Mesin Ini Terlihat Biasa, Tapi Sekali Pijit Nyawa Melayang

Reporter : Sugiono
Rabu, 18 April 2018 06:40
Mesin Ini Terlihat Biasa, Tapi Sekali Pijit Nyawa Melayang
Mesin ini memicu kontroversi

Dream - Pernah mendengar kata euthanasia? Kata ini memang sangat jarang sekali terdengar, apalagi di Indonesia. Meski terdengar keren, euthanasia memiliki arti yang mengerikan bagi sebagian orang.

Euthanasia adalah tindakan sengaja untuk mengakhiri hidup seseorang yang diliputi oleh rasa sakit yang tak tertahankan dan tak bisa disembuhkan.

Proses euthanasia biasanya dilakukan dengan cara yang relatif cepat dan tanpa rasa sakit. Kebanyakan keputusan untuk 'bunuh diri' ini dibuat atas permintaan pasien.

Namun bisa juga keputusan tersebut dibuat oleh pihak keluarga, tenaga medis, atau pengadilan jika pasien terlalu sakit dan tidak berdaya.

Selama ini euthanasia dilakukan dengan cara disuntik mati atau membiarkan pasien tidak mendapat perawatan yang sangat diperlukannya.

Misalnya dengan membiarkan alat bantu pernapasan berhenti bekerja untuk beberapa lama hingga pasien meninggal dunia dengan sendirinya.

Namun apa yang dilakukan seorang penggiat euthanasia bernama Dr Philip Nitschke ini tergolong kontroversial. Dokter dari Belanda ini menciptakan mesin bunuh diri pertama di dunia.

Mesin bernama Sarco itu menawarkan metode untuk mengakhiri hidup seseorang tanpa bantuan dokter. Sarco sendiri kependekan dari Sarcophagus yang artinya peti mati.

Nitschke mengklaim bahwa mesin ciptaannya itu akan mengakhiri hidup seseorang dengan cara yang tidak hanya efektif, tetapi juga bermartabat.

" Kematian tidak seharusnya menjadi sesuatu yang disembunyikan atau ditutupi. Tapi kematian harus dilakukan dengan gaya dan elegan," kata Nitschke kepada The Independent.

1 dari 2 halaman

Ide Awal Mesin Bunuh Diri Tercipta

Ide Awal Mesin Bunuh Diri Tercipta © (Foto: Exit International)

Dream - Nitschke menciptakan Sarco setelah mendapat keluhan dari seorang pasien bernama Tony Nicklinson. Pada bulan April 2012, Nicklinson sudah merasa putus asa setelah tujuh tahun berusaha untuk bunuh diri.

Ayah dua orang ini menderita kelumpuhan akibat stroke parah pada tahun 2005 yang membuatnya tidak bisa berbicara atau bergerak.

Dalam usaha Nicklinson mendapatkan bantuan untuk bunuh diri, pengacaranya bertemu dengan Nitschke.

Dari percakapan mereka muncul ide menciptakan alat yang bisa mengakhiri hidup seseorang dengan cepat dan tidak menyakitkan.

Enam tahun kemudian, Nitschke — juga dikenal sebagai Dr Death — hampir menyelesaikan pengembangan 'mesin bunuh diri' yang disebut Sarco.

 

2 dari 2 halaman

Cukup Satu Tombol

Cukup Satu Tombol © Dream

Sarco bekerja dengan menyemburkan gas nitrogen ke dalam kapsul setelah pasien menekan sebuah tombol. Nitrogen ini akan menyebabkan kematian hipoksia pada pasien.

" Orang yang ingin mati tinggal menekan tombol, dan kapsul akan terisi dengan gas nitrogen. Dia akan merasa sedikit pusing tetapi kemudian dengan cepat kehilangan kesadaran dan mati," katanya.

Menurut Nitschke, pemakaian nitrogen untuk menghindari kecemasan dan ketidaknyamanan yang biasanya dikaitkan dengan mati lemas yang disebabkan oleh gas non-nitrogen.

Meskipun yang pro euthanasia menganggap ini sebagai bentuk kematian yang relatif manusiawi, Nitschke mengatakan Sarco masih menghadapi pertentangan.

" Gas mungkin tidak pernah menjadi metode yang dapat diterima untuk euthanasia di Eropa karena konotasi negatif dari Holocaust," kata Nitschke.

" Beberapa bahkan mengatakan bahwa Sarco adalah kamar gas Nazi yang dibesar-besarkan," tambah pria yang menjabat sebagai direktur Exit International - organisasi nirlaba yang mengembangkan Sarco.

Setelah proses hipoksidasi selesai, kapsul yang bisa didaur ulang itu kemudian dapat dilepas dari dasar mesin yang berfungsi sebagai peti mati.

Sarco pertama dengan fungsi penuh akan dibuat akhir tahun ini di Belanda, sebelum dikirim ke Swiss yang memiliki undang-undang euthanasia yang lebih longgar.

(Sumber: The Independent)

Beri Komentar