Ilustrasi (http://www.pri.org/)
Dream - Letnan Ayesha Farooq, kini dikenal khalayak sebagai perempuan pertama yang menjadi pilot pesawat tempur di Pakistan. Meski sudah mendulang sukses, siapa yang mengira bahwa ia punya pengalaman pahit di masa kecil?
Perempuan yang kini berusia 26 tahun itu sudah ditinggal mati sang ayah sejak masih belia. Sejak itu pula, ibunya tinggal sendirian untuk membesarkan kedua anak perempuannya.
“ Ayesha dan adiknya hidup dalam lingkungan yang amat sulit dilalui tanpa perlindungan dari seorang laki-laki,” ujar Bina Shah, penulis terkenal di Pakistan yang juga mengabadikan kisah hidup Ayesha Farooq dalam sebuah novel seperti dikutip dari laman PRI’S The World, Minggu 14 Juni 2015.
Bina Shah melanjutkan, mendiang ayah Farooq adalah seorang dokter sehingga Farooq pun tumbuh sambil menyaksikan bagaimana ayahnya senantiasa melakukan pekerjaan untuk menolong sesama.
“ Kepergian sang ayah dari hidup Farooq membuatnya sadar betapa penting untuk memiliki pelindung dalam keluarga dan ia memutuskan untuk mengambil peran itu dari ayahnya,” kata Bina Shah.
Untuk mewujudkan niat tersebut, Ayesha Farooq kemudian menggabungkan diri dalam akademi angkatan udara guna menjadi seorang pilot pesawat tempur.
Menurut Bina Shah, keputusan Farooq didukung penuh oleh sang ibu. Meski anggota keluarga mereka yang lain nampak tak bisa menerima.
“ Namun, Ayesha memenangkan mereka dengan determinasinya,” tambah Bina Shah. “ Dan sekarang, mereka (keluarga yang tidak setuju) selalu meminta saran Ayesha mengenai bagaimana cara agar anak perempuan mereka dapat masuk angkatan udara.”
Kini, rekan satu pekerjaan Ayesha Farooq pun tak pernah memandangnya sebagai seorang perempuan yang lemah atau layak didiskriminasi. “ Mereka tidak lagi berpikir bahwa Ayesha adalah seorang perempuan, dia hanyalah seorang petugas yang posisinya sama dengan para laki-laki,” jelas Bina Shah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bina Shah dalam menulis novelnya, teman-teman Ayesha Farooq benar-benar sudah memandang bahwa keberadaan mereka ditentukan oleh kemampuan diri bukan soal jenis kelamin.
“ Ia melewatkan seluruh ujian dengan skor yang amat tinggi. Ia pun secara konsisten menjadi yang terbaik di kelasnya,” terang Bina Shah soal prestasi akademis Ayesha Farooq.
Meski catatan hidup Ayesha Farooq menunjukkan sebuah kisah sukses, namun Pakistan masih menyimpan relasi sosial yang amat rumit khususnya yang berhubungan dengan peran perempuan.
Bina Shah menegaskan, meski negeri tersebut sudah memiliki beberapa pimpinan perempuan di tingkat nasional, diskriminasi serta pelanggaran hukum masih terjadi terhadap kaum perempuan. “ Kami tidak dilindungi sebagaimana yang harusnya dilakukan oleh sistem hukum disini,” ujarnya.
Namun, dengan sosok Ayesha Farooq, Bina Shah berharap akan muncul lebih banyak perempuan Pakistan yang bisa mendobrak norma sosial yang mendiskriminasi mereka serta mampu mengambil peran-peran yang di luar stereotip keperempuanan.
Laporan Kurnia Yunita Rahayu
Advertisement
Jadi Pahlawan Lingkungan Bersama Trash Hero Indonesia
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah