Bantu Buah Hati Kontrol Marah dengan Cara Sehat

Reporter : Mutia Nugraheni
Senin, 24 Januari 2022 08:12
Bantu Buah Hati Kontrol Marah dengan Cara Sehat
Anak belum tahu bagaimana cara mengontrol kemarahannya dengan baik, untuk itu dibutuhkan orang dewasa mencontohkannya.

Dream - Marah selalu dianggap hal yang buruk, padahal sebagai manusia yang memiliki emosi, kemarahan adalah suatu yang normal dan wajar. Saat menghadapi situasi yang sangat menyebalkan dan membuat marah, seringkali orang dewasa cenderung memendamnya.

Sementara pada anak-anak, hal itu sangat sulit dilakukan. Mereka belum bisa mengontrol kemarahan dan kerap kali menunjukkan perilaku agresif untuk menunjukkan rasa sakit, sedih, kecewa dan marah.

Seperti memukul, membanting barang, menendang, memukul dan menyakiti orang lain. Anak belum tahu bagaimana cara mengontrol kemarahannya dengan baik, untuk itu dibutuhkan orang dewasa mencontohkannya.

Untuk anak-anak yang kesulitan mengendalikan emosinya, para orangtua bisa menggunakan empat strategi ini untuk mengajarkan buah hati keterampilan mengelola amarah. Apa saja?

Bedakan Antara Perasaan dan Perilaku
Ajari anak untuk melabeli perasaan mereka, sehingga dapat mengungkapkan perasaan marah, frustrasi, dan kecewa secara verbal. Coba katakan, " Tidak apa-apa untuk merasa marah tetapi tidak boleh memukul" . Bantu anak melihat bahwa mereka bisa mengendalikan tindakan mereka ketika merasa marah.

Terkadang, perilaku agresif bermula dari berbagai perasaan tidak nyaman, seperti kesedihan atau rasa malu. Jadi, bantu anak mengeksplorasi mengapa mereka merasa marah. Mungkin mereka merasa sedih karena tak boleh main game, tetapi mereka merespons dengan marah karena itu lebih mudah atau untuk menutupi rasa sakit yang mereka rasakan.

" Berbicara tentang perasaan secara sering dari waktu ke waktu membantu anak-anak belajar mengenali perasaan mereka dengan lebih baik," ujar Amy Morin, seorang terapis perilaku anak, dikutip dari VeryWell.

 

1 dari 6 halaman

Contohkan berkali-kali

Contohkan berkali-kali © Dream

Cara terbaik untuk mengajari anak-anak cara mengatasi kemarahan adalah dengan menunjukkan kepada mereka bagaimana kita menangani emosi ketika marah. Sikap anak saat marah, kemungkinan besar akan seperti orangtuanya atau orang yang selalu mendampingi mereka setiap hari.

" Jika anak melihat orang sekelilingnya mengelola marah dengan baik, menyampaikan perasaan, mereka juga akan memahaminya," kata Morin.

 

2 dari 6 halaman

Tak Boleh Ada Kontak Fisik

Tak Boleh Ada Kontak Fisik © Dream

Sebagian besar keluarga memiliki aturan keluarga tidak resmi tentang perilaku apa yang dapat diterima dan apa yang tidak saat marah. Salah satu yang penting diterapkan adalah semarah apapun tak boleh ada kontak fisik yang menyakiti.

Anak boleh marah dan menyampaikan rasa kecewa tapi tak boleh ada kontak fisik sama sekali. Hal ini sangat penting agar anak mengerti batasan, mereka boleh mengungkapkan perasaan tapi ada yang tak boleh dilanggar.

 

3 dari 6 halaman

Tawarkan Cara Turunkan Level Kemarahan

Tawarkan Cara Turunkan Level Kemarahan © Dream

Anak-anak perlu mengetahui cara yang tepat untuk mengatasi kemarahan mereka. Alih-alih diberi tahu, “ Jangan pukul adikmu,” jelaskan apa yang bisa mereka lakukan saat merasa frustrasi. Katakan, " Lain kali, gunakan kata-kata biar adik tahu kamu marah" atau " Jauhi dia saat kamu merasa marah" .

Bisa juga bertanya, " Apa yang bisa dilakukan selain memukul?" untuk membantu anak mengidentifikasi strategi yang mungkin berguna. Bisa juga cari cara lain untuk menenangkan diri, misalnya tarik napas panjang dan buang perlahan, mewarnai, mencium aroma menenangkan atau mendengarkan musik.

" Menjauhkan diri dari suatu situasi dan meluangkan waktu beberapa menit untuk menenangkan diri dapat sangat membantu anak-anak yang mudah marah," kata Morin.

4 dari 6 halaman

Anak Kerap Memancing Emosi Orangtua, Psikolog Beri Penjelasan

Anak Kerap Memancing Emosi Orangtua, Psikolog Beri Penjelasan © Dream

Dream - Ada kalanya anak langsung mengerti dan menurut saat diperingatkan orangtua. Sebaliknya, dalam beberapa kondisi saat kita melarang dan sudah mengingatkan, anak malah melakukannya.

