Hipertensi Sering Disebut Dengan Silent Killer. (Foto: Shutterstock)
Dream - Sahabat Dream tahu tidak ternyata tekanan darah tinggi atau hipertensi sering disebut dengan silent killer? Kenapa disebut demikian?
Karena banyak penderita hipertensi tidak menyadari, mereka memiliki tekanan darah tinggi. Faktornya seringkali bergejala hipertensi tidak terlihat.
Hipertensi merupakan faktor risiko terhadap kerusakan organ penting seperti jantung, otak, ginjal, pembuluh darah besar (aorta), mata, dan pembuluh darah tepi.
Salah satu yang harus diwaspadai adalah terjadinya gagal jantung yang berujung pada kematian.
Berdasarkan riset Kesehatan Dasar 2018, di Indonesia prevalensi hipertensi tahun itu, berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥ 18 tahun sebesar 34,1%.
Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebanyak 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian.
Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%).
Sebagai komitmen Bayer Indonesia mendukung Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) dalam rangka Gerakan Peduli Hipertensi, menyuarakan agar pasien hipertensi tetap mengikuti proses pengobatan hipertensi, ternasuk selama pandemi COVID-19.
Pengolahan hipertensi merupakan komitmen seumur hidup yang memerlukan kepatuhan pasien, mengelola hipertensi dengan baik dapat mencegah terjadinya gagal jantung dan kematian.
Gagal jantung merupakan masalah yang terus berkembang di negara-negara Asia Tenggara, yang dipicu pertumbuhan penduduk yang pesat dengan faktor resiko gagal jantung khususnya hipertensi.
Data dari pengalaman klinis di Pusat Jantung Nasional dan beberapa pusat layanan jantung daerah di Indonesia menunjukkan, tingkat kematian akibat gagal jantung pada pasien yang dirawat di rumah sakit mencapai 6,7%.
Angka itu lebih tinggi dibandingkan estimasi tingkat kematian akibat gagal jantung di rumah sakit di kawasan Asia Pasifik dan Amerika Serikat (secara berturut-turut 4,8% dan 3,0%).
Dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K), spesialis jantung pembuluh darah RS Jantung Harapan Kita, dalam virtual Media Briefing Bayer Indonesia ‘Kelola Hipertensi, Cegah Jantung dan Kematian’ pada 12 November 2020, memaparkan materi terkait Hipertensi.
“ Gagal jantung merupakan kondisi kronis dan progresif jangka panjang yang cenderung memburuk secara bertahap yang disebabkan hipertensi. Hipertensi menyebabkan pembuluh darah menyempit dan mengakibatkan beban kerja jantung bertambah berat," kata Dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro.
Diketahui, penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah yang disebabkan hipertensi itu, akan menyebabkan dinding ruang pompa jantung menebal (left ventricular hypertrophy) dan dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko gagal jantung.
Untuk memompa darah melawan tekanan yang lebih tinggi di pembuluh, jantung harus bekerja lebih keras sehingga terjadi penyempitan arteri sehingga darah lebih sulit mengalir dengan lancar ke seluruh tubuh.
" Dengan demikian, hipertensi membuat kerja jantung menjadi berlebihan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen dan nutrisi, namun kondisi jantung menjadi lebih sulit bekerja sehingga pada akhirnya jatuh ke kondisi gagal jantung,” jelasnya.
Di presentasinya, Dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro juga mengatakan, “ Seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg."
Dalam hal ini, hipertensi dapat dikelola dengan baik agar mencapai tekanan darah yang sesuai target. Yaitu dengan mengatur pola hidup dengan membatasi konsumsi garam, perubahan pola makan, penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal.
Olahraga teratur, berhenti merokok, kepatuhan dalam menjalani pengobatan, juga masuk dalam hal pengukuran tekanan darah secara benar dan berkala.
Pasien jantung harus mengelola hipertensinya dengan baik agar tidak terjadi gagal jantung dan kematian.
