Ilustrasi Pembobolan Data.
Dream – Sahabat Dream, belakangan ini Uber menjadi sorotan publik. CEO Uber, Dara Khosrowshahi, mengeluarkan pengakuan mengejutkan.
Khosrowshahi mengungkapkan ada data 57 juta pengguna secara global, baik konsumen maupun mitra, yang dicuri peretas.
Peristiwa ini terjadi pada 2016. Ketika itu, pendiri Uber, Travis Kalanick, masih menjabat sebagai pemimpin Uber.
Aksi peretasan ini mencoreng citra Uber selain kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan Kalanick. Tak hanya itu, Uber juga diduga menyuap dua peretas untuk menghancurkan data-data yang dicuri dengan uang US$100 ribu (Rp1,35 miliar). Mereka juga meminta hackers untuk tidak membocorkan masalah pembobolan data ke publik.
Data-data yang dicuri adalah nomor telepon dan alamat e-mail pengguna. Ada juga data SIM 600 ribu mitra pengemudi yang digondol para peretas.
Temuan ini membuat Khosrowshahi berang. Dia mendepak mendepak Kepala Keamanan Uber, Joe Sullivan dan wakilnya, Craig Clark, karena dianggap tak becus menangani kasus pembobolan.
Lalu, dia juga mencoret Kepala Departemen Hukum Uber, Salle Yoo, dari perusahaan. Salle akan diperiksa tentang kasus ini.
“ Pencurian data ini seharusnya tak boleh terjadi dan saya tidak akan diam untuk kasus itu,” kata Dara.
Tak Hanya Uber
Selain Uber, sebenarnya ada juga kasus peretasan terhadap perusahaan-perusahaan teknologi. Yang pertama adalah Yahoo. Raksasa teknologi ini mengakui ada serangan siber besar-besaran pada jaringannya. Serangan ini terjadi pada 2014 dan 500 juta data pengguna dicuri.
“ Berdasarkan investigasi yang sedang berlangsung, Yahoo percaya bahwa informasi yang terkait dengan setidaknya 500 juta akun pengguna telah dicuri,” berikut bunyi pernyataan dari Yahoo.
Data-data yang dicuri ini berupa nama, alamat e-mail, tanggal lahir, kata kunci, pertanyaan keamanan, dan jawabannya. Data-data ini digunakan peretas untuk membobol akun online lainnya.
Kemudian, ada juga Equifax, perusahaan kredit di Amerika Serikat. Jumlah data yang terdampak, tak kalah banyak dari Yahoo. Akibat pembobolan ini, ada data 143 juta nasabah di Amerika Serikat yang bocor ke publik. Equifax mengetahui sistemnya dibobol pada Juli 2017.
“ Geng kriminal telah mengeksploitasi laman berbasis aplikasi untuk mengakses data tertentu,” tulis perusahaan yang berbasis di Atlanta, Amerika Serikat, dilansir dari CNBC.
Serangan siber ini membuat saham Equifax turun 12 persen. Data-data nasabah seperti nama, tanggal lahir, dan alamat rumah terekspos, padahal data ini sangat dilindungi perusahaan. Tak hanya itu, ada 209 ribu nomor kartu kredit dan dokumen sengketa 182 ribu konsumen yang bocor. (ism)
Advertisement
Jadi Pahlawan Lingkungan Bersama Trash Hero Indonesia

10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu

KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang

4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal

Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
