Gedung KBRI Di Washington (www.embassyofindonesia.org)
Dream - Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington DC, Amerika Setikat, mengurangi sejumlah kegiatan untuk alasan keamanan. Salah satunya, tidak lagi menggelar Salat Jumat yang selama ini biasa dilakukan.
“ Setelah mempertimbangkan saran dari aparat setempat, beberapa aktivitas yang tidak termasuk kegiatan utama gedung ditiadakan,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, saat dikonfirmasi Dream, Senin 23 November 2015.
Penghentian sejumlah kegiatan itu disampaikan oleh KBRI di Washington melalui surat edaran yang dikeluarkan pada Jumat 20 November 2015. Kegiatan yang ditiadakan itu rata-rata melibatkan orang banyak, seperti Salat Jumat, pagelaran gamelan, dan program bahasa.
“ Untuk Salat Jumat, kami sarankan dilaksanakan di Masjid Indonesia. Dulu, awal mula Salat Jumat di gedung kedutaan itu dilaksanakan karena kita belum punya masjid, sekarang kita punya Masjid Indonesia. Jadi kami sarankan dilaksanakan di sana, untuk memakmurkan masjid,” papar Nasir.
Menurut dia, keputusan penghentian sejumlah kegiatan itu diambil setelah adanya audit keamanan dari pemerintah AS, setelah terjadinya serangan kelompok tertentu di sejumlah tempat. “ Karena adanya potensi serangan kepada kedutaan serta gedung bersejarah dan gedung penting di Washington.”
Pemerintah Washington, tambah Nasir, memberikan saran kepada KBRI untuk menghentikan kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang, terutama untuk aktivitas yang bukan menjadi kegiatan utama kedutaan.
“ Kegiatan yang banyak melibatkan orang luar, tapi tidak terlibat langsung dengan kedinasan KBRI,” kata dia.
“ Apalagi Gedung KBRI itu gedung bersejarah, jadi disarankan mengurangi kegiatan yang tidak merupakan kegitan kedinasan langsung. Ini untuk menghindari atau mengurangi ancaman yang ada,” tambah Nasir. (Ism)
Dream - Polemik yang terjadi di Amerika Serikat terkait penolakan penampungan pengungsi Suriah mengingatkan pesan yang melekat para Patung Liberty, 'Berikan Saya Kelelahanmu, Kemiskinanmu/Kau Meringkuk dalam Kerinduan untuk Bisa Bernapas Bebas'.
Kalimat itu, yang ditulis oleh Emma Lazarus di akhir 1880an, terinspirasi oleh kesulitan pengungsi Yahudi yang tiba di New York setelah melarikan diri dari pembantaian di Eropa Timur.
Ini dianggap sebagai alasan paling relevan untuk memaknai Patung Liberty di masa kini. Namun, tidak memperhatikan kisah asli dari patung itu.
Rancangan awal dari apa yang menjadi simbol bangsa Amerika untuk merayakan masa penyatuan, digagas oleh pemahat Perancis Frederic Auguste Bartholdi bukan untuk Patung Liberty tapi untuk proyek lain. Mercusuar yang akan dibangun pada pintu masuk ke Kanal Suez.
Menurut sejarawan Michael B Oren dalam bukunya 'Kekuatan, Keyakinan, dan Fantasi', Bartholdi akan mengukir rupa wanita petani Mesir yang memegang obor kebebasan. Monumen itu, dua kali lebih tinggi dari Sphinx, akan memandu jalur perairan masuk dan mungkin berfungsi ganda sebagai mercusuar. Ini akan diberi nama Mesir Membawa Cahaya untuk Asia.
Dengan demikian, editor Daily Beast's Michael Daly menegaskan simbol dari kekebasan dan dukungan Amerika pada fakta sesungguhnya merupakan seorang Mesir, yang kala itu merupakan muslim.
Selama dua tahun, Bartholdi bekerja membuat sketsa dan membujuk Ismail Pasha, Raja Muda Mesir untuk membiayai proyeknya. Tapi, raja muda itu bangkrut di tahun 1871 dan tidak bisa membiayai monumen sebesar dua kali patung Sphinx itu.
