Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (Foto: Merdeka.com)
Dream - Kepala Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, menyatakan pribadi-pribadi yang mendapat julukan ‘Crazy Rich’ atau orang-orang yang mendadak kaya patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.
Dugaan tersebut berdasarkan hasil analisis PPATK terhadap dugaan penipuan uang dan pencucian uang dalam kasus investasi ilegal.
Dalam kasus-kasusnya yang dianalisa ditemukan adanya transaksi pembelian aset mewah berupa kendaraan, rumah, perhiasan, dan aset lainnya yang seharusnya wajib dilaporkan penyedia barang dan jasa (PBJ) sebagai pihak pelapor kepada PPATK. Namun dalam praktiknya, transaksi mencurigakan itu tidak dilaporkan ke PPATK.
" Mereka yang kerap dijuluki 'crazy rich' ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema Ponzi," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dikutip Dream dari Merdeka.com.
Dugaan melakukan penipuan semakin menguat karena PPATK Juga mendeteksi aliran dana investasi bodong yang berjalan.
Terkait pelaporan kepemilikan berbagai barang mewah, Ivan menjelaskan, setiap penyedia barang dan jasa harus melaporkan transaksi pengguna jasa atau pelanggan PPATK.
" Dengan mempedomani penerapan prinsip mengenali pengguna jasa yang telah diatur dalam peraturan PPATK," kata Ivan.
Peran pihak pelapor PPATK menjadi penting dan krusial, apalagi dalam melaporkan berbagai jenis laporan yang telah diatur oleh negara, tak terkecuali penyedia barang dan jasa.
Hal ini mengacu pada Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur secara tegas pengenaan sanksi bila tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya.
Setiap laporan yang disampaikan merupakan informasi yang memiliki cerita dan makna penting dalam membantu menelusuri aliran dana, dalam hasil analisis dan informasi intelijen keuangan lainnya kepada para penyidik untuk diungkapkan.
Bukan sekadar tentang melaporkan, namun yang sangat penting adalah melaksanakan komitmen bersama dari setiap stakeholder dalam membangun rezim anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU-PPT).
Sepanjang 2021, PPATK telah menerima 47.587 laporan transaksi dari penyedia barang dan jasa (PBJ) yang telah terdaftar. Laporan tersebut mengalami peningkatan 126,5 persen secara year on year.
Dari data tersebut, PPATK melaporkan adanya peningkatkan artisipasi pihak pelapor PBJ dalam melaporkan transaksi sebagaimana telah diatur oleh peraturan yang berlaku.
Selain itu, peningkatan laporan menunjukkan kesadaran PBJ tentang pentingnya penerapan prinsip mengenali pengguna jasa atau para pelanggan yang melakukan transaksi.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPU-PT), penyedia barang dan jasa/lainnya (PBJ) merupakan pihak pelapor yang wajib menyampaikan laporan transaksi kepada PPATK.
Hal ini merupakan prinsip dasar pencegahan dan pemberantasan TPPU-PT yg menjadi international best practices sebagaimana juga tertuang dalam rekomendasi financial action task force (FATF) sebagai salah satu upaya menjaga integritas sistem keuangan Indonesia dan perlindungan publik terhadap tindak kriminal.
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN