Yusril Ihza Mahendra, Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi-Maruf
Dream - Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra mengaku kebingungan ketika membaca berkas alat bukti yang diajukan tim kuasa hukum Prabowo-Sandi.
" Belum pernah terjadi selama saya bersidang di pengadilan alat bukti berantakan seperti ini, tidak jelas gitu," ujar Yusril di Gedung MK, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019.
Yusril mengatakan, selama ini tim kuasa hukum 02 hanya melontarkan pernyataan mengenai kecurangan Pemilu yang terstruktur, masif dan sistematis tanpa melampirkan bukti kuat.
" Sekarang ini betul apa yang dikatakan pengamat, termasuk Mahfud MD, permohonan di MK dalam pilpres sangat miskin dengan bukti. Bukti nggak jelas," ucap dia.
Yusril mengatakan, puluhan berkas alat bukti, yang dibawa menggunakan kontainer, tidak memuat alat bukti yang kuat.
" Jadi bukan kontainer peti kemas, kontainer buat cucian itu," kata dia.
Sebab, kata dia, ketika Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih tidak menemukan bukti fisik dari berkas P155 mengenai adanya kecurangan KTP palsu dan kartu keluarga (KK) manipulatif yang terdaftar di daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 17,5 juta.
" Ternyata dari alat-alat bukti yang dihadirkan dalam bentuk kontainer tadi, banyak yang belum disusun sebagai satu alat bukti," ujar dia.
Dream - Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra berpendapat bahwa berkas alat bukti yang diajukan tim hukum Prabowo-Sandi yang diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) tidak lengkap.
" Sehubungan dengan daftar alat bukti yang disampaikan pemohon, lazimnya alat bukti disebutkan ini untuk menerangkan apa, tapi dalam keseluruhan alat bukti, ini tidak disebutkan," ujar Yusril di ruang sidang MK, Jakarta, Rabu 19 Juni 2019.
Dengan tidak lengkapnya berkas itu, Yusril mengaku bingung untuk menanggapinya.
" Lalu kami yang akan memberikan keterangan dan menanggapi bukti-bukti, sidang ini agak confuse, ini untuk membuktikan apa," kata dia.
Menanggapi hal tersebut, salah satu hakim konstitusi, Suhartoyo meminta para pihak untuk menjelaskan secara rinci keterangan yang ada di berkas alat bukti.
" Itu PMK kita tidak diatur, tapi seharusnya daftar bukti yang benar itu bisa dijelaskan. Ke depan kalau berita acara harus seperti itu," ujar Suhartoyo.
Dream - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Memasuki hari ke tiga, sidang kali ini beragendakan mendengarkan keterangan 15 saksi dan 2 ahli dari kubu pemohon yakni Prabowo-Sandi.
Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, belum dapat banyak komentar mengenai sidang hari ini.
" Karena memang ini adalah walinya pemohon, jadi kami belum banyak menanggapi nantinya," ucap Yusril, di Gedung MK, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019.
Yusril mengatakan, keterangan saksi akan diawali oleh ahli, bukan saksi fakta.
" Kebiasaan di MK itu saksi ahli terlebih dahulu yang memberi keterangan, kemudian saksi fakta," ujar dia.
Dalam sidang hari ini, Yusril mengaku hanya membawa tiga pengacara saja dari 33 orang yang tergabung dalam tim hukum Jokowi-Ma'ruf.
" Kami hari ini untuk tiga orang advokat, kami, Teguh Samudra, Sirra Prayuna dan Taufik Basari," kata dia. (ism)
Dream - Tim Hukum capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadirkan 15 saksi dan 2 ahli dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) hari ini.
Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, mengatakan, saksi yang dihadirkan memiliki tiga klasifikasi.
" Saksi ada tiga klasifikasi, prinsipnya gini, apa yang disebut dengan saksi adalah orang yang mengetahui, melihat dan mendengar langsung. Karena ini yang menjadi dasar," ujar Bambang di Gedung MK, Jakarta, Rabu, 19 Juni 2019.
Meski demikian, Bambang mengaku belum mengetahui secara pasti berapa jumlah saksi yang akan hadir di persidangan.
" Saya belum lihat juga, pokoknya bisa memberikan kesaksian yang terbaik ya," ucap dia.
Kendati belum mengetahui berapa jumlah saksi yang akan dihadirkan, Bambang dan tim berusaha menghadirkan 15 saksi sesuai keputusan MK.
Selain itu, dia juga mempersiapkan beberapa saksi cadangan untuk berjaga-jaga seandainya ada saksi yang sakit dan berhalangan.
" Kita coba memenuhi apa yang diminta oleh mahkamah," kata dia. (ism)
Dream - Ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, meminta hakim Mahkamah Konstitusi (MK) melindungi saksi yang akan diajukan ke persidangan. Bambang mengatakan, perlindungan itu diajukan demi keamanan dan keselamatan saksi yang akan dihadirkannya.