Kebingungan, Bartholdi menghibur diri dengan berlayar ke Amerika. Saat dia berlayar menuju pelabuhan New York, Bartholdi melihat Pulau Bedloe yang berbentuk seperti telur dan mulai memikirkan lokasi baru untuk visi megahnya, tentu dengan semangat baru.
Tidak lama sebelumnya, Bartholdi telah berbicara dengan warga Perancis pendukung abolisi dan pembebasan buruh saat Perang Saudara di Utara, Edouard Rene de Laboulaye, yang mengusulkan agar Perancis menawarkan hadiah kepada Amerika sebagai pengakuan berakhirnya konflik tersebut.
Setelah perundingan bertahun-tahun, akhirnya Amerika bersedia membayar biaya pembangunan bangunan alas penyokong Patung Liberty, sementara Perancis membiayai pembangunan Patung Libertynya.
Monumen itu diresmikan pada Oktober 1886, oleh Presiden Grover Cleveland. Ribuan orang mendengarkan Presiden Grover Cleveland yang mengatakan 'tidak akan melupakan liberty telah membangun rumahnya', sembari menatap patung yang sudah dibuat, tidak benar-benar mirip dengan karya Bartholdi yang merupakan visualisasi Mesir.
" Petani muslimah telah diganti dengan sosok wanita Barat yang ideal dan semboyan patung itu juga diubah dari Membawa Cahaya untuk Asia menjadi Liberty Mencerahkan Dunia. Tetapi, bentuk obor patung itu tidak berubah," kata Oren.
" Selama empat puluh tahun ke depan, 'Lady Liberty' akan memberikan kepada jutaan imigran saat pertama kali memasuki Amerika, sebuah harapan untuk kehidupan yang lebih baik dan menjamin kebebasan mereka. Untuk Mesir, meskipun banyak orang Timur Tengah datang, tidak ada simbol tersebut," lanjutnya.
Sehingga ketika terdapat politisi seperti Ted Cruz menyarankan untuk hanya membolehkan pengungsi Suriah yang hanya beragama Kristen saja masuk ke Amerika, pernyataan itu telah terputus dari sejarah.
Seandainya Mesir telah memiliki kondisi perekonomian yang lebih baik di masa depan, Bartholdi mungkin telah membangun penghargaan besar kepada petani Muslimah. Tetapi, dia tidak bereinkarnasi menjadi Libertas, Dewi Romawi yang menjadi lambang kebebasan pribadi di Amerika.
(Ism, Sumber: independent.co.uk|washington post)
Dream - Banyak yang tidak menyangka bahwa salah satu pelaku teror di Perancis adalah seorang wanita.
Dialah Hasna Ait Boulahcenm, yang diduga adalah pelaku bom bunuh diri saat dikepung polisi dan militer Perancis di kawasan Saint-Denis di utara kota Paris, pada Rabu subuh kemarin.
Kini wanita berusia 26 tahun itu punya status baru sebagai pelaku bom bunuh diri wanita pertama di Eropa. Hasna meledakkan dirinya di dalam apartemen tempat dia bersembunyi bersama saudara sepupunya, Abdelhamid Abaaoud, yang diduga menjadi dalang Teror Paris yang juga ikut tewas.
Hasna adalah seorang wanita muda broken home dengan kepribadian yang tidak stabil. Dia dijuluki " Cowgirl" karena kesukaannya memakai topi koboi sebelum menjadi radikal.
Selama serangan fajar pada Rabu di pinggiran Saint-Denis, dia terdengar menanggapi teriakan salah seorang polisi yang melakukan perburuan terhadap sepupunya Abaaoud, otak di balik Teror Paris yang menewaskan 129 orang pada Jumat pekan lalu.
" Di mana pacarmu, di mana dia?" teriak polisi dalam video yang direkam oleh warga lokal. " Dia bukan pacar saya!," jawab suara bernada tinggi yang diduga Hasna.
