Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream – Umat Muslim di seluruh dunia begitu antusias dalam menyambut datangnya hari raya Idul Fitri atau lebaran. Awal Syawal sebagai pertanda masa berakhirnya menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Di Indonesia terdapat beragama tradisi untuk merayakan lebaran. Tradisi ini terus dipertahankan di tengah masyarakat. Meski pun sejak pandemi corona, beberapa tradisi ini dihentikan sementara agar tak menimbulkan kerumunan.
Berbagai tradisi ini bertujuan untuk merayakan hari kemenangan dan mempererat silahturrahmi. Hal ini pun menjadi kekayaan budaya Indonesia yang harus terus dijaga.
Apa saja ragam tradisi merayakan lebaran di berbagai daerah di Indonesia? Simak ulasannya berikut ini.
Bedulang merupakan tradisi merayakan lebaran yang berasal dari Bangka Belitung. Bedulang memiliki makna makan bersama. Penyajiannya pun cukup unik yakni dengan menggunakan tudung saji. Sehingga disebut dengan nama Bedulang.
Untuk menyantap makanan saat Bedulang, masyarakat diharuskan menggunakan tangan. Sehingga harus mencuci tangan terlebih dahulu. Nah, aturan mencuci tangannya pun tetap ada yaitu orang yang lebih tua terlebih dahulu baru dilanjutkan oleh anak yang lebih muda.
Festival Tumbilotohe ini berasal dari Gorontalo. Menurut tradisi, para warga Gorontalo akan menyalakan lampu yang berbahan minyak tanah yang nantinya bakal menerangi sepanjang jalan di kota Gorontalo.
Tujuannya sebenarnya yaitu untuk menerangi jalan agar warga desa bisa dengan mudah melaluinya saat membagikan zakat. Biasanya tradisi ini juga dimeriahkan dengan tabuhan bedug dan meriam dari bambu.
Ronjok Sayak atau Bakar Gunung Api berasal dari Bengkulu. Tradisi ini sudah dilakukan selama ratusan tahun oleh Suku Serawai dan selalu dilakukan saat malam takbiran.
Biasanya Suku Serawai akan menyusun batok-batok kelapa hingga menjulang tinggi lalu kemudian dibakar di depan rumah masing-masing. Masyarakat Bengkulu memiliki kepercayaan bahwa api adalah penghubung antara manusia dengan leluhur mereka.
Tradisi Meugang biasanya dilakukan oleh semua warga di sebuah kampung di Aceh. Dimana mereka akan berkumpul di masjid untuk memasak daging dan menyantapnya bersama-sama.
Selain itu, daging yang ada juga biasanya dibagikan kepada sesama yang membutuhkan sebegai bentuk saling berbagi di bulan Ramadan.
Tradisi yang dilakukan oleh penduduk Leihitu, Maluku Tengah ini bisa dibilang cukup ekstrem. Tradisi yang digelar pada hari ke-7 Lebaran ini biasanya dilakukan oleh perwakilan pria dari masing-masing desa yang meliputi desa Morella dan desa Mamala.
Para perwakilan dari masing-masing desa akan berkumpul di halaman masjid besar dan mereka akan saling memukul punggung satu sama lain menggunakan lidi dari pohon enau. Tradisi ini berlangsung selama sekitar 30 menit dan biasanya akan membuat kulit sobek hingga berdarah-darah.
Tradisi yang dilakukan oleh penduduk Pontianak ini sudah dijalankan selama 200 tahun lebih. Festival Meriam Karbit sendiri menggunakan meriam yang terbuat dari bambu besar dan diletakkan di pinggir Sungai Kapuas.
Menjelang malam takbiran, para warga Pontianak akan berkumpul di sekitar pinggir sungai untuk menyalakan meriam-meriam besar tersebut sebagai tanda datangnya hari kemenangan.
Saat Lebaran tiba para umat Muslim di Bali juga merayakan sebuah tradisi bernama Ngejot. Dalam tradisi ini, umat Muslim di Bali akan membagi-bagikan makanan bagi semua warga tanpa membedakan agama yang dianutnya.
Tradisi yang dilakukan setiap tahun ini bertujuan menciptakan hubungan yang harmonis antar umat beragama di Bali. Ternyata, tradisi Ngejot juga sering dilakukan oleh umat Hindu di Bali saat mereka merayakan hari besar agama Hindu.
Tradisi Perang Topat di Lombok juga bertujuan untuk mempererat hubungan antara umat beragama. Perang Topat yang berarti perang ketupat ini dilakukan oleh suku asli Lombok, yaitu Suku Sasak dan biasanya dilakukan saat hari ke-6 Lebaran.
Tradisi ini dimulai dengan mengarak hasil bumi, kemudian dilanjutkan dengan saling lempar ketupat yang dipercaya akan mengabulkan doa dan permohonan mereka.
Perayaan Grebeg Syawal merupakan tradisi rutin dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta. Grebeg Syawal adalah tradisi keraton untuk menyambut 1 syawal.
Biasanya perayaan ini akan diawali dengan para warga mengarak bermacam-macam hasil bumi yang disusun rapi berbentuk kerucut berukuran besar dari Pagelaran Keraton menuju halam masjid agung Kauman. Setelah didoakan, hasil bumi tadi biasanya akan diambil oleh warga hadir dengan penuh antusias.
(Sumber: Brilio.net)