Sikap anak tammpak seperti sengaja memancing emosi orangtua. Biasanya dalam kondisi ini, emosi orangtua jadi meledak dan jadi membentak anak. Memang, dibutuhkan kesabaran tingkat tinggi saat anak 'mengetes' emosi orangtuanya.

Psikolog Samantha Elsener dalam akun Instagramnya @samanta.elsener mengungkap saat anak bersikap memancing emosi orangtua, sebenarnya itu merupakan indikator. Indikator apa?

" Parents, tahu enggak sih ketika anak sedang memancing emosi sebenarnya itu adalah indikator anak sedang membutuhkan welas asih dari orangtuanya. Pastikan ketika anak memancing emosimu, tetap sabar tetap tanggapi anak dengan kasih sayang dan bantu anak mengenali emosinya apa sih yang sedang dirasakan,"  ungkap Samantha.

Bisa jadi anak sedang mengalami kelelahan, stres atau masalah yang tak bisa ungkapkan. Sayangnya, anak-anak tak mengkomunikasikan emosinya dengan baik, sehingga ia seperti berulah padahal butuh perhatian lebih.

" Jangan-jangan anak sedang mengalami bad day sama seperti kita orang dewasa juga bisa mengalami bad day lho. Bedanya anak-anak kemampuan komunikasi masih terbatas jadi perlu kita dampingi untuk bisa mengajarkan bagaimana ia paham situasi atau suasana hatinya,"  pesan Samantha.

5 dari 6 halaman

Psikiater Anak: Jangan Jadikan Buah Hati 'Tong Sampah' Emosi

Psikiater Anak: Jangan Jadikan Buah Hati 'Tong Sampah' Emosi © Dream

Dream - Belum ada yang tahu kapan pandemi Covid-19 bakal berakhir. Prioritas saat ini adalah mampu bertahan hidup, menjaga kesehatan fisik maupun mental seluruh keluarga termasuk anak-anak.

Untuk menjaga kesehatan fisiknya, ayah bunda pasti sudah tahu hal-hal yang harus disiapkan dan dilakukan. Mulai dari menyiapkan makanan sehat, vitamin, masker hingga face shield.

Lalu bagaimana dengan kesehatan mental anak selama pandemi? Hal tersebut kerap kali luput dari perhatian.

Menurut dr. Anggia Hapsari, Sp.KJ (K), spesialis kedokteran jiwa konsultan psikiatri anak dan remaja RS Pondok Indah Bintaro Jaya dalam webinar yang digelar RS Pondok Indah Group pada 29 Juni 2021, anak-anak jadi pihak yang paling terdampak karena pandemi dalam hal kesehatan mental.

" Anak tidak mengeluh ketika punya perasaan lonely/ kesepian, mereka tak bisa mengatakannya. Lebih banyak mengatakan bosan. Mereka harus kompromi dengan perubahan, gak bisa exercise, kalau pun bisa terbatas, belum lagi terjadi perubahan pola asuh selama pandemi. Misalnya terjadi permasalah ekonomi, masalah rumah tangga," kata dr. Anggia.

 

6 dari 6 halaman

Peka Terhadap Perubahan Anak

Penting bagi orangtua untuk memperhatikan perubahan sikap dan perilaku anak sehari-hari. Jika ada perubahan seperti menarik diri, lebih suka sendiri, sering mengeluhkan nyeri tanpa sebab, tak termotivasi, bisa jadi anak sedang mengalami stres.

Tanpa disadari, seringkali sikap orangtua saat di rumah dan kondisi pandemi membuat anak mengalami stres tinggi. Salah satunya karena orangtua meluapkan emosi negatif pada anak karena hal lain.

" Kita harus membantu diri kita dulu sebagai orangtua, perbaiki emosi kita dulu baru membantu emosi anak-anak agar bisa bertahan saat pandemi, dan sehat jiwa tentunya. Prinsipnya menjaga susasa hati mood orangtua. Jangan jadikan anak-anak tong sampah orang dewasa. Kalau di ruang praktik banyak yang cerita mereka dicurhati orangtuanya, anak-anak juga punya perasaan lho," ujar dr. Anggia.

Dokter Anggia mengingatkan para orangtua untuk menggunakan tiap kesempatan membangun kelekatan dengan anak. Eksplor hal lain di luar jam sekolah misalnya. Buat aktivitas menyenangkan bersama anak yang melibatkannya.

Kuncinya adalah benar-benar hadir untuk anak secara fisik dan pikiran. Jangan sampai saat bersama anak, otak dan pikiran malah tertuju pada gadget atau pekerjaan dan mengeluhkan banyak hal pada anak. Pasalnya, banyak orangtua saat sedang stres dan emosinya tak stabil malah melampiaskannya pada anak. Ini sangat berbahaya.

Beri Komentar