Dampak Gempa Di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Foto: BNPB)
Dream - Gempa dengan magnitudo 4,9 mengguncang wilayah Sukabumi, Jawa Barat, Senin, 10 Maret 2020, pukul 17.18 WIB.
Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pusat gempa tersebut terletak di koordinat 6.81 LS dan 106.66 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 23 kilometer arah Timur Laut Kota Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat di kedalaman 10 kilometer.
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempabumi yang terjadi merupakan jenis gempabumi dangkal akibat aktivitas sesar lokal.
" Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan mendatar (Strike-Slip Fault)," ucap Agus, dalam keterangan resminya, Selasa, 10 Maret 2020.
Dampak gempa di Sukabumi, Jawa Barat
Agus mengatakan, guncangan gempabumi ini dirasakan di daerah Cikidang, Ciambar, Cidahu, Kalapa Nunggal IV - V MMI, Panggarangan, Bayah III MMI, Citeko, Sukabumi II - III MMI.
Dampak gempa di Sukabumi, Jawa Barat
Hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya satu aktivitas gempa pendahuluan (foreshock) dengan magnitudo 3,2 sekitar sembilan menit sebelum gempa susulan atau sekitar pukul 17.09 WIB.
" Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempabumi ini tidak berpotensi tsunami," kata dia.
Agsu menyebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi melaporkan gempa menyebabkan 1 unit rumah rusak di Kecamatan Kalapanunggal, 2 unit rumah rusak di Kecamatan Parakansalak, 1 unit rumah rusak di Kecamatan Kabandungan, 1 unit rumah rusak di Kecamatan Cidahu.
Hingga berita ini dibuat, belum ada laporan jatuhnya korban jiwa. Tim BPBD bersama petugas gabungan lainnya melakukan kaji cepat untuk mendapatkan data lengkap terkait gempa bumi tersebut.
Dream - Gempa berkekuatan 5,0 Magnitudo mengguncang wilayah Sukabumi, Jawa Barat, Selasa, 10 Maret 2020 pukul 17.18:05 WIB. Getaran gempa dirasakan warga di ibukota khususnya yang berada di gedung-gedung tinggi.
Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan gempa tersebut terjadi di 13 kilometer timur laut Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
" Kedalaman gempa 10 kilometer, tidak berpotensi tsunami," tulis BMKG di akun Twitter resminya.
#Gempa Mag:5.0, 10-Mar-20 17:18:05 WIB, Lok:6.89 LS, 106.62 BT (Pusat gempa berada didarat 13Km TimurLaut Kab.Sukabumi), Kedlmn:10 Km Dirasakan (MMI) III Bayah, II-III Citeko, II-III Sukabumi #BMKG pic.twitter.com/kBsrSrPjg0
— BMKG (@infoBMKG)March 10, 2020
Kepala Pusat Data, Informasi dan Kehumasan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan, guncangan gempa sempat dirasakan peserta rapat koordinasi Penanganan Pandemi Covid-19 di Graha BNPB lantai 15. Goncangan yang dirasakan sekitar 20 detik.
" Seluruh peserta rapat koordinasi Penanganan Pandemi Covid-19 dihimbau tenang oleh Kepala BNPB. Tidak ada kepanikan dan belum ada laporan kerusakan," kata dia.
Laporan terkini, kata Agus, gempa dirasakan di Kota Bogor sekitar 4-6 detik, Kota Sukabumi sekitar 4-5 detik, dan Kabupaten Sukabumi sekitar 5 detik.
" Saat ini belum ada info terkait dampak gempa. TRC BPBD Kabupaten Sukabumi saat ini masih mengumpulkan informasi mengenai dampak gempa," ucap dia.
Dream - Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, membagikan potensi gempa dan tsunami di Sukabumi, Jawa Barat. Menurut dia wilayah pesisir Sukabumi secara tektonik berhadapan dengan zona megathrust Samudera Hindia.