Setelah itu, terdengar beberapa ledakan keras, yang salah satunya diduga dilakukan oleh Hasna yang mengenakan rompi bom bunuh diri.
Kepala dan tulang belakang Hasna ditemukan di jalan setelah meledakkan diri dekat jendela apartemen.
Hanya sehari setelah kematiannya, keluarga dan temannya memberi kesaksian tentang perilaku buruk wanita muda itu yang dikenal menyukai alkohol dan rokok daripada belajar agama Islam.
Sang kakak, Youssouf Ait Boulahcen mengatakan, adiknya itu tidak tertarik kepada agama.
" Dia tidak pernah membaca Alquran dan tiba-tiba menjadi radikal sekitar satu bulan lalu ketika mulai mengenakan niqab," kata Youssouf.
Kemudian beredar sejumlah foto yang dikatakan memuat wanita yang diidentifikasi sebagai pengebom bunuh diri saat penyergapan di Saint-Denis.
Salah satu foto memperlihatkan Hasna berpose selfie di kamar mandi. Wajahnya memakai make-up tebal dan tidak memakai busana selain perhiasan.
" Dia tidak stabil, dia menciptakan dunianya sendiri. Kerjanya hanya bermain smartphone, Facebook atau WhatsApp," katanya kepada AFP.
" Dia dicuci otak," tambah ibunya, 58 tahun, yang berbicara dengan syarat anonim. Hasna tinggal bersama ibunya di Aulnay-sous-Bois, sebuah wilayah di pinggiran Paris, sampai beberapa minggu yang lalu.
Dream - Lahir pada Agustus 1989 di Clichy-la-Garenne, Hasna memiliki masa kecil yang penuh gejolak hingga sebagian hidupnya dihabiskan di rumah asuh.
Youssouf mengenang saat Hasna masih di rumah asuh, dari usia 8 sampai 15, sebagai masa-masa " bahagia dan berkembang" .
" Awalnya, semuanya berjalan baik. Dia seperti anak yang lain," kata mantan ibu angkatnya kepada AFP, yang berbicara tanpa menyebut nama.
Tapi kemudian semuanya menjadi memburuk. " Saat tumbuh dewasa, dia mulai keluar dari jalur. Dia menjadi sembrono, sering melarikan diri dari rumah dan memilih pergaulan yang buruk," kenang Youssouf.
Ibu asuh, yang menangis ketika melihat foto mantan anak angkatnya di televisi, mengingat bagaimana Hasna " bertepuk tangan di depan televisi" , ketika jaringan teror Al-Qaeda menyerang Amerika Serikat pada 11 September 2001.
Keluarga Ait Boulahcen hijrah dari Maroko ke Perancis pada tahun 1973 dan menetap di Paris. Orangtuanya telah berpisah ketika ia masih kecil dan dia dibesarkan oleh keluarga asuh.
Sementara salah seorang teman melihat Hasna sebagai sosok gadis yang suka pesta, minum alkohol dan merokok.
" Dia mencintai pesta dan pergi ke klub-klub. Dia minum alkohol dan merokok dan kencan dengan banyak lelaki yang berbeda. Dia memiliki reputasi buruk. Dia punya banyak pacar, tapi tidak ada yang serius," kata Amin Abou, 26 tahun.
(Ism, Sumber: Daily Mail)
Dream - Sebuah masjid yang dikelola Islamic Center of Pflugerville (ICP), Travis County, Texas, Amerika Serikat menjadi korban vandalisme yang meningkat menyusul teror serangan di Paris beberapa hari lalu.
Seorang anggota ICP saat mengunjungi masjid di Senin pagi menemukan kotoran tercecer di depan masjid. Sementara di dalam masjid, beberapa Alquran dirobek oleh pelaku.
Kejadian ini membuat hati seorang bocah usia 7 tahun, Jack Swanson tergerak. Setelah berdiskusi dengan ibunya atas apa yang terjadi di masjid itu, Jack memutuskan menguras celengan berisi 20 dolar AS, setara Rp274.000. Si bocah pun menyumbangkan untuk perbaikan masjid, dilansir Kxan.com.
