Kurban dengan Ujung Jari

Reporter : Eko Huda S
Rabu, 14 September 2016 20:30
Kurban dengan Ujung Jari
Tak ada bau apalagi sampai becek-beceka. Cukup ujung jari, hewan kurban sudah dibeli. Inilah tren baru online shop kurban. Gusur penjual emperan?

Dream - Sapi dan domba bermunculan. Silih berganti. Bukan berlarian di padang. Tidak pula mendekam di kandang. Melainkan tampil di layar komputer jinjing. Ternak-ternak itu dijual oleh Lembaga Amil Zakat Al Azhar.

Di depan laptop, seorang pemuda terlihat sibuk. Jari-jari menari-nari di depan layar. Lincah. Menunjuk sapi dan domba. Dengan sabar menjelaskan kondisi ternak kepada pelanggan. Mulai umur, bobot, hingga kondisi kesehatan. Tak ada yang luput diterangkan.

Demikian pula alur distribusi. Mulai asal hewan, tempat penyembelihan, dan pembagian. Semua dipaparkan gamblang. Pelanggan tak perlu repot. Semua sudah diatur Al Azhar.

“ Sistem ini baru bagi kami. Baru tahun ini diadakan,” kata Deni, pemuda yang telaten memberi penjelasan kepada calon pembeli hewan kurban di gerai Al Azhar, Kebayoran, Jakarta, Selasa lalu.

Saat ini model kurban online memang tengah tren. Banyak lembaga amil zakat beramai-ramai melayani kurban lewat dunia digital. Mereka menyiapkan menu khusus di halaman web. Bahkan sampai menggandeng toko-toko online.

Apalagi kalau bukan membuat kurban jadi lebih praktis. Cukup membuka gadget, hewan kurban sudah ditang. Hanya dengan ujung jari. Simpel.

Bagi Al Azhar model ini memang barang baru. Cuma relawan saja yang bisa mengakses stok hewan kurban. Pembeli pun masih harus datang ke 10 gerai yang disediakan. Bisa dibilang “ semi online”. Tapi ke depan, semua full online.

***

1 dari 2 halaman

Cukup Lihat Foto, Kambing di Tangan

Cukup Lihat Foto, Kambing di Tangan © Dream

Dream - Kepala Divisi Program LAZ Al Azhar, Agus Nafi, menjelaskan, sistem online ini dibuat untuk memudahkan seorang muslim berkurban. Cukup foto di layar monitor, pembeli bisa melihat ternak.

Jika foto terpasang, stok dipastikan tersedia di kandang-kandang peternak binaan yang tersebar di 15 provinsi. Semua hewan-hewan kurban itu sudah tentu memenuhi syarat.

Foto hewan kurban wajib dipajang. Al Azhar tak mau berjualan barang gharar atau tidak jelas. Itu pantangan jika mengikuti fikih muamalah. “ Kami ingin mendorong ke publik kaidah ekonomi syariah,” kata Agus.

Tak cuma foto. Harga pun harus dicantumkan jelas. Kambing dipatok Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta. Sapi tentu lebih mahal. Tergantung besar dan bobot. “ Ujung dari program ini agar dapat meningkatkan penghasilan peternak,” kata dia.

Toh meski masih baru, sistem online ini cukup efektif. Al Azhar mampu menjual 500 ekor kambing dan 20 sapi. “ Masyarakat antusias lewat online, padahal kami baru mulai tahun ini,” kata Agus.

Bukan cuma LAZ Al Azhar yang melakukan online shop hewan kurban. Tengok Dompet Dhuafa. Mereka lebih maju. Ada lapak khusus hewan kurban di laman mereka. Calon pengurban cukup singgah ketik alamat situs kurban.dompetdhuafa.org.

GM Penghimpunan Zakat, Infaq, Sedekah, dan Kurban Dompet Dhuafa, Urip Budiarto, mengaakan, laman khusus kurban ini sengaja dbuat untuk memanfaatkan kebiasaan orang berbelanja online. Secepat kilat, para pembeli tinggal memilih hewan dan langsung membayar transaksinya.

“ Sebanyak 60 persen pembeli bertransaksi dengan transfer bank,” kata Urip. Harga yang dipatok juga tak jauh beda dengan Al Azhar.

