Alasan RI Larang Bisnis `Thrifting`, Menteri Teten Masduki: `Malu Jika Pilih Impor Bekas Ketimbang Brand Lokal`

Reporter : Okti Nur Alifia
Selasa, 21 Maret 2023 06:36
Alasan RI Larang Bisnis `Thrifting`, Menteri Teten Masduki: `Malu Jika Pilih Impor Bekas Ketimbang Brand Lokal`
Praktik thrifting dinilai dapat menghancurkan industri pakaian dan alas kaki nasional. Dampaknya banyak UMKM gulung tikar dan kehilangan pekerjaan.

Dream - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menjelaskan pelarangan impor pakaian bekas atau thrifting dilakukan karena dapat menghancurkan industri pakaian dan alas kaki nasional. Dalam jangka panjang, UMKM bisa gulung tikar dan kehilangan pekerjaan jika praktik ilegal itu terus dibiarkan.

Merujuk data Sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, industri tekstil dan produk tekstil (TPT), pengolahan kulit dan alas kaki didominasi sektor mikro dan kecil dengan porsi 99,64 persen.

" Jika sektor ini terganggu, akan ada banyak orang kehilangan pekerjaan," kata Teten dikutip dari laman Kementerian Koperasi dan UKM, Senin, 20 Maret 2023.

Tak hanya dari sisi jumlah, proporsi tenaga kerja yang bekerja di industri TPT dan alas kaki pada industri besar dan sedang (IBS) juga cukup besar. Sumbangannya terhadap total angkatan kerja bahkan mencapai 3,45 persen. 

Khusus perusahaan skala UMKM, pebisnis yang menjalankan usaha pakaian mencapai 591.390 dan menyerap 1,09 juta tenaga kerja.

Lebih jauh, Teten mengatakan maraknya aktivitas impor ilegal pakaian bekas di Indonesia juga bisa menganggu pendapatan negara. Menurut Statistik BPS pada tahun 2022, sektor Industri Pengolahan menyumbang 18,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Dari sumbangan tersebut, Industri Pengolahan TPT berkontribusi sebesar Rp201,46 triliun atau 5,61 persen PDB. Sementara, sektor Industri Pengolahan dan Industri Pengolahan Barang dari Kulit dan Alas Kaki berkontribusi sebanyak Rp48,125 Triliun atau 1,34 persen PDB Industri Pengolahan.

1 dari 3 halaman

Kebanjiran Limbah Tekstil

Aktivitas tersebut juga bisa membuat Indonesia kebanjiran limbah tekstil. Teten mengatakan, pada tahun 2022, berdasarkan data dari SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional) KLHK, tekstil menyumbang sekitar 2,54 persen dari total sampah nasional berdasarkan jenis sampahnya.

Estimasinya mencapai 1,7 ribu ton per tahun. Sumbangan sampah tekstil ini bisa semakin menggunung. 

Berkaca dari laporan greenpeace berjudul “ Poisoned Gifts”, sebanyak 59,000 ton sampah tekstil didatangkan ke Chile dari berbagai penjuru dunia.

Ironisnya, sampah-sampah ini menumpuk hingga menjadi gunung di Atacama. Kebanyakan sampah-sampah tekstil ini juga berasal dari pakaian bekas impor yang tidak terjual lagi.

2 dari 3 halaman

Strategi KemenKopUKM

Pada 2021, KemenKopUKM telah meminta dan bersepakat dengan Shopee dan Lazada untuk menutup akses masuk (seller crossborder) 13 produk dari luar negeri. Alasannya, ke-13 item produk ini sudah banyak diproduksi oleh ibu-ibu, perempuan Indonesia di sejumlah daerah.

Ke-13 produk tersebut adalah hijab, atasan muslim wanita, bawahan muslim wanita, dress muslim, atasan muslim pria, bawahan muslim pria, outerwear muslim, mukena, pakaian muslim anak, aksesoris muslim, peralatan sholat, batik dan kebaya. 

Pemerintah juga menghadirkan program untuk mendukung industri TPT, salah satunya Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia yang dilakukan sejak 2021 di setiap Provinsi secara bergantian, yang menampilkan produk produk wastra, fashion dan produk industri kreatif lainnya. 

3 dari 3 halaman

Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Pemerintah pun menghadirkan kebijakan afirmatif, dengan alokasi 40 persen belanja barang/jasa Kementerian/Lembaga untuk pengadaan oleh UMK dan Koperasi termasuk pakaian dan alas kaki serta belanja BUMN melalui Pasar Digital UMKM (PaDi) BUMN dengan nilai transaksi tahun 2022 sebesar Rp22 triliun.

Teten menyampaikan bahwa pemerintah ingin menjadikan pelaku UMKM menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Di mana ada kebanggaan setiap warga membeli dan menggunakan produk UMKM.

“ Mari lihat Korea Selatan dengan branding Korean Wave yang telah berhasil mempengaruhi perilaku hampir seluruh wilayah Asia, terutama merek pakaian Korea dan budaya K-Popnya. Alangkah malunya jika kita lebih memilih impor pakaian bekas ketimbang menggunakan brand fesyen lokal UMKM yang sudah mulai berkembang seperti Hammer, Eiger, Danjyo Hiyoji, Sejauh Mata Memandang, Cotton Ink, Monday to Sunday, Monstore, Nikicio, Toton, Et cetera, Major Minor, Rêves Studio,"  tutup Teten.

 

Beri Komentar