Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Penyakit tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Masih banyak yang belum tahu kalau Indonesia merupakan negara dengan kasus TBC tertinggi ke-2 di dunia.
Hal ini tentunya harus jadi perhatian khusus, bukan hanya kalangan kesehatan tapi juga semua lapisan masyarakat. Memperingati Hari TBC Sedunia yang jatuh pada 24 Maret 2021 kemarin, digelar webinar Tingkatkan Sinergi untuk Wujudkan Indonesia Eliminasi Tuberkulosis 2030.
Penanganan TBC di Indonesia harus lebih agresif. Terutama dalam kondisi pandemi seperti sekarang. Mutu pelayanan Rumah Sakit dalam penanganan pasien TBC harus selalu diperhatikan.
" Selain itu, dukungan lintas sektor menjadi salah satu solusi untuk bersama menanggulangi kasus Tuberkulosis," ujar Hari Fadilah, Ketua Umum DPP Persatuan Persatuan Perawat Indonesia (PPNI) dalam webinar Rabu, 24 Maret 2021.
Untuk gerakan eliminasi TBC 2030, perawat memiliki peran penting karena sangat membantu dokter, untuk melakukan pelacakan serta pengobatan. " Temukan dan obati sampai sembuh menjadi komitmen kami, namun bukan hanya PPNI melainkan komitmen bersama, untuk semua sektor dengan perannya masing-masing," ujar Harif .
PPNI memiliki posisi khusus untuk kasus TBC, yakni harus mengetahui bagaimana cara pencegahan kasus Tuberkulosis agar tidak kembali meningkat. Selain itu juga, harus melakukan pelayanan yang optimal terkait kasus Tuberkulosis yang sudah terjangkit. Termasuk pasien yang resisten terhadap obat anti TBC.
Pelayanan perawat terhadap pasien sebagai perluasan dalam penanganan TBC, saat ini dapat dilakukan secara home care. Misalnya mendatangi rumah jompo, panti asuhan, panti sosial, sekolah ataupun perusahaan, bahkan akan menempatkan para perawat di desa-desa.
Laporan Radhika Nada
Dream - Hindari berdekatan dengan orang lain apalagi sampai berbicara dalam waktu lama di situasi pandemi seperti sekarang. Sebuah studi baru menguak fakta terbaru soal risiko penularan Covid-19 saat berbicara.
Rupanya berbicara dapat menyebabkan lebih banyak penularan COVID-19 daripada batuk, terutama di ruang yang berventilasi buruk. Dalam studi baru yang diterbitkan 19 Januari 2021 di Journal Proceedings of the Royal Society A, mengungkap dalam kondisi tersebut, virus dapat menyebar lebih dari 6 kaki (2 meter) hanya dalam hitungan detik.
Temuan menunjukkan bahwa jarak sosial saja tidak cukup untuk mencegah penularan Covid-19, masker wajah dan ventilasi yang memadai juga sangat penting untuk mencegah penyebaran. Para peneliti menggunakan model matematika untuk memeriksa bagaimana Covid-19 menyebar di dalam ruangan tergantung pada ukuran ruangan, jumlah orang di dalamnya, termasuk seberapa baik ruangan tersebut berventilasi dan apakah orang-orang mengenakan masker wajah.
Studi tersebut menemukan bahwa ketika dua orang berada di ruang yang berventilasi buruk dan tidak memakai masker, berbicara dalam waktu lama lebih mungkin menyebarkan virus daripada batuk ringan. Itu karena ketika kita berbicara, mulut mengeluarkan menghasilkan tetesan kecil yang dapat menggantung di udara, menyebar dan menumpuk di area yang tidak memiliki ventilasi yang memadai.
" Ventilasi sangat penting dalam meminimalkan risiko infeksi di dalam ruangan. Dari pengetahuan kami tentang penularan SARS-CoV-2 melalui udara telah berevolusi dengan kecepatan yang luar biasa," kata kepala studi, Pedro de Oliveira dari University of Cambridge dan Imperial College London, dikutip dari LiveScience.com
Sementara, batuk menghasilkan tetesan yang lebih besar, yang dengan cepat jatuh ke lantai dan mengendap di permukaan. Dalam satu model skenario, para peneliti menemukan bahwa setelah batuk singkat, jumlah partikel infeksius di udara akan turun dengan cepat setelah 1 hingga 7 menit.
