Peneliti: Produk Keuangan Syariah Mulai Kehilangan Ciri Khas

Reporter : Syahid Latif
Kamis, 21 Mei 2015 21:01
Peneliti: Produk Keuangan Syariah Mulai Kehilangan Ciri Khas
Hanya beberapa negara yang bisa mempertahankan keunikan produk keuangan syariah.

Dream - Sistem ekonomi syariah beberapa tahun terakhir terus berkembang sangat pesat. Menawarkan banyak keuntungan dan kemudahan, sistem ini mampu memikat kalangan pelaku bisnis. Konsep larangan pengenaan bunga dan spekulasi dalam industri keuangan membuatnya jadi sistem alternatif.

Di tengah booming tersebut, hasil penelitian Islamic Financial Service Board (IFSB), Malaysia justru menemukan perkembangan ekonomi syariah paling mutakhir tidak lagi mempertahankan ciri khasnya.

Salah satunya adalah konsep penerbitan obligasi syariah (sukuk) kini sudah menjauh dari pola bagi hasil. Posisi ini tentunya berisiko melemahkan produk keuangan syariah itu sendiri.

Menurut laporan IFSB, selama empat bulan pertama tahun 2014, seluruh sukuk yang baru diterbitkan menggunakan kontrak risk-sharing yang porsinya kurang dari tujuh persen. Sisanya justru menggunakan kontrak berbasis penjualan. Hal ini menyebabkan, sukuk akan dinilai dengan pendekatan dan harga yang sama dengan obligasi konvensional.

“ Akibatnya, jika ada kesulitan dalam sistem keuangan global, bahkan kalau itu berasal dari obligasi konvensional, tentu saja akan berdampak pada stabilitas pasar sukuk,” tulis IFSB dalam penelitiannya seperti dikutip Dream dari laman CNBC, Kamis, 21 Mei 2015.

Laporan IFSB ekonomi syariah juga menemukan kekurangan data resmi untuk memantau dan mengawasi laju industri keuangan syariah. Sejumlah pemerintah dan swasta memang pernah mengumpulkan informasi namun tidak komprehensif dan di bawah standar.

Pada April 2014, IFSB mengeluarkan database indikator industri yang meliputi 15 negara untuk mengisi kekosongan data tersebut.

Berdasarkan database itu, ekonomi syariah di beberapa negara seperti Kuwait dan Qatar nampak punya peranan penting secara sistemik. Dan berhasil mendapat keuntungan yang lebih banyak berkat dukungan pemerintah seperti terjadi di Palestina dan Turki.

Namun, pertumbuhan ekonomi syariah menyaratkan pula adanya beberapa peraturan lain seperti perlindungan konsumen atau pinjaman syariah. Sayangnya, peraturan-peraturan seperti ini masih langka, belum banyak negara yang menggunakan ekonomi syariah turut pula menerapkan aturan tersebut.

Berdasarkan data IFSB, dari 24 negara yang mereka survei, hanya Bahrain, Malaysia, Nigeria dan Sudan yang sudah menerapkan. Sedangkan 15 negara lainnya menyatakan, masih akan mempertimbangkan penerbitan peraturan semacam itu dalam waktu satu hingga lima tahun mendatang.

(Laporan: Kurnia Yunita Rahayu)

Baca Juga: Sanjungan Inggris Rayu RI Jadi Mitra Keuangan Syariah Sambangi Jokowi, Presiden Bank Dunia Tawari Utang Rp 144 T Isu Beras Plastik, Distributor Beras Malaysia Angkat Bicara Dicari, Dana `Halal` Rp 2.363 Triliun untuk Proyek Syariah Batas Uang Muka KPR dan Kredit Motor Bakal Diturunkan Aset BUMN Rp 4.500 Triliun, Jokowi: Angka yang Sangat Besar! Presiden Bank Dunia: Indonesia Sepatutnya Bangga

Beri Komentar