Menkeu Cabut Aturan Pajak e-Commerce, Apa Alasannya?

Reporter : Arie Dwi Budiawati
Jumat, 29 Maret 2019 18:30
Menkeu Cabut Aturan Pajak e-Commerce, Apa Alasannya?
Semula aturan ini akan berlaku per 1 April 2019. Mengapa tiba-tiba Kemenkeu mencabutnya?

Dream – Kementerian Keuangan resmi membatalkan Peraturan Menteri Keuangan No. 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik atau e-commerce.

Pemerintah menilai regulasi ini menimbulkan kekisruhan di kalangan masyarakat karena dianggap melakukan pemajakan baru.

" Saya ingin sampaikan pengumuman pada media. Pertama selama ini banyak yang memberitakan soal PMK 210, seolah-olah pemerintah buat pajak baru. Begitu banyak simpang siur," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, di Jakarta, Jumat 29 Maret 2019, dikutip dari Merdeka.com.

Menghindari simpang siur informasi di masyarakat khusunya pelaku bisnis e-commerce, Sri Mulyani memutuskan untuk menarik PMK 210/2018 per tanggal 1 April 2019. " Ada pajak itu tidak benar, kami putuskan tarik PMK-nya,” kata dia.

Kemenkeu saat ini masih menunggu hasil survei asosiasi e-commerce selain melakukan penukaran informasi serta mendapatkan masukan dari semua pihak.

Hasilnya, pemerintah akan melakukan sosialisasi dan penbangunan infrastruktur yang memadai sebelum menerapkan poin-poin perpajakan untuk e-commerce.

" Kami sudah koordinasi dengan K/L dan banyak yang collect info dari perusahaan digital atau marketplace. Dengan simpang siur kami anggap perlu sosialisasi lebih lagi pada seluruh stakeholder, masyarakat, perusahaan, komersial digital memahami seluruhnya. Kami melihat perlu pembangunan infrastruktur memadai,” kata dia.

1 dari 1 halaman

Poin-poin PMK 210 tentang E-Commerce

Aturan yang telah dicabut ini sebelumnya akan diterbitkan pada 31 Desember 2018 dan berlaku pada 1 April 2019. Adapun pokok-pokok pengaturan dalam PMK 210 soal e-commerce adalah sebagai berikut:

1. Bagi pedagang dan penyedia jasa yang berjualan melalui platform marketplace
a. Memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada pihak penyediaplatform marketplace;
b. Apabila belum memiliki NPWP, dapat memilih untuk (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau (2) memberitahukan Nomor Induk Kependudukan kepada penyedia platform marketplace;
c. Melaksanakan kewajiban terkait PPh sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti membayar pajak final dengan tarif 0,5% dari omzet dalam hal omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun, serta
d. Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal omzet melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun, dan melaksanakan kewajiban terkait PPN sesuai ketentuan yang berlaku.

2. Kewajiban penyedia platform marketplace
a. Memiliki NPWP, dan dikukuhkan sebagai PKP;
b. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penyediaan layanan platform marketplace kepada pedagang dan penyedia jasa;
c. Memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPh terkait penjualan barang dagangan milik penyedia platform market place sendiri, serta
d. Melaporkan rekapitulasi transaksi yang dilakukan oleh pedagang pengguna platform.

Untuk diketahui, yang dimaksud dengan penyedia platform marketplace adalah pihak yang menyediakan sarana yang berfungsi sebagai pasar elektronik di mana pedagang dan penyedia jasa pengguna platform dapat menawarkan barang dan jasa kepada calon pembeli.

Penyedia platform marketplace yang dikenai di Indonesia antara lain Blibli, Bukalapak, Elevenia, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Selain perusahaan-perusahaan ini, pelaku over-the-top di bidang transportasi juga tergolong sebagai pihak penyedia platform marketplace.

3. Bagi e-commerce di luar platform marketplace
Pelaku usaha yang melaksanakan kegiatan perdangangan barang dan jasa melalui online retail, classified ads, daily deals, dan media sosial wajib mematuhi ketentuan terkait PPN, PPnBM, dan PPH seperti ketentuan yang berlaku.

Beri Komentar