Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Banyak orang menganggap kalau masturbasi atau onani tidak boleh dilakukan terlalu sering. Namun, ada juga yang mengklaim bahwa hal tersebut memberi manfaat kesehatan.
Bagaimana faktanya? Aktivitas seksual tersebut sebenarnya sangat wajar dilakukan. Terutama bagi pasangan suami istri yang berhubungan jarak jauh. Hal tersebut diungkapkan oleh sexologist, Haekal Anshari.
" Itu normal dilakukan untuk memenuhi hasrat seksual andaikan tidak punya pasangan atau takut berisiko hamil," katanya di saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Rabu 4 September 2019.
Sejauh ini belum ada batasan untuk berapa kali melakukan masturbasi. Setiap orang bisa melakukannya kapan saja, asalkan tidak menghambat hubungan seksual dengan pasangan.
" Masturbasi dikatakan menyebabkan gangguan fungsi seksual kalau hanya dijadikan satu-satunya cara untuk mendapatkan kenikmatan seksual padahal sudah punya pasangan," ujarnya.
Jika tidak punya pasangan, sebenarnya masturbasi juga bisa jadi terapi bagi perempuan agar lebih mudah mencapai kepuasan. Namun hal ini sebaiknya diungkapkan kepada pasangan.
" Bisa jadi terapi untuk yang sulit orgasme. Pada saat penetrasi kemudian wanita bisa sambil masturbasi untuk mempermudah mendapatkan kenikmatan atau orgasme. Jadi sebenarnya masturbasi itu bermanfaat kecuali jika mengganggu hubungan seksual dengan pasangan," tutupnya.
Dream - Untuk mencapai kepuasan seksual atau orgasme, pasangan suami-istri tentunya membutuhkan stimulasi yang intensif.
Namun hal ini tak berlaku pada Maria (61) seorang janda dari Glasgow, Skotlandia.
Puncak kepuasan seksual bisa didapatkannya kapan saja dan tiba-tiba. Misalnya saat sedang menyetir dan melewati lubang, duduk di pesawat, bahkan ketika menaiki esklator.
Maria diidentifikasi mengalami PGAD (Persistent Genital Arousal Disorder). Ia bisa merasakan orgasme kapan pun. Bahkan ketika tidak merasakan hasrat seksual sekalipun.
" Sembilan puluh persen dari hidup saya telah hancur. Saya kadang benar-benar harus diam agar dapat 'mematikan' kepuasan tersebut," kata Maria, seperti dikutip dari Metro.co.uk.
Kondisi tersebut tentu membuatnya sangat tidak nyaman. Maria kehilangan kepercayaan diri karena tak bisa mengontrol tubuhnya.
Ia juga merasa sangat malu, apalagi jika sedang berada tempat umum. Kondisi kesehatan psikologisnya juga jadi bermasalah.
Untuk mengatasi PGAD, Maria melakukan berbagai cara. Ia menggunakan gel, melakukan fisioterapi panggul bahkan melakukan suntikan steroid di organ intim.
Sederet cara tersebut tak berhasil menghentikan PGAD yang dialaminya. Maria curiga masalah PGAD yang dialaminya dipicu karena pemeriksaan ginekologi rutin yang dilakukannya di sebuah rumah sakit di Glasgow pada 2017. Saat itu ia mengalami masalah mengompol yang tak terkendali.
Dokter menyarankan untuk melakukan suntik botoks di area intimnnya tapi ia takut untuk melakukannya. Pemeriksaan pun dilakukan menggunakan spekulum. Setelah itu, bulan berikutnya ia mengalami orgasme tak terkendali.
Setelah mengalami 'serangan kepuasan' beberapa kali, Maria pun memeriksakan diri ke dokter. Diketahui kalau terdapat kerusakan di saraf pudendalnya.
Pengobatan pun dilakukan tapi kunjung berhasil. Ia berencana untuk berobat ke luar negeri tapi pihak dewan kesehatan setempat tak mengeluarkan izin.(Sah)
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Cara Cek Penerima Bansos BLT Oktober-November 2025 Rp900 Ribu
Potret Luna Maya dan Cinta Laura Jadi Artis Bollywood, Hits Banget!