Selama Idul Adha kali ini, Dompet Dhuafa menjual 13.000 hewan kurban. Hewan-hewan kurban itu diambil dari 65 peternak binaan. “ Esensinya, ada perpindahan distribusi ekonomi dari perkotaan ke pedesaan,” kata dia.

Namun, layanan kurban online Dompet Dhuafa belum bisa menyediakan pilihan lokasi penyebaran hewan kurban sebagaimana dilakukan Al Azhar. Urip beralasan, sistem online shop kurbannya memang belum mendukung fasilitas itu.

“ Donatur hanya bisa mengamanahkan (lokasi penyebaran) kepada Dompet Dhuafa. Mungkin satu atau dua tahun ke depan bisa,” harap Urip.

Dompet Dhuafa selama ini menyebarkan daging kurban ke lima provinsi, 94 kabupaten, dan 470-an kecamatan. Kemarjinalan masyarakat juga telah dihitung sebelumnya. “ Insya Allah tepat sasaran,” ujar Urip.

Layanan full service juga diberikan. Tak sekadar menjual. Setelah pendistribusian, Dompet Dhuafa menyampaikan proses pemotongan hingga pendistribusian kepada pengurban. Semua dilaporankan dengan detail. Dikirim lewat email kepada pembeli. “ Hardcopy-nya juga akan dikirim ke alamat donatur,” kata Urip.

***

2 dari 2 halaman

Masih Ada Rezeki di Sini

Masih Ada Rezeki di Sini © Dream

Lantas, apakah sistem online ini menggerus penjualan hewan secara konvensional? Belum tentu. Lihatlah di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Seminggu sebelum Idul Adha, pedagang sudah meriung di sepanjang Jalan KH Mas Mansyur.

Bau prengus pasti tercium saat saat di sana. Sudah pasti tak sedap, aroma khas kambing. Jalanan yang saban hari macet pun semakin terkunci. Deru mesin dan lengkingan klakson bertambah riuh, beradu dengan teriakan kambing yang mengembek karena panik.

Ya, trotoar di Jalan KH Mas Mansyur biasa disulap jadi ‘peternakan’ dadakan jelang lebaran kurban. Kandang-kandang bambu berdiri di sana. Berderet. Penuh dengan puluhan ekor kambing. Saking penuhnya, sebagian ada yang diikat di luar kandang. Berkeliaran sampai bahu jalan.

Sebenarnya, sudah ada lapangan khusus di sekitar Thamrin City. Tapi banyak pedagang memilih membuka kandang di pinggir jalan. Menggusur pedagang kaki lima yang biasa mendirikan tenda di sana.

“ Mau bagaimana lagi, ini kan hanya sementara saja, tidak selamanya. Kalau di dalam, pelanggan banyak yang enggan masuk,” ujar Ridwan yang berdagang kambing sejak seminggu sebelum Idul Adha.

Ridwan mendatangkan Sapi dan kambing dari tempat yang jauh. Jawa Barat, Tengah, dan Timur, sampai Madura. Apalagi kalau bukan soal harga. Sapi lokal harganya lebih miring dibanding impor.

Dan menjelang Idul Adha ini, Ridwan bisa sedikit tersenyum. Ratusan kambing laku terjual. Tak sedikit pula sapi-sapi yang dibeli pelanggan. “ Kambing sekitar 200 ekor. Kalau sapi ada beberapa,” kata dia.

Maraknya online shop hewan kurban rupanya tak berdampak apa-apa bagi penjualan tradisional. Ridwan masih berani menjual hewan kurbanya 5 hingga 10 persen lebih mahal dari tahun sebelumnya.

“ Alhamdulillah meningkat adri tahun lalu. Kami tidak pernah terganggu dengan yang online-online itu,” ujar dia.

Ridwan masih yakin bertahan jualan sapi dan kambing kurban di pinggir jalan. Tapi entah tahun depan. “ Sementara seperti ini saja dulu. Masih ada rezeki di sini,” tutur Ridwan.

Penjualan kurban secara online boleh saja mulai merebut hati. Tapi, transaksi sapi dan kambing secara tradisonal tetap punya pelanggan. Apapun, pilihan ada pada pelanggan.(Sah)

(Laporan: Maulana Kautsar)

Beri Komentar