Kementerian Perdagangan Dan MUI Bekerja Sama Untuk Memberikan Jaminan Produk Halal Bagi Masyarakat. (Foto: Shutterstock)
Dream – Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Kementerian Perdagangan mendukung Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH) untuk menjamin produk halal. Mereka meneken MoU kerja sama dan koordinasi penyelenggaraan jaminan produk halal.
Dikutip dari Liputan6.com, Selasa 24 September 2019, penandatanganan dilakukan Ketua BPKN, Ardiansyah Parman, dan Ketua BPJPH, Sukoso, dalam acara Forum Group Discussion di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat.
" Tantangan ke depan adalah ada jutaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang juga tentunya mengharapkan sertifikasi halal terutama pangan, obat, kosmetik dan sebagainya begitu besar. Perlu kerja sama yang baik ke semua pihak," kata Ardiansyah di Jakarta.
Pihak MUI menyebut substansi halal harus berada di tangan MUI dan pemerintah hanya sebagai administrator. Hal ini ditekankan oleh Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Halal MUI, Sumunar Jati.
“ Hakekatnya ketika administrasi pemerintah yang berfungsi sebagai administrasi dan fasilitasinya. Substansinya tetap di MUI ini yang perlu ditekankan. Administrasi maupun fasilitasi ini adalah pemerintah dan penegak hukum,” kata Sumunar.
MUI dan BPJH menanti Peraturan Menteri Agama terbit. Regulasi ini merupakan turunan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (JPH). Sumunar berharap persyaratan di regulasi itu tak terlalu menyulitkan. Sebab, fatwa MUI ini bersifat dinamis.
Dia juga mengharapkan sertifiasi secara administrasi tak lebih menyulitkan dari yang diterapkan MUI, terutama untuk UMKM.
Menanggapi pernyataan Sumunar, Sukoso berjanji biaya pengajian sertifikasi tidak terlalu mahal. Saat ini, sertifikasi halal MUI bertarif Rp2,5 juta untuk dua tahun.
" Kami mengajukan tarif UMK, Mikro kecil, dari nol rupiah sampai ada jeda. Jadi dibebaskan, tapi kita harus rigid menilai mikro kecil yang mana," kata dia.
(Sumber: Liputan6.com/Tommy Kurnia)
Dream - Pemberlakuan ketentuan sertifikasi halal pada semua produk dimulai 17 Oktober 2019. Hal ini berdasarkan perintah yang tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Terkait hal ini, Kementerian Agama menyatakan siap menjalankan perintah tersebut. Hal itu disampaikan oleh Staf Ahli Kemenag, Janedri M Gaffar.
" Saya sampaikan Kemenag dalam hal ini BPJPH Insya Allah telah siap untuk memberikan pelayanan jaminan produk halal, nanti pada 17 Oktober 2019," ujar Janedri di Ombudsman RI, Jakarta.
Menurut Janedri, pada tahap awal pemerintah mewajibkan lebih dulu produk makanan dan minuman memiliki sertifikasi halal. Jangka waktu yang ditetapkan yaitu lima tahun.
Nantinya, pengurusan sertifikasi halal di BPJPH dilakukan secara online. Prosedur yang harus dijalani yaitu para pelaku usaha lebih dulu mengajukan berkas permohonan sertifikat halal untuk produknya.
BPJPH kemudian menyerahkan ke Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Tugas ini dipikul oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
" Dalam hal ini kami sudah sepakat meski baru informal," ucap dia.
Setelah selesai dikaji oleh LPH, berkas kembali diserahkan ke BPJPH untuk verifikasi. Tahap selanjutnya BPJPH menyerahkan ke MUI untuk masuk pada sidang fatwa halal tidaknya suatu produk.
" Kemudian diberikan ke BPJPH untuk diberikan sertifikasi halal. Ini proses bisnisnya," kata dia.
Ke depan, kewenangan LPH bisa dilakukan oleh pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga Islam yang memiliki badan hukum. Sehingga, tugas LPH tidak hanya dilakukan LPPOM MUI saja.
Dream - Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), Ikhsan Abdullah, mengkritisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang ketentuan ekspor dan impor hewan dan produk hewan. Dia menyatakan beleid tersebut sebagai bentuk kemunduran.