" Yang merupakan zona subduksi lempeng aktif dengan aktivitas kegempaan yang tinggi," tulis Daryono, di Instagram pribadinya @daryonobmkg, Jumat 28 Februari 2020.
Daryono menyebut, berdasar catatan sejarah, wilayah selatan Jawa Barat dan Baten sudah beberapa kali terjadi gempa kuat. Misalnya, 22 Januari 1780 dengan gempa berkekuatan 8,5 magnitudo, 27 Februari 1903 dengan gempa berkekuatan 8,1 magnitudo, dan 17 Juli 2006 dengan gempa berkekuatan 7,8 magnitudo.
" Hasil kajian BMKG yang dilakukan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Sukabumi memiliki magnitudo gempa tertarget yaitu M=8,7," ucap dia.
Titik gempa di pesisir Sukabumi
Kajian potensi bahaya, tambah Daryono, sangat penting dilakukan untuk tujuan mitigasi dan pengurangan risiko bencana, bukan untuk menakut-nakuti masyarakat, melainkan agar pemerintah daerah segera menyiapkan upaya mitigasinya secara tepat, baik mitigasi struktural (teknis) maupun kultural (non teknis).
" Hasil pemodelan peta tingkat guncangan gempa (shakemap) oleh BMKG dengan skenario gempa dengan magnitudo M=8,7 di zona megathrust, menunjukkan dampak gempa di Sukabumi dapat mencapai skala intensitas VIII-IX MMI yang artinya 'dapat merusak bangunan'," kata dia.
Meski demikian, Daryono menekankan, satu hal penting yang harus dipahami masyarakat bahwa besarnya magnitudo 8,7 tersebut merupakan adalah potensi hasil kajian dan bukan prediksi.
" Meskipun kajian ilmiah mampu menentukan potensi magnitudo di zona megathrust, akan tetapi hingga saat ini teknologi belum mampu memprediksi dengan tepat dan akurat kapan gempa akan terjadi," ucap dia.
Dream - Cerita mendebarkan di balik gempa berkekuatan magnitudo 6,8 yang melanda Turki bulan lalu tidak berhenti seputar korban jiwa atau kepanikan warga. Kabar itu diikuti dengan susulan fenomena aneh dan langka yang mengejutkan publik.
Setelah gempa terjadi, tanah seperti memuntahkan darah. Cairan berwarna merah darah terus mengalir keluar dari retakan akibat gempa bumi dahsyat.
Tanah di Turki yang mengeluarkan cairan merah seperti darah itu sempat viral seperti ditunjukkan dalam video yang diposting di Facebook Extreme Weather World 24.
Gempa yang berpusat di dekat Sivrice, Turki, juga menyebabkan serangkaian gempa susulan dengan kekuatan berkisar antara magnitudo 5,4 sampai magnitudo 3,3.
Namun, sumber pasti dari air merah yang mengalir dari tanah itu tidak diketahui. Tetapi, berbagai spekulasi muncul menyusul penemuan aneh itu.
Ada yang mengatakan bahwa kemungkinan itu adalah pewarna yang dimasukkan ke dalam air untuk mendeteksi kebocoran usai terjadi gempa.
Namun pernyataan itu ditentang karena tidak masuk akal. Sebab untuk mendeteksi kebocoran bisa menggunakan warna yang lebih terang, seperti kuning dan hijau.
Sementara netizen lain mengaitkan fenomena keluarnya cairan merah seperti darah itu dengan pertanda akhir zaman.
Sumber: World of Buzz
Advertisement
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
UU BUMN 2025 Perkuat Transparansi dan Efisiensi Tata Kelola, Tegas Anggia Erma Rini
Masa Tunggu Haji Dipercepat, dari 40 Tahun Jadi 26 Tahun
Viral Laundry Majapahit yang Bayarnya Hanya Rp2000
NCII, Komunitas Warga Nigeria di Indonesia
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
Cara Cek Penerima Bansos BLT Oktober-November 2025 Rp900 Ribu
Potret Luna Maya dan Cinta Laura Jadi Artis Bollywood, Hits Banget!