Sesuai dengan konsensus penatalaksanaan hipertensi, pihak dokter akan merekomendasikan pemakaian obat pengendali darah tinggi secara kombinasi, sejak awal pengobatan untuk mencapai tekanan darah sesuai target.
Beberapa jenis obat pengendali tekanan darah, yaitu golongan: Calcium Channel Blocker (CCB), Diuretik, Penyekat Beta (Beta Blocker), Penyekat Alpha (Alpha Blocker), Anti Converting Enzyme Inhibitor (ACE inhibitor), Angiotensinogen Receptor Blocker (ARB), Central Blocker, Aldosteron Antagonist dan lain-lain.
Berbicara tentang manajemen hipertensi bagi pasien penyakit jantung di masa pandemi COVID-19, Dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro mengatakan bahwa pada intinya ada dua hal.
Pertama, bagi pasien hipertensi isolasi mandiri, obat hipertensi harus tetap diminum (tidak boleh dihentikan), melakukan monitoring tekanan darah sendiri di rumah dengan Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM) atau home blood pressure monitoring (HBPM), tidak diperlukan evaluasi klinik rutin, konsultasi dengan Dokter dapat dilakukan via telepon atau melalui video bila diperlukan.
Kedua, bagi pasien hipertensi dengan COVID-19 positif rawat inap, pasien harus tetap mengkonsumsi obat anti-hipertensi (tidak boleh dihentikan), tidak perlu mengganti jenis obat anti hipertensi, monitoring aritmia yang sering terjadi pada pasien hipertensi dengan penyakit jantung, cek kadar kalium karena rendahnya kadar kalium dalam darah (hypokalemia) sering terjadi pada pasien COVID-19 yang dirawat.
Konsensus InaSH menunjukkan bahwa, beberapa golongan obat dapat menjadi pilihan pertama, seperti golongan CCB, ACEi / ARB dan diuretik, namun obat yang ideal adalah bukan hanya mencapai target yang diinginkan namun juga mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam waktu 24 jam.
Pengelolaan tekanan darah 24 jam sangat penting dalam mengurangi risiko kardiovaskular. Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik di pagi hari meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular.
“ Bayer mendukung InaSH dalam Gerakan Peduli Hipertensi dan meyakini bahwa kepatuhan pasien dalam pengobatan penting untuk dilakukan. Bagi Bayer, pasien adalah prioritas utama. Tantangan dunia dan kebutuhan pasien memotivasi Bayer dalam menciptakan solusi terbaik melalui produk-produk yang inovatif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien," papar Dr. Gunawan Purdianto, Medical Affairs Divisi Pharmaceuticals Bayer Indonesia.
Salah satu inovasi obat kami adalah penggunaan teknologi Osmotic-controlled release oral delivery system (OROS) pada obat anti hipertensi kami, Nifedipine OROS.
Teknologi OROS memungkinkan obat Nifedipine bertahan di dalam tubuh selama 24 jam dan menjaga tekanan darah tetap normal sepanjang hari.
Selain itu menghasilkan profil keamanan obat yang lebih baik, konsentrasi obat yang lebih stabil dan berkurangnya frekuensi pemberian dosis.
Teknologi OROS juga memungkinkan penggunaan dosis awal yang efektif, pencapaian pengendalian gejala lebih awal sehingga akan meningkatkan kepatuhan dan kenyamanan pasien sampai memastikan efikasi obat dan memperbaiki kondisi kesehatan pasien.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang dapat berakibat kepeningkatan angka kesakitan dan kematian serta beban biaya kesehatan.
Penting bagi para pasien hipertensi maupun keluarganya untuk menerapkan manajemen hipertensi. Hipertensi juga merupakan isu utama terjadinya penyakit kardiovaskular, yang memakan banyak biaya.
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya
Peneliti Ungkap Pemicu Perempuan Sanggup Bicara 20 Ribu Kata Sehari?