Penyebabnya, aturan tersebut merevisi Permendag 59 Tahun 2016 dengan menghapus kewajiban adanya label halal untuk daging impor. " Bahwa Permendag Nomor 29 Tahun 2019 itu mundur. Artinya harus dicabut," ujar Ikhsan, Selasa 17 September 2019.
Menurut Ikhsan, Permendag 29 itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal.
" Lebih jauh kalau itu sampai diterapkan, maka akan mengakibatkan kerugian bagi umat Islam, terutama konsumen Muslim yang jumlahnya 87 persen di Indonesia," ucap dia.
Ikhsan mengaku mendapat kabar bahwa Permendag Nomor 29 Tahun 2019 itu akan direvisi dan kembali ke Permendag Nomor 59 Tahun 2016 mengenai kewajiban memberikan label halal untuk impor daging.
" Revisi baru mau dilakukan dan tentu harus monitoring apakah sudah menyangkut hal substantif tadi. Karena umat Islam wajib mengonsumsi daging halal," kata dia.
Dikutip dari Merdeka.com, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana, mengatakan revisi itu nantinya menambahkan aturan impor produk hewan dan olahan hewan. Dia menjanjikan revisi ini bakal mencantumkan keharusan terpenuhinya persyaratan halal.
" Supaya masyarakat yakin dan tidak ada lagi simpang siur penafsiran Permendag, kami akan menambahkan satu butir pasal mengenai penegasan kembali bahwa barang yang masuk ke Indonesia itu wajib halal," ujar Wisnu.
Sumber: Merdeka.com/Syifa Hanifah
Dream – Pencantuman label dan sertifikat halal tetap diberlakukan, tak terkecuali daging impor. Hal ini ditegaskan oleh tegas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana.
Dikutip dari laman Kementerian Perdagangan, Senin 16 September 2019, Indra mengatakan pemerintah wajib melindungi konsumen muslim di dalam negeri.
“ Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2014, setiap produk yang masuk ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib bersertifikat halal. Sertifikat halal tersebut diterbitkan oleh lembaga halal dari luar negeri dan wajib diregistrasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Halal sebelum produk tersebut diedarkan di Indonesia,” kata dia di Jakarta.
Kewajiban pencantuman label dan sertifikat halal sudah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, dan Pasal 2 PP No. 31 Tahun 2019 Peraturan Pelaksanaan UndangUndang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Menurut Wisnu, pemenuhan jaminan halal juga dipersyaratkan ketika produk hewan akan diperdagangkan di dalam wilayah NKRI. Pemasok wajib mencantumkan label halal sebagaimana diatur ketentuan yang berlaku di Tanah Air.
Sebelum masuk ke pasar domestik, Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga mempersyaratkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian yang mewajibkan pemasukan daging yang memenuhi persyaratan halal.
Penerbitan rekomendasi pemasukan karkas, daging, dan atau olahannya ke Indonesia selama ini diatur di dalam Permentan No. 34 Tahun 2016 yang telah diubah terakhir kali menjadi Permentan No. 23 Tahun 2018, yang mempersyaratkan pemenuhan halal (untuk produk yang dipersyaratkan) untuk penerbitan rekomendasinya.
“ Meskipun tidak mencantumkan ketentuan label dan sertifikat halal, Permendag 29 Tahun 2019 tetap mengatur persyaratan halal melalui persyaratan rekomendasi. Permendag No 29 Tahun 2019 nantinya fokus mengatur tata niaga impor hewan dan produk hewan. Ketentuan ini sama sekali tidak terkait dengan sengketa yang dilayangkan oleh Brasil (DSS 484)," kata dia.
Advertisement
7 Pemandian Air Panas Garut, Bisa Healing Menghempas Lelah
Gunung Gede Ditutup untuk Pendakian, Kondisinya Penuh Sampah
Ayu Ting Ting Buat Kue Sendiri Khusus Untuk Picnic Story
13 Komunitas Kanker di Indonesia, Beri Dukungan Luar Biasa Bagi Para Penyintas
400 Kue Ramaikan Picnic Story, Buat Piknik Jadi Makin Seru