Korea Selatan Resmi Masuk Resesi, Ekspor Terendah Sejak Separuh Abad Lalu

Reporter : Syahid Latif
Kamis, 23 Juli 2020 11:34
Korea Selatan Resmi Masuk Resesi, Ekspor Terendah Sejak Separuh Abad Lalu
Resesi teknikal yang dialami Korea Selatan kali ini menjadi yang pertama sejak 17 tahun terakhir.

Dream - Korea Selatan menyusul Singapura yang telah lebih dahulu melaporkan mengalami resesi. Akibat aktivitas ekspor yang turun imbas pandemik Covid-19, resesi yang dialami negara K-Pop ini menjadi yang pertama sejak 17 tahun terakhir.

Bank sentral Korea, The Bank of Korea mengumumkan Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang April-Juni 2020 turun 3,3 persen dibandingkan kuartal sebelumnya yang mengalami kontraksi 1,3 persen.

Pelemahan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut yang dialami Korea ini merupakan yang pertama sejak tahun 2003. Penurunan kuartalan juga yang terendah sejak 1998.

 

1 dari 6 halaman

Pajak Mobil dan Rumah Dinaikkan

Ekspor Korea dilaporkan anjlok sampai 16,6 persen, terendah sejak 1963 dan impor melemah 7,4 persen. Konsumsi domestik Korea dilaporkan naik 1,4 persen dengan peningkatan pada pengeluaran untuk barang-barang tahan lama seperti mobil dan perabotan rumah tangga.

" Perekonomian Korea telah menurun sejak Oktober 2017, dan goncangan coronavirus mempercepat laju penurunan ekonomi," kata Direktur Bank of Korea Park Yang-soo dalam keterangan persnya.

Menteri Keuangan Hong Nam-ki mengatakan perlambatan ekonomi global yang belum pernah terjadi sebelumnya menghentikan jalur produksi luar negeri perusahaan-perusahaan Korea di Vietnam dan India, yang semakin membebani ekspor.

 

2 dari 6 halaman

Resesi yang dialami Korea ini terjadi ketika Presiden Moon Jae-in berencana menaikkan pajak properti dan penjualan untuk mengendalikan harga rumah yang melonjak, terutama di Seoul. Kebijakan semacam itu memberi sedikit ruang bagi BOK untuk melonggarkan kebijakan lebih lanjut karena risiko suku bunga yang lebih rendah memberikan terlalu banyak likuiditas di pasar perumahan.

Gubernur BOK Lee Ju-yeol mengatakan pekan lalu penting untuk membiarkan aliran likuiditas melimpah ke sektor-sektor produktif. " Yang paling penting adalah kita memiliki banyak tempat produktif untuk menarik investasi," kata Lee pada konferensi pers.

Lee mengatakan PDB negara itu dapat berkontraksi lebih lanjut tahun ini dari perkiraan bank sentral pertumbuhan minus 0,2 persen pada bulan Mei.

BOK's Park mengatakan bank sentral akan memberikan perkiraan pertumbuhan yang disesuaikan tahun ini pada bulan Agustus.

" Pertumbuhan tahunan tergantung pada seberapa cepat ekonomi akan pulih," kata Park. " Ekonomi Tiongkok pulih tajam. Kita bisa mengikuti langkahnya."

(Sah, Sumber: Asia.Nikkei.com

3 dari 6 halaman

Singapura Umumkan Resesi, Bagaimana Ekonomi Indonesia?

Dream - Perekonomian Singapura dianggap mulai jatuh ke jurang resesi akibat pandemik Covid-19 yang melumpukan aktivitas perdagangan. Penilaian itu muncul setelah pertumbuhan ekonomi Singapura dilaporkan menyentuh minus 41,2 persen di kuartal II-2020 seperti dilaporkan Channel News Asia.

Pada kuartal sebelumnya, Singapura melaporkan pertumbuhan PDB turun 3,3 persen.

Beberapa bulan setelah pembatasan aktivitas masyarakat, roda ekonomi Singapura di bidang konstruksi, retail dan wisata memang terpukul cukup keras. Pemerintah Singapura sudah memperkirakan PDB mereka akan turun 4-7 persen pada tahun ini.

Kondisi ekonomi dari negara yang memiliki daya saing bisnis terbaik di Asia ini memicu pertanyaan tentang perekonomian Indonesia.

Survei yang dilakukan Reuters menyatakan ekonomi negara-negara di Asia Tenggara diperkirakan merosot 37,4 persen dari kuartal ke kuartal. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengingatkan masyarakat bersiap mengalami resesi jika pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III 2020 tetap tumbuh negatif, melanjutkan pertumbuhan negatif yang diperkirakan akan terjadi di kuartal II 2020.

