Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus
Dream - Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengkritik keras negara yang membuat dikotomi penanganan wabah Covid-19 berdasarkan aspek kesehatan dan ekonomi. Menurutnya pemikiran itu merupakan dikotomi yang keliru.
" Itu adalah pilihan palsu," tegas Ghebreyesus dalam rekaman pernyataan yang disampaikan saat Webiner National Univesity of Singapore (NUS) Covid-19 Update dikutip dari laman Channelnewsasia.com, Sabtu, 19 September 2020.
Menurut Ghebreyesus, WHO selama ini hanya menyarankan seluruh negara di dunia untuk fokus menangani pandemik global ini dengan memprioritas empat hal penting. Saran tersebut telah terbukti berjalan dan bisa menekan penyebaran wabah Covid-19.
Prioritas pertama adalah menguatkan upaya pencegahan pertemuan event besar seperti di stadion, kelab malam yang terbukti telah memicu penyebaran virus besar-besaran. Kedua adalah melindungi kalangan rentan, menyelamatkan nyawan dan mengurangi beban pada sistem kesehatan.
WHO juga memprioritaskan pentingnya edukasi jaga jarak kepada masyarakat, higienitas tangan, etika bersin, serta pemakaian masker untuk menekan penyebaran virus. Prioritas keempat adalah menemukan, mengisolasi, memeriksa dan merawat pasien, diikuti penelusuran dan karantina kepada orang yang pernah kontak dengan pasien Covid-19.
" Banyak contoh negara yang secara efektif mencegah dan mengontrol wabah dengan melakukan empat hal ini dan terbukti berjalan baik," kata Ghebreyesus.
Negara-negara yang berhasil itu di antara Selandia Baru, Islandia, Senegal, Mongolio, dan Singapura.
" Prinsip utama dari negara-negara ini adalah komitmen untuk kesatuan dan solidaritas nasional."
Dia juga melaporkan telah ada 170 negara bergabung dalam upaya mendistribusikan vaksin secara adil di seluruh dunia. WHO menegaskan tetap memprioritaskan keamanan dari vaksin yang dibuat.
" Vaksin pertama yang disetujui bisa jadi bukan yang terbaik. Lebih banyak target yang kita buat, lebih besar peluang untuk mendapatkan vaksin yang aman dan sangat efektif," ujar Ghebreyesus.
Namun Ghebreyesus menegaskan tantangan terbesar dalam menghadapi wabah Covid-19 bukannya dari sisi kelimuwan atau teknis. Tantangan sesungguhnya adalah karakter.
" Dapatkah negara-negara bergerak bersama untuk berbagi penelitian, ataukan memilih nasionalisme yang salah arah dan akhirnya meningkatkan ketdaisetaraan dan ketidakadilan yang telah merusak dunia kita?" tanya Ghebreyesus seraya mengingatkan jika pandemik Covid-19 takkan pernah berakhir dan dunia harus senantiasa siap menghadapi wabah berikutnya.
Dream – Jaga jarak dan selalu memakai masker sepertinya harus menjadi kebiasaan baru masyarakat dalam beraktivitas.
Kehidupan mungkin belum akan kembali normal hingga setidaknya pada tahun 2022. Hal ini disampaikan oleh Kepala Ilmu Pengetahuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dr Soumnya Swaminathan.
Pada saat pertemuan online yang diselenggarakan oleh United Nations Foundation di Jenewa, Swis, dr Swaminathan mengatakan langkah-langkah seperti jaga jarak dan memakai masker harus diterapkan dalam jangka panjang.
Langkah ini harus dilakukan sampai kira-kira 60 hingga 70 persen masyarakat dunia telah melakukan vaksinasi, seperti dikutip dari laman Daily Star.
Kepala Ilmu Pengetahuan WHO tersebut juga mengatakan ia tidak bisa mengira mungkin virus corona akan menjadi virus musiman seiring berjalannya waktu, sebaliknya virus telah terlihat pasang surut dalam kasus penularannya.
“ Saya pikir aman untuk mengatakan bahwa pandemi bisa terjadi hingga setidaknya tahun 2022 ketika kita akan mulai berpikir untuk kembali ke kehidupan normal setelah Covid-19 usai,” tuturnya.
Ia melanjutkan pada tahun 2022 tersebut kemungkinan masih banyak orang yang belum mendapatkan vaksin untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap virus corona.
“ Jadi dalam waktu yang lama ini kita harus mempertahankan kebiasaan yang sama saat ini dengan jaga jarak, memakai masker, dan menghirup udara bersih,” tambahnya.
Menurutnya, kebiasaan ini dilakukan hingga vaksin mulai diluncurkan. Namun pihaknya tidak mampu mengetahui secara pasti berapa lama vaksin mampu memberikan kekebalan tubuh dari serangan virus corona penyebab Covid-19.
“ Kami juga tidak mengetahui berapa lama vaksin yang diluncurkan ini akan melindungi tubuh, itulah bahaya besar lainnya. Berapa lama kekebalan tubuh bertahan? Dan mungkin saja kita membutuhkan booster,” kata Swaminathan.
Seluruh petugas medis dan ahli kesehatan saat ini tengah berusaha mengendalikan penyebaran virus penyebab Covid-19 daripada menghilangkannya.
Advertisement
Waspada, Ini yang Terjadi Pada Tubuh saat Kamu Marah
Respons Tuntutan, DPR RI Siap Bahas RUU Perampasan Aset
5 Komunitas Parenting di Indonesia, Ada Mendongeng hingga MPASI
Banyak Pedagang Hengkang, Gubernur Pramono Gratiskan Sewa Kios 2 Bulan di Blok M Hub
Mahasiswa Makan Nasi Lele Sebungkus Berdua Saat Demo, Netizen: Makan Aja Telat, Masa Bakar Halte
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Cetak Sejarah Baru! 'Dynamite' BTS Jadi Lagu Asia Pertama Tembus 2 Miliar di Spotify dan YouTube
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`
Didanai Rp83 Miliar dari Google, ASEAN Foundation Cetak 550 Ribu Pasukan Pembasmi Penipuan Online