Ilustrasi (Foto: Shutterstock.com)
Dream - Umat Islam mengenal Hari Tasyrik. Hari yang diharamkan untuk melaksanakan puasa sunah.
Hari tersebut jatuh pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Lebih tepatnya tiga hari setelah Idul Adha.
Pengharaman puasa tersebut didasarkan pada hadis riwayat Imam Muslim dari Nubaisyah Al Hudzali.
Rasulullah Muhammad SAW bersabda, " Hari-hari Tasyrik adalah hari-hari makan dan minum."
Selama empat hari ini yaitu mulai 10 hingga 13 Dzulhijjah, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan kurban dengan menyembelih hewan halal. Dagingnya untuk dibagikan kepada orang lain terutama kaum mustadhafin.
Tetapi, mungkin ada sebagian Muslim yang punya utang puasa. Karena puasa sunah dilarang, bagaimana hukumnya dengan qadha puasa dilakukan di Hari Tasyrik?
Dikutip dari Bincang Syariah, para ulama menyatakan tidak ada rukhsah untuk bisa melakukan puasa di Hari Tasyrik. Hal ini juga berlaku untuk qadha puasa Ramadan maupun puasa fardlu lainnya.
Dasar dari pendapat ini adalah hadis riwayat Imam Bukhari dari Aisyah RA dan Ibnu Umar RA.
" Tidak ada keringanan pada hari-hari Tasyriq untuk berpuasa kecuali bagi orang-orang yang tidak menemukan hadyu."
Hadis ini menjelaskan mengenai larangan puasa apapun. Tetapi, larangan ini tidak berlaku untuk umat Islam yang melaksanakan haji tamattu' (mendahulukan umroh dari haji) dan haji qiran (menggabungkan umroh dan haji) yang tidak menemukan hadyu atau hewan yang disembelih untuk pembayaran dam.
(ism, Sumber: Bincangsyariah.com)
Dream - Umat Islam di seluruh dunia baru saja merayakan Idul Adha yang saban tahun jatuh pada 10 Dzulhijjah. Salah satu wujud perayaan tersebut yaitu dengan berkurban.
Ketika Idul Adha, umat Islam dilarang melaksanakan puasa, baik fardu maupun sunah. Larangan ini tetap berlaku tiga hari setelahnya, pada 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Dalam kajian fikih, tiga hari tersebut dinamai dengan Tasyrik. Ketiganya juga termasuk dalam lima hari yang diharamkan puasa selain Idul Fitri dan Idul Adha.
Dikutip dari Islami.co, Syeikh Abu Suja' dalam Matan Al Ghayah wa Al Taqrib menyatakan kedudukan tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah sama dengan dua hari raya.
Dalam hadis riwayat Imam Muslim, Rasulullah Muhammad SAW menyebut tiga tanggal di atas sebagai Hari Mina.
Rasulullah SAW bersabda, " Hari-hari Mina adalah hari-hari makan, minum dan berzikir kepada Allah."
Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim memberikan penjelasan mengenai Hari Mina dalam hadis di atas. Maksud dari Hari Mina yaitu Hari Tasyrik, tiga hari setelah Idul Adha.
Allah menciptakan Tasyrik sebagai hari istimewa. Umat Islam diperintahkan untuk banyak berzikir di hari-hari tersebut.
Mengenai puasa, Abu Bakar bin Muhammad Al Husaini menjelaskan awalnya orang yang berhaji tamattu' dan tidak punya hewan kurban dibolehkan berpuasa di Hari Tasyrik.
Tetapi, ketentuan itu kemudian diubah dan dinyatakan puasa saat Tasyrik terlarang secara mutlak dan berlaku untuk semua orang Islam.
Mengenai hari Tasyrik sehingga terlarang berpuasa dijelaskan oleh Ibnu Rajah dalam Lathaif Al Ma'arif.
" Larangan berpuasa pada Hari Tasyrik karena hari raya umat Islam, disamping Hari Raya Kurban. Oleh sebab itu, menurut mayoritas ulama, tidak diperbolehkan berpuasa di Mina maupun di tempat lain. Berbeda dengan pendapat Atha yang mengatakan bahwa larangan berpuasa di hari tasyrik khusus bagi orang yang tinggal di Mina. Ketika orang-orang yang bertamu di rumah Allah merasa capek, karena perjalanan yang begitu berat, lelah setelah menjalankan ihram dan kesungguhan untuk melaksanakan manasik-manasik haji dan umroh, maka Allah mensyariatkan kepada mereka untuk beristirahat di Mina pada hari kurban dan tiga hari setelahnya. Allah memerintahkan mereka untuk menyantap daging sembelihan mereka, karena kasih sayang Allah kepada mereka."
Itulah alasan diharamkannya puasa saat Tasyrik. Karena hari ini merupakan hari ditebarnya kasih sayang Allah. Jika tetap berpuasa, kita telah menyia-nyiakan kasih sayang Allah.
Sumber: Islami.co
Dream - Kurban memang syariat yang sangat dianjurkan untuk setiap Muslim yang mampu. Jika ada kelebihan rezeki, ada baiknya digunakan untuk membeli hewan kurban.
Yang jadi masalah, hewan kurban tiap tahun selalu naik. Kadang, meski sudah merencanakan setahun sebelumnya, rencana kurban harus tertunda karena uang yang terkumpul ternyata tidak mencukupi.
Sementara, orang yang berkurban tentu ingin memberi hewan gemuk. Sebab, gemuknya hewan berdampak pada kuantitas dagingnya.
Sayangnya, hewan gemuk umumnya dijual mahal.
Lantas, jika ada uang tapi ngepres alias pas-pasan tapi sangat ingin berkurban, harus bagaimana?
Dikutip dari NU Online, ada solusi buat kamu yang ingin kurban dengan uang pas-pasan. Sebenarnya, ulama memberikan pertimbangan yang tidak berkaitan dengan masalah keuangan namun lebih pada nilai syi'ar, kualitas dan kuantitas daging, serta jumlah hewan yang dikurbankan.
Syeikh Muhammad Nawawi bin Umar Al Jawi dalam Tausyikh 'ala Ibni Al Qosim menguraikan ketentuan apa saja yang patut dipenuhi dalam berkurban.
" Dan paling utamanya hewan kurban dilihat dari banyaknya daging (kuantitas) dan tampaknya nilai syiar adalah unta, lalu sapi, kemudian kambing. Sedangkan dari sisi kualitas daging, maka domba lebih utama dari kambing kacang, kemudian kerbau lebih utama daripada sapi Arab, karena kualitas dagingnya lebih baik; dan dilihat dari banyaknya hewan yang dialirkan darahnya serta kualitas dagingnya, maka tujuh kambing lebih utama daripada satu unta atau sapi. Dari segi warna, maka yang putih lebih utama, kemudian kuning, kemudian putih keruh, kemudian merah, kemudian putih campur hitam, kemudian hitam. Ketika terjadi pertentangan antara beberapa kriteria, maka yang gemuk hitam lebih utama daripada putih kurus dan yang dapat mencakup dua kriteria lebih utama daripada yang hanya satu kriteria saja, dan yang putih gemuk ketika berjenis kelamin jantan lebih utama secara mutlak."
Rincian di atas bisa menjadi pertimbangan untuk membeli hewan kurban. Sehingga tidak harus yang gemuk, selama standarnya keabsahannya terpenuhi.
Nah, soal standar minimal keabsahan kurban yaitu usianya memenuhi, kapasitas orang yang berkurban juga terpenuhi dalam artian tidak boleh kurang atau lebih, kemudian hewan terbebas dari cacat.
Untuk usia hewan, para ulama menetapkan 2 tahun untuk sapi dan satu tahun untuk kambing. Jenis kelaminnya bisa jantan atau betina namun diutamakan jantan karena dagingnya lebih lezat.
Untuk orang berkurban ditetapkan jumlahnya tidak boleh berlebih. Misalnya, satu sapi untuk tujuh orang atau kambing untuk tujuh orang.
Tidak boleh kekurangan biaya menjadikan jumlah orang yag berkurban menjadi banyak. Misalnya, karena uangnya patungan tujuh orang kurang untuk membeli sapi, maka ditambah lagi satu orang menjadi delapan.
Jadi, jika memang uang yang ada tidak begitu banyak namun tetap ingin berkurban, lebih baik mencari hewan dengan harga yang terjangkau.
Sumber: NU Online.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?
Kata Ahli Gizi Soal Pentingnya Vitamin C untuk Tumbuh Kembang Anak