Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Ranitidin, obat yang kerap diresepkan bagi penderita masalah lambut baru saja ditarik oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dari pasaran. Hal ini lantaran ranitidin yang terkontaminasi N-Nitrosodimethylamine (NDMA).
Penarikan diumumkan pada Sabtu, 5 Oktober 2019 kemarin, setelah pihak pengawas obat Amerika Serikat menyebut terjadi pencemaran NDMA pada Ranitidin pada September lalu. Terkait hal tersebut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI akhirnya mengambil tindakan.
" Berdasarkan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan, Badan POM memerintahkan kepada industri farmasi pemegang izin edar produk tersebut untuk melakukan penghentian produksi dan distribusi serta melakukan penarikan kembali (recall) seluruh bets produk dari peredaran (terlampir)," terang BPOM dalam akun instagram @bpom_ri.
Ranitidin sendiri merupakan obat yang sebelumnya telah mendapat persetujuan untuk diedarkan di Indonesia sejak 1989. Obat ini biasa digunakan untuk mengatasi gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus.
Penarikan sejumlah produk ranitidin diketahui karena berada di atas nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan yaitu 96 ng/hari (acceptable daily intake). Konsumsi ranitidin di atas ambang batas secara terus-menerus dalam jangka lama bisa membuat bahan ini memicu kanker.
Sejumlah produk yang ditarik dari pasaran adalah Ranitidine berbentuk cairan injeksi 25 mg/mL keluaran PT Pharos tbk, Zantc cairan injeksi 25 mg/mL keluaran PT Glaxo Wellcome Indonesia (sukarela ditarik sendiri oleh perusahaan), Rinadin sirup 75 mg/5mL keluaran PT Global Multi Pharmalab, serta Indoran cairan injeksi keluaran PT Indofarma. Saat ini BPOM juga masih melakukan riset lebih lanjut.
Ranitidin adalah obat yang digunakan untuk mengatasi gejala atau masalah yang terjadi akibat adanya produksi asam yang berlebihan di dalam lambung. Obat ini merupakan obat golongan penghambat histamin-2 atau H2 (H2 blocker).
Menurut dr. M. Dejandra Rasnaya dari KlikDokter, produksi cairan asam yang terjadi di lambung dilakukan oleh sel yang bernama sel parietal yang terletak di dinding lambung. Terdapat beberapa reseptor yang terletak di sel parietal tersebut yang berperan menghasilkan asam lambung, di antaranya reseptor gastrin, asetilkolin, dan histamin-2.
“ Ketiga reseptor tersebut akan reaktif terhadap hormon dan neurotransmiter. Dengan demikian, ranitidin yang termasuk golongan penghambat histamin-2 akan berperan menghambat jalur reseptor tersebut. Produksi asam lambung dari sel parietal pun akan berkurang,” jelasnya.
Kondisi asam lambung berlebih dapat menyebabkan berbagai gangguan penyakit. Contohnya dispepsia, gastritis atau peradangan lambung, tukak lambung, tukak usus dua belas jari, dan asam lambung yang naik ke kerongkongan atau GERD.
Berbagai gangguan penyakit di atas seharusnya bisa diatasi dengan mengonsumsi ranitidin, sebenarnya masalah di atas bisa teratasi.
NDMA alias N-nitrosodimethylamine dikenal sebagai kontaminan dalam lingkungan. Senyawa ini juga sering ditemukan dalam produk daging, keju, ikan panggang, bir, bahkan air.
Lembaga kesehatan EMA maupun FDA mengategorikan NDMA sebagai zat yang mungkin dapat menyebabkan kanker (probable human carcinogen). Hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap beberapa jenis hewan. NDMA diketahui dapat memicu kanker hati, lidah, esofagus (kerongkongan), paru, pankreas, ginjal, dan kandung kemih.
Tidak sekadar itu, NDMA juga dapat menyebabkan beberapa gangguan kesehatan lain. Diketahui bahwa paparan NDMA pada manusia dapat menyebabkan gejala mual, muntah, sakit kepala, dan badan lemas. Gejala-gejala tersebut terjadi secara akut atau dalam waktu segera.
Bila terpapar dalam jangka waktu lama (kronik), NDMA dapat menimbulkan kerusakan hati. Tanda dan gejala gangguan hati adalah kulit dan bagian putih pada mata tampak kuning (jaundice), kaki bengkak, perut membesar, dan kelainan darah seperti penurunan keping darah (trombosit) yang menyebabkan gangguan perdarahan.
Sayangnya, obat tersebut kini ditarik oleh BPOM dan tidak dianjurkan untuk dikonsumsi lagi. Anda yang sudah terbiasa dan merasa cocok dengan ranitidin pun mungkin bingung memilih alternatif obat untuk mengatasi masalah asam lambung.
Menanggapi hal tersebut, ahli pencernaan sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Ari Fahrial Syam mengatakan, untuk mengetahui obat apa yang bisa menjadi alternatif pengganti ranitidin, pasien harus berkonsultasi dulu ke dokter.
Menurutnya, obat pengganti ranitidin itu banyak. Misalnya obat penghambat pompa proton, seperti omeprazole dan lain sebagainya. Senada dengan hal tersebut, dr. Adeline Jaclyn dari KlikDokter, menjelaskan bahwa omeprazole atau antasida (baik tablet kunyah maupun cairan) ampuh membantu mengatasi asam lambung.
“ Untuk antasida, obat itu juga lebih gampang dicari oleh orang. Obat ini umum dan bisa dibeli secara bebas. Untuk omeprazole, lansoprazole, esomeprazole, dan lain-lain, sebaiknya tidak dibeli secara bebas karena ditakutkan bisa tak tepat sasaran dan salah dosis,” jelas dr. Adeline.
Laporan Rizky Wahyu Permana/ Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya