Kuasa Hukum FPI Aziz Yanuar (Foto: Merdeka.com)
Dream - Kuasa hukum Front Persatuan Islam (FPI), Aziz Yanuar, mempertanyakan tindakan pembekuan sementara rekening Front Pembela Islam oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPTK). Mereka menilai pembekuan rekening itu melanggar sejumlah aturan.
Pertama, Aziz mengutip penjelasan dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23, yang merupakan induk hukum perdata Indonesia.
" Yang pada pokoknya menjelaskan, negara berhak melakukan sita atau mengambil secara paksa kekayaan seseorang atau lembaga jika pada sebagian ataupun keseluruhan harta kekayaan perorangan atau lembaga itu ada kekayaan milik negara yang sah," kata Aziz saat dihubungi merdeka.com, Rabu 6 Januari 2021.
Pelanggaran ke dua, tambah Aziz, sebagaimana Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 29 yang berbunyi " Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi."
Berdasarkan kedua aturan tersebut, Aziz menilai FPI sebagai lembaga pemilik rekening yang sah tidak mengelola dan ataupun menggunakan anggaran negara pada setiap kegiatannya.
Lalu, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan. Menurutnya, FPl sebagai Ormas juga bukan lembaga profit. Atau biasa dikenal dengan sebutan NGO - Non Goverment Organisation, atau NPO - Non Profit Organisation. Bukan juga perusahaan yang beroleh kredit dan pinjaman modal dari pemerintah. Namun, FPI merupakan organisasi bergerak secara swadaya.
Aziz menanyakan, sebagaimana Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 71. " Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan Pihak Pelapor untuk melakukan pemblokiran Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari: a) Setiap Orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik; b) tersangka; atau c) terdakwa."
" Ditentukan dalam Pasal 17 ayat 1 butir a UU 8/2010 bahwa Pihak Pelapor di antaranya adalah meliputi bank. Pertanyaannya, hasil dari tindakan pidana atau kejahatan apakah rekening milik FPl itu?," tanyanya.
Termasuk, kata dia, Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
" Pada poin dalam UU ini, jangankan pajak, denda pelanggaran prosedur kesehatan yang puluhan juta saja secepat kilat dibayar Ormas FPl sebagai wujud tanggung jawab dan taat hukum," ujarnya.
Sementara pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/Pbi/2000 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Azi menilai jika dalam aturan itu BI juga mengatur, pemblokiran dan atau pembekuan rekening hanya bisa untuk keperluan penyidikan selama proses hukum.
" Lalu melihat aturan-aturan diatas, tentunya masyarakat bertanya-tanya. Kejahatan dan korupsi apakah yang dilakukan FPl, bersumber dari jual lobster kah uang yang ada di rekening FPl itu hasil merampok seperti dana bansos itukah kekayaan FPl, hasil suap seperti yang dilakukan Harun Masiku ke KPU itukah tabungan yang ada di rekening FPl itu?," tanya Aziz.
" Tindakan seperti ini tidak tertutup kemungkinan akan menyapu rata seluruh masyarakat yang memiliki hasil tetes keringatnya serupiah demi rupiah, sen demi sen yang mereka titipkan di bank-bank itu untuk dilakukan hal serupa, digarong," jelasnya.
Aziz pun mewanti-wanti tindakan pembekuan rekening tersebut, karena uang yang tersimpan dalam rekening tersebut merupakan uang umat.
Sumber: merdeka.com
Dream – Rekening milik organisasi Front Pembela Islam (FPI) dan afiliasinya telah diblokir sehingga dana didalamnya tak bisa dicairkan. Langkah keras tersebut diakui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyatakan telah menghentikan sementara transaksi dan aktivitas rekening Front Pembela Islam dan afiliasinya.
Ketua Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK, M. Natsir Kongah menyatakan penghentian ini telah sesuai dengan kewenangan lembaganya seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
“ Tindakan penghentian sementara transaksi dan aktivitas rekening FPI berikut afiliasinya tersebut dilakukan dalam rangka pelaksanaan fungsi analisis dan pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain,” kata Natsir dalam keterangan tertulisnya dikutip dari laman PPATK, Rabu 6 Januari 2021.
PPATK menghentikan seluruh transaksi dan aktivitas rekening FPI dan afiliasinya seiring penghentian seluruh aktivitas atau kegiatan FPI sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI merupakan keputusan yang perlu ditindaklanjuti oleh PPATK sesuai dengan kewenangaannya.
Dalam melaksanakan fungsi analisis dan pemeriksaan, PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan (Financial Intelligent Unit) memiliki beberapa kewenangan utama. Salah satunya adalah kewenangan untuk meminta Penyedia Jasa Keuangan (PJK) menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (1) huruf i UU TPPU.
“ Tindakan yang dilakukan oleh PPATK dimaksud merupakan tindakan yang diberikan oleh Undang-Undang untuk mencegah adanya upaya pemindahan atau penggunaan dana dari rekening yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana,” kata Natsir.
Saat ini, sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang tersebut, PPATK sedang menelusuri rekening dan transaksi keuangan dari rekening-rekening yang dimiliki FPI dan afiliasinya.
“ Untuk efektivitas proses analisis dan pemeriksaan, PPATK juga telah melakukan penghentian sementara seluruh aktivitas transaksi keuangan dari FPI, termasuk penghentian sementara seluruh aktivitas transaksi individu yang terafiliasi dengan FPI,” kata dia.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan PPATK dan Peraturan PPATK Nomor 8 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi oleh Penyedia Jasa Keuangan mengharuskan Penyedia Jasa Keuangan (PJK), termasuk bank-bank untuk menyampaikan Berita Acara Penghentian Sementara Transaksi kepada PPATK paling lama satu hari kerja setelah penghentian sementara transaksi dilaksanakan.
Sampai kemarin (5/1/2021), sesuai Pasal 40 ayat (3) PerPres Nomor 50 Tahun 2011, PPATK telah menerima 59 Berita Acara Penghentian Transaksi dari beberapa Penyedia Jasa Keuangan atas rekening FPI, termasuk pihak terafiliasinya.
“ Upaya penghentian sementara transaksi keuangan yang dilakukan oleh PPATK akan ditindaklanjuti dengan penyampaian hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik untuk dapat ditindaklanjuti dengan proses penegakan hukum oleh aparat penegak hukum yang berwenang,” kata dia.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN