Pengusaha Mengungkapkan Proses Sertifikasi Halal. (Foto:Shutterstock)
Dream - Sertifikasi halal terhadap produk makanan dan minuman diberlakukan bulan depan. Meski demikian, pengusaha menilai masih butuh waktu untuk memnberlakukan sertifikasi halal, terutama untuk sektor restoran waralaba.
“ Tentu butuh waktu sertifikasi halal. Saya ingin pengalaman sepuluh tahun,” kata Ketua Umum Waralaba dan Lisensi Indonesia, Levita Supit Ginting, dalam diskusi “ Menyikapi Wajib Sertifikasi Halal” di Jakarta, ditulis pada Kamis 26 September 2019.
Livita kini memiliki sejumlah perusahaan di bidang makanan dan minuman, baik franchisor maupun franchisee. Restoran yang dikelola Levita antara lain Ayam Tulang Lunak Hayam Wuruk, Pancious, dan I-ta Suki Restaurant.
Dalam proses sertifikasi, semua bahan dicek, misalnya kecap dan garam. Jika ada bahan yang tidak mengandung bahan halal, pihak audit meminta restoran untuk mengganti. Tentu saja hal ini akan mengubah rasa dan SOP jika harus ada penggantian dalam operasional restoran, apalagi restoran waralaba.
“ Kalau (bahannya) nggak ada di Indonesia dan tidak halal, itu jadi dilema,” kata dia.
Levita mengatakan, pelaku usaha makanan dan minuman menyambut baik urusan sertifikasi halal. Sertifikasi ini memang bisa memperluas pasar.
Akan tetapi, perlu ada perhatian serius dari pemerintah. Levita tak ingin sertifikasi halal menjadi hambatan dalam berbisnis. Dikatakan bahwa frachise menghasilkan omzet tahunan sekitar Rp200 triliun.
“ Jangan sampai turunkan omzet entrepreneur gara-gara sertifikasi,” kata dia.
Pihaknya juga tak mau jika sertifikasi ini menghambat bisnis dan menjadi peluang bagi oknum. “ Jangan sampai membuka celah untuk bisnis,” kata dia.
Dream – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) sedang dalam proses pengambilalihan wewenang untuk sertifikasi halal. Sebab, mulai 17 Oktober 2019, setiap produk harus mengantongi sertifikasi halal selama lima tahun untuk pembinaan.
Dikutip dari Liputan6.com, Rabu 25 September 2019, sertifikasi halal BPJPH membuat MUI resah karena dipandang bisa memberatkan pelaku bisnis kecil.
Bisnis kecil kini wajib bersertifikat halal sesuai Undang-Undang Jaminan Produk Halal.
Kepala BPJPH Sukoso menyatakan lembaganya siap memberikan layanan gratis bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Namun, penentuan tarif ternyata menjadi wewenang Kementerian Keuangan.
" Tarif itu ditentukan oleh Kementerian Keuangan," ujar Sukoso.
Menurut Sukoso, BPJH merupakan lembaga yang berstatus Badan Layanan Umum (BLU) yang hanya menyusun draft aturan. Selanjutnya draft tersebut akan disampaikan ke Menteri Keuangan untuk mendapat keputusan, termasuk biaya sertifikasi halal.
" Nanti akan keluar kepada keputusan menteri keuangan,” katanya.
Dalam usulannya, BPJH telah merancang kebijakan agar biaya sertifikasi halal untuk UKM ditetapkan mulai dari nol rupiah sampai ada jeda yang diajukan. BPJH juga merancang UKM mana saja yang berhak mendapat biaya gratis tersebut.
“ Jadi, dibebaskan. Tapi kita harus rigid menilai mikro kecil yang mana,” kata dia.(Sah)
Saat ini, Sukoso berkata BPJPH menyiapkan 172 calon auditor halal yang pembekalannya dianggarkan oleh Kementerian Agama. Angka itu masih lebih kecil dari auditor Lembaga Pengawas Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika MUI sejumlah 1.060 orang.
Kinerja BPJPH pun akan berkali-kali lipat lebih besar dari MUI karena akan mensertifikasi usaha mikro dan kecil yang berjumlah lebih dari 1,6 juta. Meski demikian, MUI bersikukuh bahwa kewenangan halal masih di pihak mereka, dan BPJPH hanya mengatur administrasi saja.
(Sumber: Liputan6.com/Tommy Kurnia)
Dream – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Kementerian Perdagangan mendukung Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) untuk menjamin produk halal. Mereka meneken MoU kerja sama dan koordinasi penyelenggaraan jaminan produk halal.
Dikutip dari Liputan6.com, Selasa 24 September 2019, penandatanganan dilakukan Ketua BPKN, Ardiansyah Parman, dan Ketua BPJPH, Sukoso, dalam acara Forum Group Discussion di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat.
" Tantangan ke depan adalah ada jutaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang juga tentunya mengharapkan sertifikasi halal terutama pangan, obat, kosmetik dan sebagainya begitu besar. Perlu kerja sama yang baik ke semua pihak," kata Ardiansyah di Jakarta.
Pihak MUI menyebut substansi halal harus berada di tangan MUI dan pemerintah hanya sebagai administrator. Hal ini ditekankan oleh Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Halal MUI, Sumunar Jati.
“ Hakekatnya ketika administrasi pemerintah yang berfungsi sebagai administrasi dan fasilitasinya. Substansinya tetap di MUI ini yang perlu ditekankan. Administrasi maupun fasilitasi ini adalah pemerintah dan penegak hukum,” kata Sumunar.
MUI dan BPJH menanti Peraturan Menteri Agama terbit. Regulasi ini merupakan turunan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH). Sumunar berharap persyaratan di regulasi itu tak terlalu menyulitkan. Sebab, fatwa MUI ini bersifat dinamis.
Dia juga mengharapkan sertifiasi secara administrasi tak lebih menyulitkan dari yang diterapkan MUI, terutama untuk UMKM.
Menanggapi pernyataan Sumunar, Sukoso berjanji biaya pengajian sertifikasi tidak terlalu mahal. Saat ini, sertifikasi halal MUI bertarif Rp2,5 juta untuk dua tahun.
" Kami mengajukan tarif UMK, Mikro kecil, dari nol rupiah sampai ada jeda. Jadi dibebaskan, tapi kita harus rigid menilai mikro kecil yang mana," kata dia.
(Sumber: Liputan6.com/Tommy Kurnia)
Advertisement
7 Pemandian Air Panas Garut, Bisa Healing Menghempas Lelah
Gunung Gede Ditutup untuk Pendakian, Kondisinya Penuh Sampah
Ayu Ting Ting Buat Kue Sendiri Khusus Untuk Picnic Story
13 Komunitas Kanker di Indonesia, Beri Dukungan Luar Biasa Bagi Para Penyintas
400 Kue Ramaikan Picnic Story, Buat Piknik Jadi Makin Seru