 persen responden tidak peduli dengan kehalalan produk keuangan.
Beberapa pertimbangan masyarakat ketika memilih layanan perbankan yaitu:
Layanan pelanggan yang mudah dihubungi (91 persen)
Memiliki jaringan ATM yang luas (90 persen)
Pelayanan kantor cabang yang memuaskan (90 persen)
Memiliki aplikasi mobile banking (89 persen)
Biaya-biaya yang transparan (85 persen)
Memiliki aplikasi internet banking(85 persen)
Menganut sistem halal (75 persen)
Bunga yang menarik (16 persen)
Hasil survei tersebut juga mengungkapkan, 58 persen responden mengatakan hal yang menjadi pertimbangan dalam memilih sebuah layanan adalah penggunaan sistem halal.
Sebanyak 75 persen konsumen Muslim merasa aman dengan layanan yang digunakan, dan 64 persen responden merasa ada jaminan kualitas mutu dari layanan tersebut.
Survei itu juga menunjukkan bank syariah yang menjadi pilihan masyarakat Muslim Indonesia. Sebanyak 51 responden memilih Bank Syariah Indonesia (BSI), 22 persen memilih BCA Syariah, dan 10 persen Bank Aladin Syariah.
Kemudian, 9 persen responden memilih Bank Muamalat Indonesia, 7 persen memilih BTN Syariah, 7 persen memilih CIMB NIAGA Syariah, dan 6 persen Bank Mega Syariah.
Selanjutnya produk-produk keuangan syariah yang banyak dimiliki oleh masyarakat adalah tabungan syariah (73 persen), Tabungan Haji (19 persen), Deposito Syariah (15 persen), Pinjaman Syariah (11 persen), KPR Syariah (9 persen), Giro Syariah (8 persen), dan Gadai Syariah (5 persen).
Hasil survei juga menunjukkan bahwa 44 persen responden memiliki niat membuka rekening bank syariah di masa depan dengan beragam alasan.
Sebanyak 47 persen responden ingin membuka rekening bank syariah di masa depan karena berpedoman kepada prinsip syariah, 30 persen beralasan karena bank syariah menggunakan prinsip akad, 28 persen penyaluran dana usaha yang halal dan menguntungkan, 26 persen karena keuntungan dihitung berdasarkan sistem bagi hasil, dan 25 persen akan membuka rekening di bank syariah tanpa alasan khusus.
Di sisi lain, 43 persen responden mengatakan ragu-ragu untuk membuka rekening bank syariah di masa depan, 13 persen menyatakan tidak ingin membuka rekening bank syariah. sebanyak 45 persen responden menyatakan tidak membuka rekening bank syariah karena masih belum melihat perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah.
Kemudian, 43 persen karena masih nyaman dengan pelayanan bank yang saat ini dimiliki, 31 persen sudah memiliki berbagai rekening di berbagai bank, 29 persen karena kantor cabang bank syariah tidak ada atau jauh dari rumah, 23 persen karena produk keuangan syariah masih belum bervariasi seperti bank konvensional, 18 persen tidak peduli dengan kehalalan produk keuangan, dan 17 persen karena masih belum yakin menggunakan bank digital syariah.