Ibu Jack, Laura, mengatakan dia dan anaknya berbincang tentang vandalisme. Keduanya lantas bersepaham vandalisme merupakan tindakan yang mengerikan jika dilakukan.
Dalam perbincangan itu, Laura mengibaratkan masjid sebagai gereja. Dengan pengandaian itu, Laura membantu Jack memahami betapa pentingnya sebuah tempat ibadah dalam pribadi setiap orang.
" Kami terlibat percakapan mengenai untuk apa gereja dan bagaimana setiap orang memandang gereja itu penting," kata Laura.
Anggota takmir masjid, Faisal Naeem, mengatakan sumbangan ini memberikan harapan.
" Ini 20 dolar, tapi dari Jack yang mengumpulkan setiap koin sehingga setara dengan 20 juta dolar bagi saya dan komunitas kami. Sumbangan ini memberi saya harapan karena ini berarti bukan antara satu orang melawan yang lain," kata Naeem.
Kebaikan Jack mendapat sanjungan di media sosial. Berbicara mengenai vandalisme yang terjadi, Naeem mengatakan tidak pernah membayangkan sebelumnya dan cukup membuat terkejut.
Kepolisian setempat menyatakan telah melakukan penyidikan dan menyatakan kasus ini sebagai kriminal atas dasar kebencian.
Sejak teror Paris terjadi pada Jumat pekan lalu yang menewaskan 129 orang, banyak serangan terjadi di masjid-masjid di negara yang berbeda.
" Ini menjadi begitu umum saat terdapat hal yang keliru di satu tempat dan orang-orang kemudian ingin menyalahkan semua muslim. Jika ada, berarti tuduhan tersebut didasarkan logika yang salah dalam cara berpikir masyarakat kita," kata Naeem.
(Ism, Sumber: independent.co.uk)
Dream - Akhir-akhir ini, beberapa media sosial dan berita online ramai memberitakan pernyataan keras Presiden Rusia Vladimir Putin soal negara-negara donatur untuk militan Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS).
Dalam berita-berita itu, Putin berkata, " Memaafkan teroris adalah urusan Tuhan, tetapi untuk mengirim mereka ke Tuhan, itu urusan saya."
Pernyataan itu ditulis pertama kali oleh pembaca berita televisi Russia Today, Remi Maalouf, yang kemudian menyebar bak virus di internet.
Namun belakangan, Maalouf, melalui tweet di Twitter, mengaku bahwa kutipan itu palsu dan meminta maaf karena Putin tidak pernah mengucapkan pernyataan tersebut. Dia juga mengatakan telah menghapus kutipan itu dari laman Facebook.
Menyusul serangan teroris terhadap Paris pada 13 November dan meledaknya pesawat penumpang Rusia di Sinai pada 31 Oktober lalu, Rusia dan Perancis setuju untuk bekerja sama dalam bidang militer dan keamanan untuk menghancurkan militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Suriah.
Putin, berbicara dengan para pejabat tinggi militernya, telah bersumpah melakukan pembalasan tanpa ampun atas dua serangan tersebut.
Hal itu dibuktikan Putin dan Presiden Perancis Francois Hollande dengan mengirim pesawat tempur untuk menjatuhkan bom di markas pusat ISIS di Raqa awal pekan ini.
" Ini penting untuk membangun kontak langsung dengan Perancis dan bekerja dengan mereka sebagai sekutu," kata Putin.
Putin sangat murka setelah mengetahui pesawat penumpang Rusia meledak akibat teror bom pada 31 Oktober lalu. Serangan tersebut menewaskan seluruh penumpang dan kru yang berjumlah 224 orang, yang sebagian besar adalah wisatawan Rusia yang kembali dari Mesir.
Putin mengatakan itu salah satu aksi paling berdarah dalam sejarah Rusia modern, dan dia bersumpah akan selalu memerangi ISIS kapan pun juga.
" Kami akan mencari mereka ke mana-mana di mana pun mereka bersembunyi. Kami akan menemukan mereka di mana saja di planet ini dan menghukum mereka," tambahnya. (Ism)