Bio Farma Tegaskan Vaksin Difteri Bebas Zat Haram

Reporter : Gladys Velonia
Senin, 15 Januari 2018 07:02
Bio Farma Tegaskan Vaksin Difteri Bebas Zat Haram
Pemberian vaksin itu mubah, kata Soedjatmiko.

Dream - Direktur Utama PT Bio Farma (Persero), Juliman, menegaskan produksi pembuatan vaksin difteri dari perusahaannya sama sekali tidak menggunakan zat yang diharamkan. Meski begitu, Juliman menyerahkan penetapan status kehalalan vaksin produk Bio Farma kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI). 

" Saat ini kita masih urus untuk mendapat sertifikasi halal. Sedang kita bicarakan dengan Menteri Agama dan MUI," ucap Juliman di Gedung Kominfo, Jakarta Pusat, Jumat, 12 Januari 2018.

Pernyataan Juliman muncul menanggapi beredarnya informasi yang menyebut imunisasi difteri haram di media sosial. Alasannya, vaksin yang digunakan mengandung zat yang tidak halal. 

Sementara itu, Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Soedjatmiko, mengatakan Fatwa MUI secara resmi telah menjelaskan kedudukan penggunaan vaksin. Menurut dia, MUI telah menyatakan vaksinasi adalah mubah.

Artinya, vaksinasi boleh dilakukan asal menggunakan bahan yang sudah jelas halal. Tapi, jika dalam keadaan terdesak, vaksin boleh digunakan walaupun status kehalalannya belum diketahui.

" Jika terjadi keadaan darurat di mana penyakit menyebabkan kecacatan atau meninggal, maka vaksin itu wajib dilakukan. Bisa dicek di web MUI, ada nama saya juga di situ," kata Soedjatmiko.

Dia kemudian mempertanyakan kembali saran penggunaan obat herbal di kalangan pegiat antivaksin. Padahal fungsi dan khasiat antara obat herbal dengan vaksin tidak sama.

" Selain herbal, katanya penyakit cukup dilawan dengan pemberian ASI. Ya ASI jalan terus, imunisasi juga. Fungsinya tidak sama," ujar Soedjatmiko.

Beberapa waktu sebelumnya, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin AF pernah menjelaskan soal soal penggunaan vaksin karena alasan kedaruratan. Menurut Hasanuddin, ketentuan darurat atau tidaknya sebuah vaksin sehingga bisa mendapat status halal tetap harus mendapatkan fatwa dari MUI. 

" Contohnya vaksin meningitis untuk jemaah haji, sebelum ada vaksin meningitis yang halal itu yang haram boleh digunakan, tapi setelah ada yang halal itu tidak boleh," jelasnya. 

Pernyataan itu disampaikan Hasanuddin saat pemerintah mengeluarkan program vaksin MR, MUI belum menerima permohonan untuk melakukan uji sertifikasi ataupun kedaruratan untuk penggunanya.

(Sah)

 

Beri Komentar