Menag Lukman Saat Berbincang Dengan Yuni Dan Kedua Orangtuanya (kemenag.go.id)
Dream - Senyum merekah terpancar dari wajah Murni Tri Wahyuni. Sebersit kebanggaan muncul dalam dirinya bersama seluruh keluarga Teguh Hadi. Rumah kecil mereka tengah kedatangan seorang tamu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Lukman memang sengaja berkunjung ke rumah berdinding anyaman bambu dan berlantai tanah yang terletak di Desa Ngubalan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.
Dia ingin berbincang dengan Yuni, penerima beasiswa Bidik Misi yang kini tercatat sebagai mahasiswa semester IV Jurusan Tadris Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung.
Yuni diterima di STAIN Tulungagung setelah lulus jalur Seleksi Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (SPAN-PTKIN). Dia lalu mendapatkan beasiswa setelah melewati sejumlah tes.
Lukman yang hadir didampingi Rektor STAIN Tulungagung Maftukhin, Camat Kalidawir, Kepala Desa Ngubalan, serta sejumlah tokoh masyarakat setempat sempat menyusuri jalanan kecil di pinggiran sungai irigasi. Letak gubuk itu memang agak jauh dari jalan besar.
Sesampai di sana, Yuni dan kedua orangtuanya menyambut Lukman dengan senyum. Mereka kemudian mempersilakan masuk ke dalam rumah dan mencicipi sedikit kudapan berupa aneka rebusan.
Lukman kemudian mengajak Yuni dan kedua orangtuanya mengobrol. dia sempat bertanya kepada peraih juara V Olimpiade Matematika SMP Kabupaten Tulungagung itu, apakah sulit mendapatkan beasiswa Bidik Misi?
Yuni pun menjawab, dia harus menjalani sejumlah tes. Tidak hanya itu, Yuni mengaku juga harus menjalani wawancara dengan pihak pengelola STAIN Tulungagung.
Lukman bertanya pengalaman apa saja yang didapat Yuni saat menerima beasiswa Bidik Misi. Yuni MENGAKU sempat mengikuti program pengembangan diri seperti bahasa, seminar, workshop, dan pembinaan di pondok pesantren.
" Jadi, dapat beasiswa berapa?" tanya Lukman, dikutip dari laman kemenag.go.id, Selasa, 3 Mei 2016.
" Rp600.000 setiap bulan, sebelumnya Rp1 juta, namun sisanya (Rp400.000) dialokasikan untuk biaya pendidikan yang lain seperti PMKT, pembinaan," kata Yuni.
" Jadi sudah nggak bayar kuliah dan lainnya?" tanya Lukman.
" Alhamdulillah, enggak, Pak," jawab Yuni.
" Lalu yang Rp600 ribu digunakan untuk apa saja?" tanya Lukman lagi.
" Untuk biaya hidup, seperti bayar kost, biaya foto copy," jawab Yuni.
" Cukup ya?" kata Lukman.
" Dicukup-cukupkan," jawab Yuni yang disambut senyum Menag.
“ Jawabannya sudah pintar, jawabannya lulus. Karena orang itu nggak ada cukupnya, biasanya dikasih berapa saja nggak cukup, biasanya ya," kata Lukman.
Lukman lalu mengajak orangtua Yuni, Teguh Hadi dan Asiyah mengobrol. Dia sempat bertanya bagaimana perasaan pasangan suami istri ini memiliki anak berprestasi seperti Yuni.
" Senang dan bangga," jawab Asiyah.
Setiap hari, Teguh bekerja sebagai buruh tani. Terkadang, dia juga mencari rumput untuk pakan untuk tujuh ekor kambing milik tetangganya yang dia pelihara.
Teguh memang terikat sistem nggaduh dalam memelihara ternak. Sistem ini mensyarakatkan adanya bagi hasil antara pemilik dengan pemelihara apabila hewan ternak dijual.
Uang hasil bertani dan beternak itu digunakan Teguh untuk menghidupi keluarganya. Tidak pernah ada bayangan dalam pikiran Yuni bisa menempuh pendidikan tinggi.
Perbincangan antara Lukman dengan keluarga kecil itu berlangsung cukup hangat. Setengah jam kemudian, Lukman berpamitan dengan bahagia.
" Alhamdulillah, bisa bertemu keluarga Yuni di sini, mudah-mudahan bantuan pemerintah bisa bermanfaat dan berkah, putrinya bisa cepat selesai kuliahnya dan bisa memberi manfaat kepada yang lebih luas," kata Lukman. (Ism)
Advertisement
Komunitas InterNations Jakarta, Tempat Kumpul Para Bule di Ibu Kota

Lihat Mewahnya 8 Perhiasan Bersejarah Kerajaan Prancis yang Dicuri dari Museum Louvre

Hobi Membaca? Ini 4 Komunitas Literasi yang Bisa Kamu Ikuti

Baru Dirilis ChatGPT Atlas, Browser dengan AI yang `Satset` Banget

Bikin Syok, Makan Bakso Saat Dibelah Ternyata Ada Uang Rp1000
