Detik-detik AirAsia QZ8501 Terguling di Udara

Reporter : Dwi Ratih
Selasa, 1 Desember 2015 20:07
Detik-detik AirAsia QZ8501 Terguling di Udara
Ini membuat pesawat berada dalam posisi kemiringan mencapai 54 derajat ke kiri.

Dream - Kerusakan pada sistem kemudi sirip dituding sebagai pemicu insiden. Listrik dilaporkan tidak mengalir ke bagian Rudder Travel Limiter (RTL) sehingga unit yang kerap digunakan untuk membelokkan pesawat harus dikendalikan secara manual.

Dalam kondisi tersebut, pesawat bisa terguling hingga enam derajat per detik. Kondisi ini membuat pesawat berada dalam posisi kemiringan hingga mencapai 54 derajat ke kiri.

Temuan ini diungkapkan investigator AirAsia QZ8501 Kapten Nurcahyo Utomo dalam keterangan pers Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) di Jakarta, Selasa, 1 Desember 2015. Nurcahyo mengatakan sebenarnya dalam kondisi tersebut pesawat relatif aman dan dapat dikendalikan.

Tetapi, terdapat input yang membuat pesawat naik drastis dari ketinggian 32.000 kaki menjadi 38.000 kaki.

" Hidung pesawat naik ke atas dengan sudut tertinggi 40 derajat. Ini satu kondisi di luar batasan terbang dan masuklah pesawat ke kondisi stall. Kondisi ini sudah di luar kemampuan pilot untuk melakukan tindakan recovery," jelas Nurcahyo.

Anggota tim investigasi QZ8501 Suryanto menambahkan pesawat tampaknya sempat terguling 40 derajat. Setelah itu, pesawat mendongak ke atas dan memicu kecepatan naik menjadi 11.000 pick per menit.

" Perubahan sikap pesawat dari datar menjadi mendongak ke atas yang membuat pesawat naik secara ekstrim," ungkap dia.

Saat itu pramugari juga menduga sedang terjadi cuaca buruk karena pesawat mengalami getaran secara terus menerus. Kondisi penerbangan di luar batas kendali membuat pesawat terus mengalami kemiringan hingga 104 derajat sebelum akhirnya jatuh ke selat Karimata.

1 dari 2 halaman

Setahun, `Sirip Ekor` AirAsia QZ8501 Rusak 23 Kali

Setahun, `Sirip Ekor` AirAsia QZ8501 Rusak 23 Kali © Dream

Dream - Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT) mendapat catatan kondisi pesawat Airbus A-320 milik maskapai AirAsia kode penerbangan QZ8501. Dalam satu tahun terakhir sebelum jatuh, pesawat tersebut mengalami kerusakan pada sistem Rudder Travel Limiter (RTL) atau sayap kemudi atau sirip ekor belakang sebanyak 23 kali.

" Melihat catatan perlengkapan pesawat selama 12 bulan terakhir, ditemukan 23 kali kerusakan. Dalam dua bulan terakhir kerusakan menjadi lebih sering dari rudder," ujar Ketua Tim Investigasi QZ8501 Mardjono Siswosuwarno dalam konferensi pers hasil investigasi di Gedung KNKT, Jakarta, Selasa, 1 Desember 2015.

Mardjono mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan pihak Airbus dalam menyelidiki kondisi ekor pesawat. Pihak Airbus memberikan simulator kerja RTL yang kemudian diperiksa oleh tim di hanggar yang terletak di Curug, Tangerang.

Kemudian, Mardjono menerangkan proses penyelidikan dijalankan dengan membawa ekor pesawat ke pabrik Airbus di Perancis. Ini membuahkan temuan adanya robekan solder yang retak di bagian ekor.

" Kita selidiki dan bawa ke pabrik yang ada di Paris, ada robekan solder yang retak terletak di ekor di mana ruangan tidak berAC, menjadi sangat ekstrim. Kalau parkir menjadi sangat panas, kalau terbang jadi terlalu dingin," kata Mardjono.

Sementara berdasarkan pemeriksaan terhadap electronic module, Mardjono menjelaskan pihak operator belum mengoptimalkan penggunaan data. Data dalam electronic module tersebut tidak dianalisa dengan baik sehingga kurang memadai.

Selain itu, kata Mardjono, Indonesia belum memiliki peraturan yang mewajibkan pilot melaporkan ketidakberesan di dalam pesawat. Sehingga kerusakan yang terjadi tidak dapat dideteksi.

" Hal serupa terjadi pada sekitar Januari, Februari hingga September sekali, November terjadi lima kali, Desember sembilan kali," ungkap Mardjono.(Ism) 

2 dari 2 halaman

Upaya Terakhir Kru AirAsia Selamatkan Pesawat

Upaya Terakhir Kru AirAsia Selamatkan Pesawat © Dream

Dream - Pesawat AirAsia QZ8501 berulang kali mengalami gangguan sebelum akhirnya jatuh ke Selat Karimata pada 28 Desember 2014. Pesawat yang mengudara dari Surabaya menuju Singapura itu mengalami masalah Rudder Travel Limiter Unit (RTLU) atau sistim kemudi sayap di bagian ekor. 

Pesawat itu mengalami gangguan RTLU sejak pukul 06.01 WIB. Kemudian terjadi 8 menit kemudian, dan 2 menit setelah itu. Dan setelah gangguan ke tiga itu muncul gangguan ke empat, yaitu sekitar pukul 06.15 WIB. Namun kali ini black box atau kotak hitam pesawat merekam gangguan berbada.

Setelah gangguan tersebut, kru pesawat mengaktifkan tanda peringatan ke lima yang memunculkan pesan di ECAM berupa AUTO FLT FAC 1 FAULT. Kemudian pada gangguan ke enam muncul pesan berupa AUTO FLT FAC 1+2 FAULT.

“ Jadi setelah masalah yang ke tiga, circuit breaker (CB) di-reset sehingga berakibat terjadinya pemutusan arus listrik pada FAC,” kata investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Ony Suryo Wibowo, di Gedung KNKT, Jakarta, Selasa 1 Desember 2015.

Karena aliran listrik terputus, maka auto-pilot dan auto thrust tidak aktif. Pengendalian pesawat oleh awak pesawat secara manual selanjutnya menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi yang disebut upset condition dan stall hingga akhir FDR, ini sudah di luar kemampuan pilot.

Sebenarnya, gangguan ke empat itu sudah muncul dalam penerbangan tiga hari sebelumnya, yaitu pada 25 Desember 2014, dengan pilot yang sama. Namun sayang, gangguan itu tidak dapat ditindaklanjuti oleh tim teknisi karena kurangnya analisa yang baik. Sehingga masalah itu tidak selesai dan pesawat itu tetap diperbolehkan terbang.

“ Sayangnya kelemahan Indonesia ini belum ada peraturan yang mewajibkan pilot melaporkan ketidakberesan pesawat selama penerbangan. Sehingga pihak perbaikan tidak dapat mendeteksi hal serupa,” ungkap Ony. (Ism) 

Beri Komentar