Dipimpin Luhut Panjaitan, Kemenhub Kaji Kemungkinan Larangan Mudik

Reporter : Arie Dwi Budiawati
Jumat, 17 April 2020 17:36
Dipimpin Luhut Panjaitan, Kemenhub Kaji Kemungkinan Larangan Mudik
`Tradisi tahunan` ini disebut-sebut bisa menimbulkan gelombang dua penularan virus corona.

Dream – Sinyal larangan mudik pada musim Lebaran 2020 kembali menyala kencang. Hal ini ditandai rencana pertemuan di lingkungan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang dipimpim langsung oleh Ad Interim Menteri Perhubungan, Luhut Binsar Pandjaitan hari ini, Jumat 17 April 2020. 

" Nanti sore pak Luhut minta ke saya. Kalau ada statement mudik dilarang, skema kita seperti apa? Gimana model pergerakan kendaraan umum? Nanti sore akan dirapatkan," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, dikutip dari Liputan6.com.

Budi menduga, kemungkinan untuk melarang mudik bisa jadi dilakukan jika memperhatikan situasi ke depan. Terlebih pemerintah telah memutuskan menggeser cuti libur Lebaran ke akhir tahun. 

" Kemungkinan larangan mudik dilakukan kalau melihat situasi ke depan," kata Budi.

Namun Budi menegaskan keputusan final terkait ada tidaknya larangan mudik akan didiskusikan terlebih dahulu dengan Kementerian Kesehatan. Lembaga pemerintah ini adalah pihak yang akan membuat indikator tentang situasi yang harus dipersiapkan jika pemerintah harus melarang mudik.

Dari sisi Kemenhub, Budi mengatakan kementeriannya hanya akan mengatur pergerakan transportasi, kendaraan apa saja yang boleh dan tidak boleh beraktivitas jika mudik dilarang.

" Indikator sedang dipertimbangkan dari semua aspek. Ini kami akan menunggu keputusan pemerintah. Yang seperti ini saya dapat petunjuk dari pak Luhut, kalau penumpang oke dilakukan (dilarang). Tapi kalau kendaraan logistik jangan," kata dia.

1 dari 4 halaman

Tradisi Mudik Justru Timbulkan Gelombang Dua Penularan Corona

Akademisi dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Supriyati menyebutkan apabila masyarakat tetap melakukan tradisi mudik pada musim Lebaran 2020 dikhawatirkan bisa memicu terjadinya gelombang kedua penularan virus Corona atau Covid-19 di Indonesia.

" Sebenarnya larangan mudik itu harusnya tetap diberlakukan. Kita khawatir kalau dibebaskan nanti setelah Lebaran atau setelah mudik terjadi second wave," kata Anggota Tim Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM itu dalam webinar tentang Covid-19 yang dipantau melalui kanal YouTube di Jakarta, Kamis 16 April 2020.

Dilansir Antara, Supriyati menyebut, kegiatan masyarakat kota yang pulang ke kampung halaman dengan waktu perjalanan yang lama sangat berpotensi terjadi kasus penularan.

Dia mengingatkan, orang tanpa gejala (OTG) yaitu orang yang sebenarnya telah terinfeksi Covid-19 namun tidak mengalami sakit atau gejala apapun sangat mudah menularkan ke orang lain.

Apabila kegiatan mudik atau perpindahan masyarakat secara masif dari kota ke sejumlah daerah, virus Covid-19 bisa berpindah dari daerah yang telah terjangkit ke daerah yang masih aman dari penyebaran virus tersebut.

(Sumber: Liputan6.com/Maulandy Rizky Bayu Kencana)

2 dari 4 halaman

Survei LIPI: 43,7 Persen Warga Tetap Mudik, Terbesar dari Jawa Barat

Dream – Fenomena mudik merupakan bagian dari tradisi yang melek bagi masyarakat Indonesia. Menjelang Hari Raya Idul Fitri, pergerakan penduduk menjadi lebih tinggi dibanding hari biasa.

Berbeda dari tahun-tahun biasanya, tahun ini kondisi Indonesia sedang berperang dengan pandemi corona. Namun, masih banyak saja masyarakat yang teguh akan mudik.

Dikutip dari lipi.go.id, Jumat 17 April 2020, fakta ini berdasarkan kajian yang dilakukan Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

 

 

Menurut kajian, terdapat 3.853 responden dengan rentang usia 15-60 tahun ke atas menunjukkan sebanyak 43,7 persen memilih tetap akan mudik meski menyadari akan memperparah potensi penyebaran COVID-19.

Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Rusli Cahyadi mengatakan, mudik bukan semata-mata sebagai fenomena ekonomi tapi juga sosial.

Menurutnya dalam kondisi dan situasi yang sulit ini orang berusaha untuk pulang. Dikatakan bahwa mudik seperti sebuah panggilan.

Walaupun masih banyak masyarakat yang menginginkan mudik, tetapi sekitar 56,22 persen menjawab tidak akan mudik, termasuk di dalamnya 20,98 persen masih berencana untuk membatalkan mudik.

3 dari 4 halaman

Pergerakan Mudik Terbesar dari Jawa Barat

Hasil survei Persepsi Masyarakat terhadap Mobilitas dan Transportasi menunjukkan pergerakan mudik terbesar berasal dari Jawa Barat sebesar 22,94 persen, diikuti DKI Jakarta 18,14 persen, Jawa timur 10,55 persen, Jawa Tengah 10,02 persen, dan Banten 4,68 persen.

Rusli berharap pemerintah dapat lebih tegas mengimbau atau bahkan mealrang untuk mudik seperti yang disampaikan ke ASN dan TNI/Polri.

Untuk masyarakat, pemerintah pun harus tegas, sehingga masyarakat dapat menunda keputusan untuk mudik.

" Partisipasi publik dibutuhkan disini untuk tidak mudik. Tapi kita butuh kejelasan dari pemerintah," kata dia.

4 dari 4 halaman

Perlu Kerja Sama Pemerintah Pusat dan Daerah

Menurut Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Chotib Hasan, analisis menyebutkan arus mudik dan arus balik berlangsung setiap hari libur nasional yang cukup panjang terutama saat hari raya lebaran.

Untuk itu, dibutuhkan kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Menurut perwakilan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Agus Wibowo menjelaskan, sangat penting untuk bekerjasama dalam menanggulangi penyebaran COVID-19 dengan melakukan edukasi, sosialisasi dan mitigasi.

Agus juga mengimbau untuk setiap desa dan daerah menyiapkan Desa Tangguh Bencana dengan dana desa untuk mendorong partisipasi masyarakat serta terus mengimbau agar tidak mudik.

Beri Komentar