Dream - Ajaib! Ini mungkin satu-satunya di jagat raya, sistem tabungan yang tidak memakai uang sebagai barang simpanan. Tidak juga menggunakan surat berharga, emas batangan, berlian atau perhiasan sejenis sebagai aset utama tabungan. Melainkan sayur-mayur. Iya, inilah tabungan sayuran. Mungkin ini tabungan sayuran yang pertama di dunia.
Dan tabungan sistem unik ini cuma ada di Indonesia. Ada di dua dusun. Baran dan Mundu. Yang masuk teritori Kelurahan Puloharjo, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Tabungan nyentrik ini bukan untuk gagah-gagahan.
Menengok ke dalam, skema yang digunakan begitu luar biasa. Inspiratif dan mampu menjadi pilar utama penggerak ekonomi masyarakat. Kokoh.
Dusun ini bukan dusun percontohan proyek-proyek besar dana dari luar negeri. Jangan pernah membayangkan dusun ini mendapat donasi besar dari negara, LSM luar negeri, dan sejenisnya. Jangan pula berpikir dusun ini mendapat kucuran dana segar.
Malah, mungkin warga di dua dusun itu tidak seberuntung masyarakat perkotaan. Setiap hari mereka harus hidup secara dan memenuhi kebutuhan hidup ala kadarnya. Kemiskinan bukan barang baru. Kebanyakan keluarga dua dusun hidup di bawah garis kemiskinan. Untuk membeli sayur saja, terkadang mereka kesulitan.
Menabung sayur, dapat uang. Tidak menggunakan sistem bunga untuk mendapat laba atau keuntungan. Si `pegawai bank` ini tidak berdasi, tidak berseragam, bahkan tidak mendapat upah. Ikhlas. Terbersit, bila nasabah menabung tomat, terung, kangkung, atau kelapa, maka bagaimana proses penyimpanannya? Lalu bagaimana bila sayuran-sayuran itu membusuk? 'Bank' bisa mendapat keuntungan dari mana?
***
Lalu, bagaimana tabungan sayur ini bisa dibangun. Herman, salah satu orang yang membidani tabungan unik ini bertutur. Kemiskinan tidak membuat warga putus asa. Dari kebutuhan utama menanam sayuran demi kebutuhan primer. Makan. Benih diambil dari dapur sendiri. Lahan menggunakan pekarangan rumah seadanya.
Warga tak menjadikan tanah pekarangan mereka sebagai medium tanam. Warga memilih menanam menggunakan medium kantong polibag. Hasilnya memuaskan. Tidak perlu lagi membeli sayur untuk makan.
Masalah lain muncul kemudian. Panen warga sangat berlimpah. Padahal, warga hanya membutuhkan sedikit hasil panen untuk makan sehari-hari. Alhasil, banyak hasil panen mubazir dan terpaksa dibuang.
Warga kebingungan dengan hasil panen yang berlimpah. Tidak sanggup menghabiskan panen sendiri. Sementara tetangga juga sudah memiliki sayuran sendiri.
“ Awalnya karena dari semua warga sudah memiliki polibag masing-masing di rumah dan berlimpahnya panen sayuran yang ada. Hanya dimakan sudah cukup dan di tetangga sudah punya. Akhirnya timbul ada ide untuk tabung,” ujar Herman kepada Dream melalui sambungan telepon.
***
Herman melontarkan ide membuat tabungan itu ke masyarakat. Gayung bersambut. Warga bersepakat membuat tabungan sayuran dari hasil panen. Setoran awal cukup tomat dan cabai.
Lambat laun, tabungan sayur berkembang pesat. Warga tidak lagi menyetorkan tomat dan cabai. Setoran bertambah menjadi beras, kelapa, kangkung, terong. Semua komoditas itu berasal dari pekarangan dan bukan sawah.
“ Program ini berlanjut dan berlangsung, ini semua memang dari masyarakat yang mereka bingung dengan adanya kelebihan panen. Akhirnya, terciptalah tabungan Gemah Ripah,” ucap Herman.
Herman dibantu lima pengurus. Untuk memberi dasar hukum bagi tabungan, Herman mendirikan Koperasi Gemah Ripah. Tercatat koperasi ini telah memiliki anggota sebanyak 34 orang.
“ Antusias warga sangat luar biasa. Mereka merasa memiliki kegiatan yang ada manfaatnya dengan menanam sayur di pekarangan. Sehingga mereka antusias sekali menanam, bagaimana caranya sayuran mereka tidak sia-sia,” kata Herman.
Herman menjalankan sistem tabungan ini dua kali dalam sepekan. Dia bersama para pengurus koperasi akan membuka layanan pada sore hari menjelang maghrib dan berakhir saat salat isya. Pertimbangannya, para warga kebanyakan sibuk dengan aktivitas mereka sebagai buruh tani sehingga tidak punya waktu untuk menyetor tabungan.
