Indonesia Disebut Masih Jauh dari Jurang Resesi, Kemungkinan Masuk Hanya 5%

Reporter : Alfi Salima Puteri
Selasa, 19 Juli 2022 12:37
Indonesia Disebut Masih Jauh dari Jurang Resesi, Kemungkinan Masuk Hanya 5%
Probabilitas Indonesia terkena resesi global adalah sebesar 5 persen. Sebagai gambaran, bersumber dari data Bloomberg, probabilitas Amerika Serikat terkena resesi adalah 40 persen.

Dream - Chief Economist PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat memperkirakan Indonesia masih jauh dari resesi. Sejumlah indikator dari dalam negeri dinilai relatif cukup aman menahan angin resesi yang dipicu oleh sejumlah sentimen negatif dari sejumlah kondisi di luar Indonesia.

Budi menyebut beberapa lembaga dunia sudah memproyeksikan terjadi krisis ekonomi dan resesi global. Namun menurutnya Indonesia masih relatif jauh dari resesi.

Probabilitas Indonesia terkena resesi global adalah sebesar 5 persen. Sebagai gambaran, bersumber dari data Bloomberg, probabilitas Amerika Serikat terkena resesi adalah 40 persen.

1 dari 3 halaman

“ Artinya, Indonesia masih jauh dari resesi. (Untuk Indonesia) saya lihat ini volatility, alih-alih tsunami,” ujar Budi dikutip dari laman Liputan6.com, Senin, 18 Juli 2022.

Sebagai informasi, resesi adalah situasi yang terjadi ketika produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi suatu negara negatif selama dua kuartal berturut-turut. Indonesia pernah alami pada 2020 silam dan risiko ini tidak boleh disepelekan karena dampaknya akan sangat nyata menimpa masyarakat.

Budi mengakui, selama berpuluh tahun mengamati kondisi ekonomi, ada sejumlah hal yang membedakan antara krisis 1998, krisis 2008, 2013, dan krisis 2020 serta krisis kali ini yang dipicu oleh situasi pandemi.

2 dari 3 halaman

Pada krisis yang disebabkan oleh pandemi, berbagai negara melakukan pagelaran stimulus luar biasa. Dia mencontohkan bank sentral yang menciptakan likuiditas luar biasa sehingga suku bunga rendah. Kemudian ada fenomena kenaikan aset kripto.

Namun, globalisasi telah menyebabkan proses penemuan vaksin berlangsung sangat cepat, yakni hanya 9 bulan, tercepat dalam sejarah. Hal ini menyebabkan ketimpangan stimulus di tengah pandemi, juga dinamika lainnya termasuk pembukaan kembali mobilitas.

Pandemi juga telah menyebabkan pembatasan pergerakan orang serta hilangnya banyak nyawa, sehingga ada kelangkaan tenaga kerja dan modal. Ada kebutuhan untuk menaikkan suku bunga. Namun, di saat yang sama, ada ancaman inflasi tinggi pasca pandemi.

3 dari 3 halaman

“ Di AS, persoalan ini lebih kompleks lagi,” katanya.

Baik di Indonesia dan di dunia, kita perlu mewaspadai inflasi tinggi yang diperkirakan akan berlangsung cukup lama. Adapun, lanjutnya, Indonesia sebetulnya memiliki posisi yang cukup diuntungkan. Pasalnya, inflasi saat ini dipicu oleh pergerakan komoditas.

“ Komoditas itu ada dua jenis. Ada cost commodity seperti minyak. Ada income commodity yang menghasilkan valas, seperti coal, nikel, karet, CPO, dan gas. Sejauh ini, kita masih beruntung karena income commodity kita tumbuh lebih pesat ketimbang cost commodity," tegasnya.

 

Beri Komentar