Shutterstock
Dream - Atlet dan kegiatan fisik menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Latihan fisik yang intensif, dan terkadang berat, pastinya membuat otot seorang atlet bekerja lebih keras dibandingkan orang biasa.
Cedera saat latihan ataupun kala bertanding bukan hal baru bagi seorang atlet. Salah satu pernah dialami atlet bola basket, Habib, yang mengaku pernah mengalami cedera cukup serius.
" Saat bertanding saya mengalami cedera pada bagian kaki lutut bawah dan dan lutut atas terasa goyang ternyata cedera ACL," jelas Habib, Atlet Basket pada press conference Grand Opening RSPI Bintaro, 16 Agustus 2022.
Habib kala itu mengalami putus tendon ACL dan robek meniscus grade 2. Untuk menyembuhkan cedera yang dialaminya Habib harus menjalani penanganan yang tepat.
Selain cedera tendon Achilles atau cedera ACL seperti yang dialami Habib, para atlet juga memiliki risiko cedera ankle, hamstring, lutut, hingga tennis elbow, dan golfer's elbow.
Selain karena otot yang dipaksa bekerja keras, cedera ini juga bisa dipicu berbagai faktor risiko seperti usia yang memengaruhi kekuatan dan elastisitas jaringan tubuh, pemanasan olahraga yang kurang optimal dan durasi olahraga yang berlebihan tanpa diselingi istirahat.
Pemicu cedera juga bisa datang dari akumulasi cedera sebelumnya yang belum tertangani dengan baik, serta pemilihan jenis olahraga yang banyak melibatkan kontak fisik antar pemain.
" Penanganan cedera beragam jika berat seperti ACL harus operasi. Ada juga cedera ringan yang perlu recovery beberapa hari," jelas dr Antonius Andi Kurniawan, Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga RS Pondok Indah Bintaro Jaya pada kesempatan yang sama.
Salah satu cedera yang ringan adalah bengkak yang berisiko membuat otot menjadi kaku bila tidak mendapat diagnosa dan penanganan yang tepat. Alhasil lengan menjadi tidak bisa lurus dan menekuk secara maksimal.
Masing-masing tentu memiliki kebutuhan dan ekspektasi yang berbeda-beda akan pemulihan cederanya. Beberapa tahap awal penanganan cedera olahraga teknologi medis terkini yang hadir adalah Cyrotheraphy (terapi dingin), Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) , dan Ultrasound Therapy.
Penanganan ini cukup banyak digunakan untuk mengurangi nyeri dan mempercepat proses penyembuhan radang/inflamasi di area sekitar cedera.
Pada kasus cedera berat yang menyebabkan terjadinya robekan pada tendon, ligamen, dan tulang rawan, hingga robekan rotator cuff, butuh pemeriksaan penunjang dengan modalitas pencitraan MRI untuk mendapat gambaran jaringan lunak dalam tubuh dengan lebih jelas.
Jika didapati adanya kerusakan yang membutuhkan tindakan pembedahan seperti tindakan operasi minimal invasive dapat dilakukan dengan membuat sayatan kecil untuk menangani bagian yang mengalami cedera.
" Tindakan minimal invasive memberikan banyak manfaat bagi pasien dengan kasus cedera olahraga berat. Durasi operasi pada tindakan ini relatif lebih singkat, luka sayatan lebih kecil sehingga meminimalisir kemungkinan rusaknya otot di area sekitar tindakan, dan waktu pemulihan lebih cepat sehingga pasien dapat segera melanjutkan proses terapi pemulihan selanjutnya dengan lebih nyaman," jelas dr. Andi Nusawarta, Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Konsultan Sports Injury & Arthroskopi, Sport Medicine, Injury and Recovery Center RS Pondok Indah Bintaro Jaya pada kesempatan yang sama.
Penanganan cedera tulang dengan beragam teknologi hadir di layanan sport medicine, injury and recovert center (SMIRC) RS Pondok Indah Bintaro Jaya. Pasien juga akan didampingi oleh sport physiotherapist, tim dokter yang berpengalaman, personalisasi program recovery, dukungan peralatan exercise yang canggi, dan fasilitas penunjang yang komprehensif.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN