Sunda Kelapa, Masjid `Tak Berkubah` di Kawasan Elite Jakarta

Reporter : Bimo
Selasa, 17 Maret 2015 07:31
Sunda Kelapa, Masjid `Tak Berkubah` di Kawasan Elite Jakarta
Masjid ini merupakan yang pertama kali memadukan konsep antara aktivitas ibadah, perekonomian, dan pendidikan. Dan kemudian diikuti oleh masjid-masjid lain di Jakarta.

Dream - Tak seperti masjid-masjid Indonesia pada umumnya, Masjid Agung Sunda Kelapa tak punya kubah. Ataupun atap limas yang juga banyak terpasang di tempat-tempat ibadah umat muslim di nusantara. Atap masjid yang terletak di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, itu terbuat dari beton datar.

“ Karena filosofinya merujuk Pelabuhan Selat Sunda yang menjadi lintasan perahu para pelancong atau nelayan,” ungkap Izzudin Syama, pengurus sekaligus ahli sejarah Masjid Agung Sunda Kelapa saat berbincang dengan Dream.

Arsitektur masjid yang mulai dibangun akhir dekade 1960-an itu memang unik. Arsitektur masjid ini mengikuti gaya yang berkembang pada masa itu. Konsep modern, praktis, dan sederhana dalam memilih bentuk pintu, jendela, maupun aksesoris.

Jika ditilik dari bentuk bangunan, terlihat masjid ini lebih mengandalkan struktur beton pada pilar, gapura, dan atap. Demikian pula model lampu taman, anak tangga, maupun taman di pintu masuk utamanya.

Di gerbang utama, pengunjung langsung disuguhi gapura indah terukir kaligrafi Arab berwarna emas kombinasi putih. Saat masuk ke dalam, lantai terbuka berkeramik abu-abu kombinasi warna hijau menghampar hampir dua kali lapangan futsal. Pelataran itu diapit oleh pepohonan pinus dan hiasan tiang-tiang lampu penerang. Terasa tentram di pelataran itu.

Sunda Kelapa, Masjid Tak Berkubah di Kawasan Elite Jakarta

Masuk ke ruang utama, corak seni kaligrafi Arab memenuhi dinding ruangan. Tak terkecuali di sisi mihrab. Lafaz Allah dan Muhammad terukir indah, mengapit tempat imam memimpin salat itu. Rak-rak Alquran tertata rapi di sekeliling ruang ibadah itu.

Sebagai masjid yang berada di lingkungan elite, pembangunan tempat ibadah ini diperhitungkan secara matang. Menurut Izzudin, Masjid Sunda Kelapa adalah masjid pertama di Jakarta yang menerapkan konsep baru tentang arsitektur masjid berkelas. Masjid ini merupakan yang pertama kali memadukan konsep antara aktivitas ibadah, perekonomian, dan pendidikan. Dan kemudian diikuti oleh masjid-masjid lain di Jakarta.

“ Lantai atas adalah sebagai pusat ibadah dan dakwah. Lantai bawah, digunakan sebagai aula atau tempat resepsi, perkantoran, perpustakaan, ruang rapat, peng-Islaman, dan tempat berwudu,” terang dia.

Sunda Kelapa, Masjid Tak Berkubah di Kawasan Elite Jakarta

Masjid ini kemudian lebih dikenal karena banyak pasangan melansungkan acara resepsi pernikahan, kemudian aktivitas remaja masjidnya juga lumayan bagus. Bahkan masjid yang terletak di belakang gedung Bappenas ini dianggap sebagai masjid kelas satu.

Tengoklah perlengkapan yang terpasang. Di setiap sudut pilar tampak monitor LCD berukuran 32 inci. Pada saat khotbah Jumat atau kegiatan pengajian rutin berlangsung, layar LCD tersebut akan menampilkan wajah khotib atau ustaz yang sedang memberikan ceramah.

Lima tahun silam, pengurus masjid membangun Serambi Jayakarta sebagai ruangan alternatif para jamaah untuk melakukan salat. Saat ini, masjid Agung Sunda Kelapa mampu menampung 4.424 jamaah.

Sejarah Pembangunan

Masjid ini memiliki sejarah panjang. Dibangun karena kerinduan warga Menteng akan tempat ibadah yang nyaman dan dekat tempat tinggal mereka. Tokoh Menteng, H.B.R Motik, berinisiatif membangun masjid pada tahun 1951. Namun keinginan itu ditolak oleh Walikota Jakarta Pusat kala itu.

Namun keinginan warga Menteng untuk mendirikan masjid tak surut. Hingga akhirnya upaya itu mendapatkan restu tahun 1966. Usaha itu juga didukung Gubernur DKI saat itu, Ali Sadikin, dan Pangdam Jaya, Amir Machmud.

Pada Agustus tahun itu, dibentuklah panitia yang diketuai H.B.R. Motik. Kemudian dibentuklah Yayasan Islam Sunda Kelapa (YISK) pada tanggal 7 Oktober 1966. Kemudian pembangunan masjid ini dimulai. Peletakan batu pertama dilakukan oleh sang arsitek, Gustaf Abbas, dosen Fakultas Teknik Universitas Indonesia, pada Hari Raya Idul Fitri 1398 H, bertepatan tanggal 21 Desember 1969.

Masjid ini juga kerap dijadikan tempat pertemuan tokoh bangsa untuk membahas masalah negara, terutama pada akhir tahun 1960-an. Di masjid ini pula Abdurrahman Wahid muda, yang kemudian menjadi Presiden Indonesia ke-4, kerap datang.

“ Di sini, sang tokoh besar NU sering mengisi diskusi dan keagamaan. Juga mantan Ketua MPR RI, Amien Rais, berkunjung ke masjid ini,” Izzudin. (Ism) 

Baca Juga: Kenapa Masjid `Elite` Sunda Kelapa Tak Berkubah? Mengharukan : Aku Muslim, Peluk Aku Al Bina Senayan, Masjid `Turki` Tempat Nikah Favorit Artis Jalan Terjal Perjuangan Kebebasan Berhijab di Indonesia Kisah Nabi Nikahkan Sahabat dengan Mahar Hafalan Quran Ngobrol 1,5 Jam dengan Kiai, Galih Masuk Islam Idul Fitri dan Idul Adha Jadi Hari Libur Sekolah di New York Masjid Hidayatullah, Perpaduan Unik Empat Budaya

Beri Komentar