" Saya konsulkan ke LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), dan kemudian setelah kami konsul ada dua opsi Pak, kalau kami diperintahkan, kami akan lakukan," ujar Bambang di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa 18 Juni 2019.
Menurut Bambang, MK bisa mengambil alih perlindungan saksi dan otomatis menjadi lembaga subordinat untuk melindunginya. " Karena kalau di LPSK bisa sampai enam bulan Pak, perlindungannya," ucap dia.
Menurut mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini, perlindungan saksi tidak hanya saat berada di ruang sidang saja. Tapi, berlangsung di kegiatan sehari-harinya.
" Jadi itu saya yakin penegasan tadi luar biasa. Saya yakin semua orang yang mau jadi saksi sekarang terbuka lebar," kata dia.
Menanggapi permintaan tersebut, anggota Hakim MK, Saldi Isra, menegaskan, lembaganya hanya memberikan perlindungan kepada saksi di ruang sidang. " Kami Mahkamah mampu memberikan perlindungan di sini," ujar Saldi.
Selain itu, kata dia, aparat keamanan juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk melindungi saksi.
" Jadi soal di sini kan kita sama-sama punya pengalaman di MK. Jadi jangan terlalu didramatisirlah yang soal ini di dalam ruang sidang, besok semua saksi yang Pak Bambang hadirkan itu keamanan, keselamatannya akan dijaga oleh MK," tegas Saldi.
Dream - Tim Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU), selaku termohon, meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak semua permohonan dari Tim Hukum Prabowo-Sandi.
" Dalam eksepsi, menerima eksepsi termohon dalam pokok perkara. Menolak permohonan pemohon untuk sepenuhnya," ujar Ketua Tim Hukum KPU, Ali Nurdin di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa 18 Juni 2019.
KPU juga meminta MK untuk mengabulkan keputusan KPU RI Nomor 987 tentang Penetapan Hasil Pemilu 2019 pada 21 Mei 2019.
Dalam penetapan itu diketahui paslon 01 Jokowi-Ma'ruf memperoleh suara 85.607.362 dan paslon 02 Prabowo-Sandi mendapat 68.650.239 suara.
" Menyatakan benar Keputusan KPU RI Nomor 987 tentang penentapan hasil pemilu pilpres, anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan DPD," ucap dia.
Meski demikian, kata dia, apabila para hakim konstitusi tidak sepakat dengan pendapatnya, KPU meminta keputusan yang seadil-adilnya.
" Apabila MK berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya," ujar dia.
Dream - Ketua Tim Hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ali Nurdin membantah, terjadi kecurangan dalam sistem input data C1 di Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU.
" Pemohon yang mempersoalkan kesalahan pencatatan hasil perhitungan suara merujuk input data C1 yang dipindah ke dalam situng KPU adalah tidak berdasar," ujar Ali di ruang sidang MK, Jakarta, Selasa, 18 Juni 2019.
Ali menjelaskan, dalam perbaikan permohonan kubu 02 menyebutkan adanya manipulasi suara karena terjadi kesalahan input data di 21 tempat pemungutan suara (TPS).
Dia mengatakan, jumlah tersebut tidak bisa mewakili tuduhan manipulasi karena jumlah total TPS di seluruh Indonesia pada pemilu 2019 berjumlah 813.336.
" Sehingga, jika diperbandingkan jumlah TPS maka persoalan input data Situng hanya tidak sampai 0,0026 persen dan tidak signifikan," kata dia.
Untuk itu, KPU menegaskan kesalahan dalam menginput data C1 ke Situng sebagai rekayasa untuk memenangkan salah satu paslon tidak benar.
" Salah satu pendukung pemohon yang beberapa hari yang lalu pada Senin kemarin ditangkap oleh Bareskrim Polri, karena telah menyebarkan berita bohong bahwa server KPU bohong di-setting untuk memenangkan pasangan calon Jokowi dan Ma'ruf," ujar dia.
Lebih lanjut, kata Ali, tim saksi dari kubu Prabowo-Sandi selama ini tidak pernah mempersoalkan proses penghitungan suara ketika berada di rapat pleno di kecamatan.
" Rekapitulasi hasil penghitungan suara secara manual dalam rapat pleno di kecamatan yang menjadi dasar penetapan perhitungan perolehan suara tingkat nasional," kata dia.
Untuk itu, pencatatan data pada Situng KPU bukan sumber data berjenjang tingkat nasional. Menurut Ali, Situng ini disediakan sebagai sarana informasi untuk masyarakat yang ingin mengetahui perolehan suara sementara yang sudah masuk dari setiap daerah.
" Dengan demikian pemohon telah keliru atau gagal paham dalam menempatkan Situng pada proses perhitungan rekapitulasi hasil penghitungan suara," ucap dia.(Sah)
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN