Penyakit Asma/ Foto: Shutterstock
Dream - Jumlah penderita asma di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2020 yang dilansir di website Kemenkes, asma jadi salah satu jenis penyakit yang paling banyak diidap oleh masyarakat Indonesia.
Hingga akhir 2020, jumlah penderita asma di Indonesia sebanyak 4,5 persen dari total jumlah penduduk Indonesia atau sebanyak 12 juta lebih. “ Asma termasuk ke dalam penyakit tidak menular, tetapi asma bisa timbul karena kebiasaan dan lingkungan sekitarnya,” ujar Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, di acara Media Talk Show yang bertajuk “ Stop Ketergantungan: Inhaler Tepat, Redakan Asma,” pada Rabu, 10 Mei 2023.
“ Asma itu penyakit inflamasi kronik jalan napas karena saluran pernapasan yang meyempit dan menyebabkan sesak napas, mengi, dada terasa berat,” ujar Dr. H. Mohamad Yanuar Fajar, Sp.P., FISR, FAPSR, MARS selaku Dokter Spesialis Paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia pada kesempatan yang sama.
Penyakit asma tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga dapat menyerang anak usia dini. Penderita asma memiliki saluran pernapasan yang lebih sensitif dibandingkan orang normal.
Banyak hal yang bisa jadi pemicu terjadinya asma. Bisa karena genetik, dan faktor eksternal. Misalnya, saat paru-paru terpapar hal yang dapat memicu asma, maka otot-otot di saluran pernapasan akan kaku sehingga membuat saluran tersebut menyempit. Selain itu, produksi dahak juga meningkat. Kombinasi dari kondisi tersebut membuat penderita mengalami gejala asma.
Dokter Yanuar mengatakan bahwa sebenarnya tidak semua gejala asma dikaitkan dengan penyakit asma. Orang yang ditetapkan sebagai penderita asma harus atas dasar keputusan dokter.
" Sejatinya, asma harus dilihat secara berkelanjutan. Umumnya orang asma memiliki gejala seperti sesak napas, sulit bernapas, batuk, mengi, dan dada terasa berat.
Untuk asma sebenarnya hanya bisa dikontrol dan tak bisa sembuh total.
Dikutip dari Klikdokter.com, pengobatan asma memiliki dua tujuan, yaitu meredakan gejala dan mencegah gejala kambuh. Tentunya pengobatan asma harus disesuaikan dengan hasil diagnosis dokter dan kondisi penderita.
“ Pengobatan asma ini terbagi menjadi dua bagian terapi non farmakologik dan terapi farmakologik,” ujar dr. Yanuar.
Untuk terapi non farmakologik merupakan terapi yang dilakukan oleh pengidap asma tanpa melalui obat-obatan. Dengan kata lain, terapinya berupa lebih memperhatikan lingkungan sekitar. Berikut ini contoh terapi non farmakologik:
Kebalikan dari terapi non farmakologik, terapi farmakologik adalah terapi atau pengobatan yang dilakukan pengidap asma dengan obat-obatan. Secara garis besar, pengobatan asma dengan farmakologik dibagi menjadi dua bagian yaitu obat pelega dan obat pengontrol.
Obat Pelega
“ Obat pelega ini sebenarnya ditujukan untuk meredakan gejala dan dipakai dalam keadaan darurat,” ujar dokter Yanuar.
Obat pelega bisa dikatakan sebagai obat yang cepat dalam menangani asma. Contoh obat pelega yaitu seperti SABA (inhaler), dan ICS atau Formaterol. Tapi ternyata, penggunaan SABA yang terlalu sering akan memperburuk keadaan asma.
“ Mungkin pada saat asma terjadi dan diatasi dengan SABA aka cepat reda, tapi sebenarnya ini hanya samentara. Penggunaan inhaler SABA hanya melebarkan saluran pernapasan sehingga menimbulkan efek lega sesaat,” kata dokter Yanuar.
Penggunaan obat pelega berupa SABA sangat tidak direkomendasikan sebagai obat yang berkelanjutan. Lalu untuk obat pengontrol adalah obat yang dikonsumsi untuk mengatasi inflamasi atau peradangan pada asma.
Fungsi obat pengontrol ini adalah mencegah serangan asma. Obat ini menjadi salah satu obat wajib dan rutin digunakan disetiap hari. Contoh obat pengontrol yaitu seperti ICS dan LABA.
" Penggunaan ICS atau laba lebih dianjurkan untuk dipakai pengidap asma. Obat ini lebih ringan digunakan dan lebih bersifat menganisipasi bukan mengatasi," ujar dr. Yanuas.
Pada tahun 2020, Global Initiatives for Asthma (GINA) merekomendasikan semua pasien yang memiliki riwayat asma baik remaja maupun dewasa dapat menggunakan terapi yang mengandung ICS (inhaled corticosteroids).
“ Semua terapi ICS atau Formoterol harian jika perlu dilakukan akan berbeda di setiap pasiennya, tergantung dengan tingkat keparahan asma pasien,” ujar dr. Feddy , Medical Director AstraZaneca Indonesia.
Demi menjaga kualitas hidup pasien asma penting untuk melakukan pemeriksaan rutin. Dapatkan juga terapi yang tepat agar serangan asma bisa berkurang dan tidak parah.
Laporan Devi Tri Aprilianza
Advertisement
Belajar Lebih Dalam Wastra Nusantara Bersama Komunitas Pemuda Berkain

Film Abadi Nan Jaya Zombienya Indonesia: Sinopsis, Daftar Pemain, dan Link Streaming

Mengenal Pewarna Karmin Berbahan Dasar Serangga, Apakah Halal?

Kenalan dengan CX ID, Komunitas Customer Experience di Indonesia

Warung Ayam yang Didatangi Menkeu Purbaya Makin Laris, Antreannya Panjang Banget


Kabar Gembira! Kemhub Gelar Mudik Gratis untuk Natal dan Tahun Baru 2025/2026

Hadapi Cuaca Panas Ekstrem, Ini Pentingnya Pilih Air Minum Berkualitas

Mengenal Pewarna Karmin Berbahan Dasar Serangga, Apakah Halal?

Film Abadi Nan Jaya Zombienya Indonesia: Sinopsis, Daftar Pemain, dan Link Streaming

Panahan Kian Populer, Ini 4 Lokasi Latihan Panahan di Jakarta

Belajar Lebih Dalam Wastra Nusantara Bersama Komunitas Pemuda Berkain