***
Sayuran yang disetor warga kemudian ditimbang dan dicatat oleh pengurus. Warga kemudian mendapat catatan berapa jumlah sayur yang mereka setor serta berapa uang yang terkumpul. Sayuran tersebut kemudian disortir oleh pengurus dan disimpan, untuk kemudian diambil oleh tengkulak.
Si Tengkulak lantas menjual sayuran ke pasar yang letaknya cukup jauh. Setelah habis terjual, tengkulak akan membagikan hasil penjualan tersebut kepada para warga melalui koperasi. Masing-masing warga akan mendapat uang sesuai jumlah sayur yang mereka setorkan.
“ Dari hasil tabungan mereka ada yang sampai satu juta lebih. Ada yang paling kecil Rp500.000. Kalau dikalkulasikan semuanya memang ada 10 juta lebih, seluruh anggota,” kata Herman.
Uang tersebut tidak ada sepeserpun digunakan baik untuk membiayai tengkulak maupun mengupah para pengurus koperasi.
“ Hasil sayuran nanti keiklasan warga kasih ke tengkulak. Untuk pengurus sementara ini mereka ikhlas untuk mengurus tabungan Gemah Ripah ini. Mereka tidak ada bayaran sementara ini,” kata Herman.
Para warga sebenarnya dapat mengambil tabungan mereka setiap saat. Tidak ada ketentuan yang mengharuskan mereka mengambil di waktu-waktu tertentu. Tetapi, para warga ternyata lebih memilih mengambil tabungan itu sesuai kebutuhan mereka.
“ Bisa diambil sesuai dengan kebutuhan. Tapi mereka lebih banyak mengambil ketika lebaran. Masyarakat ada yang Kristen juga, sama. Mereka juga ambil ketika mereka natalan,” ucap Herman.
Herman melihat potensi. Sayur-mayur itu bisa memberikan nilai lebih bagi warga dengan dijual. Tetapi, warga tidak memiliki akses untuk menjual. Herman terusik. Pada 2015 mengajak warga lain menyelesaikan masalah baru itu. Muncul ide membuat 'bank' dan membuka tabungan. Tapi warga tidak perlu menyetor uang. Cukup hasil bumi sebagai aset yang disimpan. Bisa tomat, cabai, atau terong. `Bank` itu dibalut dalam bentuk sebuah Koperasi Gemah Ripah.
Meski masih berumur setahun, tabungan ini menjelma menjadi sumber kesejahteraan warga dua dusun. Para warga kini memiliki tabungan dengan nilai yang luar biasa, mencapai jutaan rupiah. Bagaimana menghitungnya?
***
Pembentukan tabungan Gemah Ripah ini sebenarnya bertujuan sebagai program penunjang. Tetapi, belakangan program ini justru menjadi kunci berjalannya roda perekonomian dua dusun tersebut.
Hal ini dibuktikan dengan manfaat lain yang timbul akibat tabungan Gemah Ripah. Pertanian warga kini berkembang dari sebelumnya hanya mengandalkan polibag, beralih ke lahan pekarangan. Hal ini berdampak pada semakin meningkatnya jumlah sayur yang dipanen warga.
“ Sasarannya agar nantinya ekonomi masyarakat terbantukan. Dari tabungan Gemah Ripah dan polibek juga mengurangi belanja harian mereka,” kata Herman.
Perjuangan Herman dan para pengurus koperasi kini menuai hasil. Program mereka sempat mendapat apresiasi dari pemerintah desa dan kecamatan. “ Pemerintah dari pihak kelurahan dan kecamatan sangat mengapresiasi. Mereka sangat terkesan program ini,” ucap Herman.
(Laporan: Amrikh Endah Palupi)
Advertisement
Detail Spesifikasi iPhone 17 Air, Seri Paling Tipis yang Pernah Ada
4 Komunitas Seru di Bogor, Capoera hingga Anak Jalanan Berprestasi
Resmi Meluncur, Tengok Spesifikasi dan Daftar Harga iPhone 17
Keren! Geng Pandawara Punya Perahu Ratusan Juta Pengangkut Sampah
Pakai AI Agar Tak Khawatir Lagi Salah Pilih Warna Foundation
Video Sri Mulyani Menangis di Pundak Suami Saat Pegawai Kemenkeu Nyanyikan `Bahasa Kalbu`
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
Pakai AI Agar Tak Khawatir Lagi Salah Pilih Warna Foundation
Siap-Siap Adu Cepat! Begini Cara Menangin Promo Flash Sale Rp99
Keren! Geng Pandawara Punya Perahu Ratusan Juta Pengangkut Sampah
Kisah Influencer dan Mantan CMO Felicia Kawilarang Hadapi Anxiety Disorder
Detail Spesifikasi iPhone 17 Air, Seri Paling Tipis yang Pernah Ada