Obat Avigan (Favipiravir) Untuk Pasien Covid-19 (Foto: Shutterstock)
Dream - Sejumlah alat kesehatan antara lain test kit untuk Covid-19 termasuk obat-obat tengah disiapkan presiden Jokowi untuk menangani meningkatnya penularan corona virus di Indonesia. Diketahui ada dua obat yang digunakan untuk terapi Covid-19 di Indonesia.
" Obat ini sudah dicoba oleh satu, dua, tiga negara dan memberikan kesembuhan yaitu Avigan. Kita telah mendatangkan 5.000, akan kita coba dalam proses pemesanan. Klorokuin, kita sudah siap 3 juta. Kecepatan ini yang ingin saya sampaikan bahwa kita tidak diam," ungkap Presiden Jokowi dalam konfrensi pers, Jumat Maret 2020.
Lalu apa itu obat Avigan? Avigan memang bukan obat khusus untuk terapi Covid-19, namun obat ini digunakan digunakan di China untuk menangani pasien Covid-19. Avigan merupakan obat influenza yang banyak digunakan di Jepang.
Zhang Xinmin, seorang pejabat di Kementerian Ilmu pengetahuan dan Teknologi China, mengatakan kalau Favipiravir (Avigan), yang dikembangkan oleh anak perusahaan Fujifilm, telah menghasilkan efek yang menggembirakan dalam uji klinis di Wuhan dan Shenzhen dengan melibatkan 340 pasien.
" Ini memiliki tingkat keamanan yang tinggi dan jelas efektif dalam perawatan," kata Zhang, seperti dikutip dari The Guardian.
Pasien yang diberi obat Avigan di Shenzhen statusnya berubah negatif dari virus setelah rata-rata empat hari positif Covid-19. Selain itu, sinar-X mengkonfirmasi peningkatan kondisi paru-paru pada sekitar 91% pasien yang diobati dengan Favipiravir, dibandingkan dengan 62% atau mereka yang tidak menggunakan obat. Fujifilm Toyama Chemical Jepang tak mau berkomentar terkait penggunaan produk mereka dalam kasus Covid-19.
Chloroquine merupakan obat anti malaria yang telah digunakan selama sekitar 70 tahun. Obat ini merupakan kandidat potensial untuk obat SARS-CoV-2, atau yang lebih kita kenal dengan virus corona, virus penyebab Covid-19.
Obat ini tampaknya dapat memblokir virus dengan mengikat diri ke sel manusia dan masuk untuk mereplikasi. Obat ini juga merangsang kekebalan tubuh. Pada 4 Februari, sebuah studi di Guangdong, China, melaporkan bahwa chloroquine efektif dalam memerangi virus corona.
Para dokter di Marseille, bagian selatan Prancis mengklaim pasien berhasil diobati dengan obat malaria chloroquine. Pada sebuah studi, 20 dari 36 pasien diberikan obat tersebut. Setelah 6 hari, 70% pasien tersebut dinyatakan sembuh, virus tidak lagi ada di sampel darah, dibandingkan 12,5% pasien grup kontrol.
Dokter di Australia dan China juga telah melihat hasil yang menjanjikan dari chloroquine dan berharap bisa memulai uji coba dalam beberapa minggu ke depan.
Robin May, profesor penyakit menular di University of Birmingham, mengatakan bahwa prosesnya belum dipahami dengan baik. Namun, ia berspekulasi bahwa proses yang disebut " endositosis" , yaitu virus masuk ke inang, mungkin ada hubungannya dengan itu.
“ Ini berarti bahwa virus pada awalnya dimasukkan ke dalam 'kompartemen' intraseluler yang biasanya bersifat asam. Chloroquine akan mengubah keasaman kompartemen ini, yang dapat mengganggu kemampuan virus untuk melarikan diri ke sel inang dan mulai mereplikasi,” katanya.
" Kemungkinan lain adalah bahwa chloroquine dapat mengubah kemampuan virus untuk mengikat bagian luar sel inang, yang merupakan langkah penting pertama untuk masuk."
Selama sekitar 10 tahun telah ada penelitian yang melaporkan efek anti-virus chloroquine dan itu digunakan untuk mengobati pasien dalam wabah sindrom pernapasan akut (SARS) yang parah dari 2002 hingga 2003.
" Chloroquine menerima perhatian yang relatif sedikit ketika wabah SARS menghilang. Menyadari bahwa virus Covid-19 saat ini adalah kerabat dekat, beberapa peneliti telah menguji apakah klorokuin mungkin digunakan untuk terapi pandemi saat ini," kata Dr Andrew Preston, peneliti microbial pathogenesis di University of Bath, seperti dikutip Telegraph.
Tidak. Murah dan relatif mudah dibuat. Perusahaan farmasi Prancis Sanofi telah menawarkan untuk membagikan jutaan bungkus obat dan mengatakan mereka memiliki cukup untuk merawat 300.000 pasien.
Sayangnya, uji klinis skala penuh sepertinya perlu dilakukan sebelum diberikan ke pasien COVID-19. Sebab dalam sebuah konferensi pers pada 20 Februari, Janet Diaz, kepala perawatan klinis dalam Program Keadaan Darurat WHO, mengatakan bahwa " untuk chloroquine, tidak ada bukti bahwa itu adalah pengobatan yang efektif saat ini.
" Pada saat penulisan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa " sampai saat ini, tidak ada vaksin dan tidak ada obat antivirus khusus untuk mencegah atau mengobati COVID-2019."
Laporan Fitri Syarifah/ Liputan6.com
Advertisement
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Kebiasaan Pakai Bra saat Tidur Berbahaya? Cari Tahu Faktanya