Shutterstock
Dream - Perundungan atau bullying menjadi fenomena yang selalu menjadi perhatian di dunia. Kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang ini biasanya untuk menunjukkan kuasa dan pembuktian diri lebih kuat dibanding yang lain.
Yang memprihatinkan banyak orang yang tak menyadari telah melakukan tindakan perundungan. Mereka berdaliah hanya membuat lelucon atau candaan kepada teman bermain atau rekan kerja.
Perundungan memang bisa ditemui di mana saja. Di sekolah, universitas bahkan di lingkungan kerja sekalipun.
“ Perundungan di lingkungan kerja atau workplace bullying ini bisa berbentuk kekerasan fisik, verbal, pengucilan, pemboikotan, sabotase pekerjaan, dan lainnya,” jelas Pingkan Rumondor, Psikolog Klinis Dewasa pada konferensi virtual Zero Tolerance for Workplace Bullying, 15 November 2021.
Aksi bullying di tempat kerja tidak selalu berbentuk kekerasan fisik dan verbal secara langsung saja. Kekerasan verbal via telepon maupun chat yang mempermalukan satu pihak masih termasuk ke dalam tindakan bullying.
Aksi workplace bullying biasanya melibatkan tiga pihak. Pihak pertana adalah pelaku yang kebanyakan menyerang titik lemah target. Hal ini mereka lakukan agar terlihat berkuasa sehingga menutupi rasa malu terhadap ketidakmampuan atau ketidakpuasan dalam dirinya.
Pihak kedua adalah target yang secara sengaja dipermalukan sehingga dapat mengalami berbagai efek psikologis. Para korban bisa menghadapi masalah kecemasan, gejala depresi, hingga gejala post-traumatic stress disorder yang berdampak pada terganggunya keseharian dan produktivitas.
Terakhir adalah saksi. Jika saksi tidak memiliki pemahaman yang cukup mengenai cara menghadapi situasi workplace bullying, seringkali saksi mata hanya berdiam diri. Selain itu muncul kecenderungan saksi tidak tergerak untuk menolong karena menunggu orang lain bergerak lebih dulu, atau disebut juga bystander effect.
“ Padahal, saksi memiliki peranan yang krusial untuk mengintervensi perilaku tidak menyenangkan tersebut,” tambah dr Pingkan.
Terkadang seseorang sering merasa bingung membedakan perbedaan bullying dan bercanda. Takut dikatakan mudah baper atau bawa perasaan membuat korban menutupi dan memendam perasaan setelah mengalami bullying.
" Bedakan saja jika salah satu pihak merasa terintimidasi dan tidak nyaman, maka itu adalah tindakan bullying. Namun jika masing-masing pihak merasa terhibur, maka ini adalah tindakan bercanda," tambah dr. Pingkan.
Pahami apa saja tindakan penindasan dan kenali batasan personal diri. Jika ada hal yang merugikan secara fisik dan mental, maka kamu berhak untuk menolak tindakan tersebut.
“ Kalau kita merasa terintimidasi dan merasa keberatan akan tindakan yang dilakukan orang lain, komunikasikan keberatan kita. Lalu terbukalah dengan HR dan atasan,” tambah Pingkan.
Lalu bagaimana jika atasan yang melakukan bullying? Maka sebaiknya bangun relasi dengan leader di divisi lain.
“ Bangun juga relasi dengan leader di divisi lain, jadi kita tetap punya teman bicara ketika atasan yang memang melakukan bullying,” tambah dr. Pingkan.
Beranilah untuk berbicara dan melawan workplace bullying. Sikap asertif untuk menolak sesuatu yang mengusik psikologis diri sendiri menjadi hal yang penting.
Namun selain itu, mereka juga harus percaya bahwa mereka terlindung di bawah perusahaan yang memiliki kebijakan kuat terhadap segala bentuk diskriminasi dan bullying.
Karyawan bekerja di lingkungan yang penuh keberagaman, berbagai suku dan latar belakang. Menghormati hak asasi manusia, dan memberikan kesempatan yang setara tanpa diskriminasi itu menjadi hal penting.
Untuk itu, perusahaan menindak tegas perilaku menyinggung, mengintimidasi, atau menghina, termasuk segala bentuk pelecehan atau bullying atas dasar perbedaan ras, usia, peran, gender, agama, kondisi fisik, kelas sosial, hingga pandangan politik sekalipun.
“ Dalam mengatasi aksi workplace bullying, kami memiliki jalur pengaduan khusus yang disebut Speak-Up Channel, sebuah Whistleblower System dengan jaminan kerahasiaan penuh sebagai salah satu sarana bagi karyawan untuk menyampaikan adanya penyimpangan terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku,” jelas Kristy Nelwan, Head of Communications PT Unilever Indonesia pada kesempatan yang sama.
Unilever juga aktif mendorong karyawan untuk bertanggung jawab dan berinisiatif jika melihat potensi pelanggaran.
Advertisement
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Cetak Sejarah Baru! 'Dynamite' BTS Jadi Lagu Asia Pertama Tembus 2 Miliar di Spotify dan YouTube
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`