Psikolog Ungkap Penyebab Anak Keras Kepala

Reporter : Mutia Nugraheni
Kamis, 23 Desember 2021 14:06
Psikolog Ungkap Penyebab Anak Keras Kepala
Seperti orang dewasa, anak juga memiliki otoritasnya sendiri.

Dream - Berhadapan dengan anak-anak yang sudah semakin besar dan pintar, orangtua kerap kali kewalahan. Terutama ketika mereka memasuki usia remaja, di mana anak cenderung terus mempertahankan pendapatnya.

Sebagai orangtua kadang kita lupa kalau anak sudah memiliki kemampuan analisis yang berkembang, dan hal inilah yang membuatnya memiliki opini dan pertimbangan sendiri dalam mengambil keputusan. Jika ia sangat keras mempertahankan opininya, kita kerap 'melabelinya' dengan keras kepala.

Menurut Samantha Elsener, seorang psikolog keluarga, sikap anak yang keras tak selamanya buruk. Orangtua hanya harus mencari banyak cara berkomunikasi, mendengarkan opini dan melakukan negosiasi dengan anak.

" Saat kita memaksa anak untuk menuruti apa yang kita mau, respons amygdala anak akan berada pada respons “ survival mode”. Anak bisa mengalami freeze - flight - fight mode karena menganggap arahan orangtua adalah suatu paksaan dan paksaan merupakan ancaman bagi anak. Dalam periode ini orangtua menilai anak jadi keras kepala dan rebel alias susah diatur. Padahal ya, sama seperti orang dewasa yang sudah memiliki otoritasnya sendiri," ungkap Samantha dalam akun Instagramnya @samanta.elsener.

 

 

1 dari 5 halaman

Pemicu Anak Keras Kepala

Pemicu Anak Keras Kepala © Dream

Ia juga mengungkap beberapa penyebab utama anak bersikap keras kepala. Penasaran apa saja?

- Temperamen
Hal yang mendasar adalah temperamen anak yang memang keras. Sekallipun kita tahu tipe temperamen anak, tapi masih saja melabeli anak keras kepala.

- Otoritas
Anak memiliki otoritasnya sendiri. Anak memiliki kebutuhan akan kepuasan untuk eksplorasi koneksi dan perhatian.

- Ingin memegang kontrol
Saat anak memiliki kontrol, otak anak berfungsi lebih efektif. Ketika kehilangan kontrol anak merasa terancam dan sulit berpikir.

- Anak merasa kurang aman
Otak anak belum terbiasa dengan hal yang tidak pasti dan ketidakstabilan terutama saat ada perubahan besar di rumah.

2 dari 5 halaman

4 Tanda Orangtua Sudah Ajarkan Kecerdasan Emosi Pada Anak

4 Tanda Orangtua Sudah Ajarkan Kecerdasan Emosi Pada Anak © Dream

Dream - Kecerdasan emosi (atau dikenal sebagai emotional quotient/ EQ) adalah kemampuan seseorang untuk memahami, menggunakan, dan mengelola emosi sendiri dengan cara yang positif. Hal ini berdampak pada pengelolaan stres yang baik, mampu berkomunikasi secara efektif, berempati dengan orang lain, serta bisa mengatasi tantangan dan meredakan konflik.

Kecerdasan emosi didapatkan bukan dalam waktu singkat. Perlu diajarkan, dicontohkan dan dilatih terus-menerus sejak dini. Sebagai orangtua, apakah ayah bunda sudah mengejarkan kecerdasan emosi pada buah hati?

Salah satu hal terpenting yang dapat dilakukan untuk anak adalah membantu mereka mengelola emosinya. Berikut tanda jika orangtua sudah mengajarkan kecerdasan emosi pada anak.

Orangtua melatih anak untuk tak impulsif
“ Anak-anak pada dasarnya impulsif dan jika tidak dikendalikan mereka bisa menjadi orang dewasa yang impulsif,” kata Aleasa Word, pelatih kecerdasan emosional bersertifikat.

Impulsif merusak kecerdasan emosional, jadi ajari anak-anak untuk berhenti dan berpikir tentang apa yang mereka rasakan sebelum bertindak. Word menyarankan untuk menggunakan isyarat visual, seperti gelang khusus atau kata-kata pemicu untuk membantu anak-anak belajar cara berhenti. Jelaskan kepada anak-anak pentingnya meluangkan waktu lima detik untuk menanggapi apa pun, kecuali dalam keadaan darurat.

“ Anak-anak saya sendiri telah melihat ke atas, melihat ke bawah, melihat ke kiri, dan melihat ke kanan secara rutin sebelum merespons, demi memaksa mereka untuk berhenti sejenak,” kata Word, dikutip dari Readers Digest.

 

3 dari 5 halaman

Berdiskusi

Berdiskusi © Dream

Penting bagi orangtua untuk selalu meluangkan waktu berdiskusi dengan anak-anaknya. Hal yang dibahas bisa banyak hal, bukan hanya sekadar hal berat, tapi juga tema yang ringan. Kuncinya adalah saling mendengarkan.

“ Miliki waktu bicara untuk keluarga adalah wajib,” kata Tom Kersting, seorang psikoterapis.

Rata-rata orangtua menghabiskan tiga setengah menit per minggu untuk percakapan yang bermakna dengan anak-anak mereka. Ini sangat kurang, coba buat rutinitas seluruh keluarga untuk berbincang selama 15 menit per malam.

 

4 dari 5 halaman

Menerima emosi anak

Menerima emosi anak © Dream

Perasaan tidak ada yang benar atau salah, memang demikian adanya, dan setiap orang berhak atas perasaan mereka, termasuk anak saat mengalami perasaan tertentu. Selalu dorong anak untuk mengungkapkan perasaan mereka melalui pertanyaan.

Misalnya, jika mereka terlihat sedih atau kesal dan tidak mau berbicara, orangtua dapat bertanya, 'Kakak/ adik terlihat murung diri hari ini, apakah sesuatu terjadi?. Jangan pernah menghakimi atau meragukan perasaan anak-anak. Cobalah berempati, bila tak punya kta positif yang ingin diucapkan lebih baik diam dan cukup beri pelukan hangat pada anak.

 

5 dari 5 halaman

Puji saat anak mampu mengendalikan emosi

Puji saat anak mampu mengendalikan emosi © Dream

Membesarkan anak yang memiliki kecerdasan emosi adalah proses yang lambat tapi sangat layak. Jadi, penting bagi orangtua untuk memberi pujian dan merayakannya saat anak mempu mengendalikan emosi.

Akui situasi di mana anak membiarkan emosinya kacau tetapi tetap terkendali. Pujilah dia karena itu. Katakan, 'Aku suka caramu mengontrol emosi saat adik terus mengganggu. Itu cara yang bagus untuk menghadapinya'.

Beri Komentar