Dari proyeksi yang dibuat pemerintah, ekonomi Indonesia diperkirakan dapat tumbuh positif pada kuartal III. Namun pada saat yang sama, Sri Mulyani juga memperkirakan kemungkinan terburuk perekonomian negara anjlok hingga -1,6 persen pada periode tersebut.

" Kami berharap kuartal III dan kuartal IV 2020 ekonomi tumbuh 1,4 persen. Atau kalau dalam negatif bisa minus 1,6 persen. Itu technically bisa resesi kalau kuartal III negatif," ungkap Sri Mulyani beberapa waktu lalu.

4 dari 6 halaman

Senada, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari memastikan, Indonesia akan masuk resesi jika laju perekonomian pada kuartal III 2020 negatif, menyusul pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 yang diperkirakan -3,8 persen.

" Resesi dipahami secara umum sebagai suatu perlambatan ekonomi dalam kurun waktu sementara seperti yang diproyeksikan terjadi di 2020 ini mulai dari kuartal I 2020," jelas dia kepada Liputan6.com.

Menurut dia, definisi technical recession atau resesi teknik terjadi ketika suatu negara mengalaminya selama dua kuartal atau lebih. Tolak ukur lainnya yakni indikator aktivitas industri (purchasing manager index/PMI) berada di bawah 50.

Wanita yang akrab disapa Puspa ini menyampaikan, Indonesia sempat mengalami hal tersebut pada April dan Mei lalu, dimana PMI negara berada di level 28,6.

" Ini terjadi juga sebelumnya pada kuartal IV 2019, dimana isunya perang dagang," ujar Puspa.

5 dari 6 halaman

Resesi dan Krisis, Lebih Berbahaya Mana?

Ekonom sekaligus Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah, mengatakan resesi itu definisinya secara umum adalah pertumbuhan ekonomi yang negatif selama 2 triwulan berturut-turut.

“ Sebetulnya resesi ini adalah sesuatu yang tidak terlalu berbahaya, karena banyak negara yang mengalami resesi, apalagi di tengah wabah covid-19 ini sudah banyak negara menyatakan secara resmi mengalami resesi,” kata Piter kepada Liputan6.com, Rabu 24 Juni 2020.

Menurut Piter, resesi merupakan siklus bisnis dan sesuatu yang wajar terjadi, yang berbahaya itu bukan resesi tapi krisis, depresi ekonomi.

Apabila suatu negara mengalami krisis sampai terdepresi maka itu yang terjadi bukan sekadar siklus bisnis atau resesi, melainkan kondisinya sudah lebih buruk dari itu.

" Kalau resesi itukan perlambatan ekonominya menurun tapi masih sehat, krisis itu menurun sangat dalam dan sudah tidak sehat, sudah sakit. Nah, dunia usahanya sudah collapse sudah terjadi krisis," ujarnya.

Ia pun merujuk pada krisis yang terjadi tahun 1998, pada saat itu pertumbuhan ekonominya turun sangat dalam, dan perusahaannya banyak yang bangkrut, karena perusahaannya bangkrut maka merambat ke sektor keuangan, non-performing loan (NPL)-nya naik sehingga perbankannya ikut bangkrut.

“ Nah itu yang kita alami di tahun 1997 dan 1998 itu yang lebih berbahaya,” katanya.

6 dari 6 halaman

Namun, lanjut Piter kalau sekadar perlambatan ekonomi turun menjadi negatif seperti sekarang, misalnya kita yakini perkirakan triwulan 2 ini akan minus cukup dalam, Pemerintah saja sudah memperkirakan minus 3,8 persen, bisa lebih besar dari itu.

“ Kemudian triwulan 3 diperkirakan masih negatif tapi lebih kecil negatifnya sampai minus 1 persen. Ini kan udah resesi udah 2 triwulan berturut-turut namanya resesi,” ujarnya.

Sehingga, ia mengatakan tidak apa-apa kita mengalami resesi, karena dunia usaha masih bisa bertahan, dan NPL dari dunia usaha terhadap sektor perbankan juga masih sehat, yakni dibawah 5 persen.

“ Ya gak apa-apa karena kondisi ini memang kondisi yang umum dialami oleh semua negara di dunia yang paling penting adalah kita bisa dengan cepat recovery, sehingga tidak mengalami krisis dunia usaha kita tidak merambat ke sektor keuangan dan kita siap untuk recovery,” pungkasnya.

(Sah, Liputan6.com)

Beri Komentar