Sebaliknya, setelah berbicara selama 30 detik, hanya dalam waktu 30 menit jumlah partikel infeksius turun ke tingkat yang sama dan sejumlah besar partikel masih tersuspensi setelah satu jam.
Dengan kata lain, satu dosis partikel virus yang mampu menyebabkan infeksi akan bertahan di udara lebih lama setelah bicara daripada batuk. Dalam skenario model ini, jumlah tetesan yang sama masuk selama batuk 0,5 detik seperti selama 30 detik bicara.
Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.
Dream – Varian baru hasil mutasi virus corona, B-117, yang ditemukan di Inggris sudah menyebar ke negara lain. Sejak ditemukan pada 13 Desember lalu, sudah ada 1.108 kasus infeksi Covid-19 varian baru tersebut.
“ Apakah sudah ada di luar Inggris? Sudah,” kata Zubairi dalam dialog virtual “ Membedah Regulasi Larangan Masuk Bagi Warga Asing” melalui akun YouTube BNPB, Selasa 29 Desember 2020.
Masalah virus COVID-19 belum juga usai. Namun, virus itu telah bermutasi sebagai B-117 dan telah ditemukan di Inggris.
Kasus infeksi virus corona varian baru itu sudah ditemukan di sejumlah negara, antara lain Belanda, Italia, Denmark, Australia, dan Singapura. Meskipun telah bermutasi, kata Zubairi, keberadaan varian baru itu masih bisa dideteksi oleh tes Polymerase Chain Reaction (PCR).
“ Tes ini bisa mendeteksi bagian dari virus,” kata dia.
Zubairi mengibaratkan virus sebagai orang, yaitu kepala, baju, dan kaki. Virus yang bermutasi ini ibarat berganti baju,
“ Tapi, masih kedeteksi kepala dan kaki. PCR masih bisa mendeteksi varian baru. Jadi, jangan khawatir,” kata dia.
Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.
Dream – Varian anyar Covid-19, B-117, yang ditemukan di Inggris membuat dunia semakin khawatir. Maklum, hasil mutasi virus corona itu disebut-sebut 71 persen lebih menular.
“ Para ahli amat sangat yakin varian baru mudah menular, tapi tidak lebih mematikan,” kata Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia, Zubairi Djoerban, dalam dialog virtual “ Membedah Regulasi Larangan Masuk Bagi Warga Asing” melalui akun YouTube BNPB.
Mutasi itu memunculkan pertanyaan tentang efektifitas vaksin Covid-19 yang kini tengah dikembangkan, bahkan sudah disuntukkan di sejumlah negara. Menurut Zubairi, vaksin yang telah dikembangkan diyakini tetap efektif untuk mengatasi varian B-117.
“ Hampir pasti tetap efektif. Ini belum 100 persen yakin. Harus dibuktikan dengan penelitian yang mengikutsertakan pasien dengan varian (Covid-19) baru,” kata dia.
Zubairi optimistis vaksin Covid-19 bisa memberikan kekebalan tubuh. “ Para ahli optimistis bakal punya kekebalan tubuh di banyak tempat (berkat vaksin). Kalau ada virus varian baru, maka yang gagal hanya satu tempat dan kekebalan yang lain akan jalan,” kata Zubairi.
Virus corona, tambah Zubairi, memang telah bermutasi. Namun, keberadaannya masih bisa dideteksi oleh tes Polymerase Chain Reaction (PCR).
“ Tes ini bisa mendeteksi bagian dari virus,” kata dia.
Zubairi mengibaratkan virus sebagai orang, yaitu kepala, baju, dan kaki. Virus yang bermutasi ini ibarat berganti baju,
“ Tapi, masih kedeteksi kepala dan kaki. PCR masih bisa mendeteksi varian baru. Jadi, jangan khawatir,” kata dia.
Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN